Friday, June 24, 2016

Arthur #2 Eps. 9




Kemungkinan terburuk yang bisa terjadi dari sebuah pertemanan adalah hilangnya kepercayaan diantara pelakunya. Arthur mengalaminya setelah melihat hal yang sulit dia terima. Setelah melihat peralatan Ana di ruang bawah tanah, kesadarannya seperti diputar ulang. Rasa cintanya terhadap Ana juga menutupi keadaan yang terjadi. Arthur tidak bisa berpikir jernih. Seperti ada dua kutub magnet yang saling tolak menolak di otaknya.

“Serius?? Alat panah?? Di dalam kotak?? Di ruang bawah tanah??” Tanya Prof. Uru bertubi-tubi.

“Mataku tidak mungkin salah Prof,” Jawab Arthur. 

“Sebab nggak mungkin Ana bisa menggunakan alat itu. Dia anak baik-baik, Aku belum pernah sama sekali melihatnya memainkan busur dan anak panah,” Kata Prof. Uru dengan raut muka bingung.

“Lalu kenapa kotak itu seperti sengaja disimpan di sana??” Tanya Arthur.

“Mungkin dia ingin menyembunyikannya dariku,” Prof. Uru kembali memasang tali busur.

“Apa yang harus kita lakukan, Prof??”

Prof. Uru terdiam, ada kegundahan dalam dirinya, sembari melanjutkan pekerjaannya. Arthur masih berdiri tidak jauh darinya. Menunggu pertanyaannya dijawab. Arthur masih melipat satu tangannya di dada dan mengelus dagu dengan jari-jarinya. Kemampuan Arthur dalam memanah memang sudah lama tidak diasah, tapi tidak ada waktu untuk Arthur berlatih dan mengasah kemampuannya lagi. 

“Ini pegang,” Prof. Uru memberikan Arthur busur yang telah selesai dia garap.

“Apa yang harus kita lakukan Prof?? Kau belum menjawab pertanyaanku,” Keluh Arthur melihat Prof. Uru berlalu meninggalkannya.

“Kau mau kemana Prof?!” Tanya Arthur lantang.

Arthur mengikuti Prof. Uru yang bingung mencari sesuatu diantara rak buku.  Tangannya masih memegang busur dan satu set anak panah.

“Kau harus bersiap, Arthur. Kita kehabisan waktu,” Prof. Uru melihat sekilas jam tangannya sambil mencari barang diantara rak buku.

Arthur mengalungkan satu set anak panah pada pundaknya dan menarik tali busur untuk menguji seberapa kuat Prof. Uru memasangnya.

“Nah, ketemu,” Sontak Prof. Uru—mengambil  gulungan kertas di salah satu rak buku.
“Itu apa Prof??”

“Ini jawaban dari pertanyaanmu, Arthur.” 

Prof. Uru menuju meja kerjanya. Arthur membuntutinya. Prof. Uru meminggirkan tumpukkan buku dan beberapa barang yang tergeletak di atas meja, membuatnya jatuh lepas ke lantai. Prof. Uru membuka gulungan kertas itu, dan meletakkan buku di kedua ujung kertas.

“Kau, tahu tempat ini, Arthur??”

“Apa ini??” Tanya Arthur, bingung.

“Ini peta, coba lihat polanya... See??” 

“Peta?? Pola apa sih, Prof??”

“Garis putus-putus, bintang, lingkaran, garis panjang, persegi panjang yang dikelilingi titik-titik kordinat yang saling menyambung. Lihat lagi Arthur,” Prof. Uru menjelaskan dengan tangan yang sibuk diatas kertas.

“Ohyaaa... I See, Prof. I See. Sepertinya aku tahu tempat ini,” Arthur berpikir sejenak, melihat kertas diatas meja dengan seksama.

“Kau tahu?? Dimana??” Tanya Prof. Uru.

“Ini seperti tanah lapang yang dulu dijadikan tempat parkir heli. Cuma ada satu tanah lapang yang luas di kota ini, Prof.”

“Gerbang masuk kota!!” Arthur dan Prof. Uru bersamaan.

“Kalau memang Ana salah satu dari Askar Kecha, pasti dia berada disini saat ini,” Prof. Uru menunjuk peta.

“Bentar-bentar. Salah satu?? Darimana Prof bisa tahu ada banyak Askar Kecha??” Tanya Arthur penasaran.

“Ada kemungkinan Askar Kecha lebih dari satu kan, Arthur.”

Prof. Uru bergegas menggulung kertas diatas meja lalu mengembalikkannya di tempat semula. Arthur mengikuti dengan langkah pelan. Ada kenaehan yang lewat di otak Arthur. 

“Ayo, Arthur. Sudah hampir Gelap,” Prof. Uru memecah kebingungan di pikiran Arthur.

“Oh... Oke Prof,” Spontan Arthur menjawab.


(BERSAMBUNG)


Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar