Saturday, July 2, 2016

Arthur #2 Final




Dalam benak Arthur, ada yang masih perlu dijelaskan. Perjalanan menuju batas kota bersama Prof. Uru dalam satu mobil yang sama, membuatnya memikirkan banyak hal, banyak pertanyaan yang tiba-tiba muncul bertubi-tubi. Arthur berulang kali menatap Prof. Uru di kursi kemudi. Arthur membawa persenjataan, busur dan anak panah buatan Prof. Uru, tapi Arthur tidak melihat persenjataan yang dibawa Prof. Uru.

Tanah kosong yang dikelilingi pepohonan terlihat dari kejauhan, batas kota telah dekat. Prof. Uru menyuruh Arthur untuk bersiap. Jantung Arthur berdebar melihat akan ada peperangan di depan mata. Arthur melihat Prof. Uru yang terlihat tenang, tanpa beban. Mengemudi dengan santai seperti seorang yang hendak berlibur. Mobil yang dikendarai Prof. Uru berhenti tepat di tengah lapangan. Seperti yang dilakukan Ana saat menemui Askar Kecha yang lain.

“Kenapa berhenti disini, Prof??” Tanya Arthur.

“Supaya mereka melihat kita,” Prof. Uru membuka jendela pintu kemudi.

“Tidak ada siapa-siapa disini, Prof.”

“Mereka bersembunyi,” Prof. Uru membuka pintu kemudi—keluar dari mobilnya.

“Mereka siapa, Prof??” Tanya Arthur, membuka pintu mobil.

“Stop!! Tetap di dalam, ada yang tidak beres,” Prof. Uru mencegah Arthur.

“Kenapa??” Tanya Arthur, membuka jendela pintu kemudi.

“Dia disini,” Bisik Prof. Uru.

“Ana??” Tanya Arthur.

“Askar Kecha,” Jelas Prof. Uru.

“Berapa banyak??”

“Semua pohon itu dijaga satu orang, mereka bersembunyi dan sedang mengarahkan busur panah ke arah kita.” Prof. Uru memelankan suaranya.

Ana yang berada di salah satu pohon mempertanyakan kedatangan Prof. Uru. Ana memberikan kode paralel pada Askar Kecha yang lain untuk menurunkan busur panah. Prof. Uru bukan target Ana. Ana melihat keanehan pada beberapa Askar Kecha yang tidak menurunkan busur panahnya.

Ana yang hendak turun dari pohon tempat persembunyiannya melihat satu mobil khas balai kota yang datang dari arah berbeda dengan kedatangan Prof. Uru dan Arthur. Mobil itu berhenti tepat di samping mobil Prof. Uru. Seorang pengawal turun dan membuka pintu belakang mobil. Terlihat Natalie keluar dari mobil. Ana kembali ke posisinya, mengurungkan niatnya turun dari pohon. Memegang pistol di saku kanan—matanya tegas mengawasi Natalie. 

Melihat Natalie, Arthur bergegas turun dari mobil, Prof. Uru mencoba mencegah namun gagal. Arthur mengambil satu anak panah, mengarahkan busur panah ke arah Natalie. Prof. Uru mencoba menenangkan Arthur—mencegahnya, namun Arthur seperti orang tuli yang tidak mendengar apa-apa.

“Natalie!!” Arthur berteriak menantang.

“Ups, kau lagi anak manis, santailah dulu, kau lepas tarikkanmu itu, kau kehilangan dia,” Natalie yang menutupi salah satu jendela, melangkah—berpindah membuat seorang perempuan yang berada di dalam mobil terlihat, dengan mata yang merah—menangis. Melihat itu raut muka Arthur berubah, Arthur menurunkan busur panahnya.

“Ibu?? Apalagi yang kau mau, Natalie!?” Tanya Arthur tegas.

“Yang ku mau??....” Natalie menjawab santai—remeh, menunjuk ke arah Arthur.

“Kalau kau kira aku yang membunuh Rey, kau salah besar. Askar Kecha yang membunuhnya,” Kata Arthur dengan suara yang meninggi.

“Bukan kau... Tapi Dia,” Natalie menunjuk Prof. Uru yang berada tepat di belakang Arthur.

Prof. Uru hanya diam, tersenyum menatap Arthur yang menatapnya dengan raut muka bingung. Prof. Uru mengangkat kedua bahunya singkat.

“Prof?? Kau??” Arthur menjauh, menurunkan busur panahnya.

“Memang ada apa dengan Prof. Uru??” Tanya Arthur

“Matamu...” Natalie menunjuk mata Arthur lalu menunjuk Prof. Uru. Arthur menatap Prof. Uru bingung.

“Iyaa, mata itu... Aku penyebabnya,” Prof. Uru menjawab santai, menunjuk mata Arthur yang tertutup penutup mata. 

“Benarkah Prof??” Teriak Arthur mengarahkan Busur panahnya ke arah Prof. Uru.

“Dia tidak salah,” Jawab Prof. Uru santai.

“Untuk apa Prof?!” Tegas Arthur bertanya.

“Menanam kebencian padaku, Arthur,” Jawab Natalie.

“Jangan bilang kau juga yang membunuh Ayahku??” 

“Kau mulai paham, Arthur,” Jawab Prof. Uru remeh, lalu melambaikan tangan—seperti memberi kode. Selusin pasukan pemanah turun dari pohon dengan meloncat, ramai-ramai mengarahkan busur panah ke arah Natalie.

“Ini bukan hanya perangmu, Arthur,” Prof. Uru mengambil cerutu di sakunya, menyalakannya dengan korek yang diambilnya di saku lainnya.

“Kau salah strategi, ini juga bukan tentang kau saja,” Natalie melambaikan tangan, persis yang dilakukan Prof. Uru—memberikan kode. Lalu pasukan pemanah yang jumlahnya sedikit lebih banyak dari pasukan sebelumnya meloncat dari pohon-pohon, mengarahkan busur panah ke arah Prof. Uru dan pasukannya. Refleks. pasukan Prof. Uru membalas mengarahkan busur panah ke masing-masing pasukan Natalie.

Ana masih bersembunyi, masih ingin mendengarkan percakapan diantara Natalie dan Ayahnya. Pengawal Natalie mengarahkan pistol yang dibawanya ke arah Ibu Arthur. Melihat itu Arthur langsung mengarahkan busur panahnya tepat di kepala pengawal Natalie.

“Lucu sekali, Askar Kecha yang seharusnya tunduk pada para Anei, justru ada yang mengarahkan busurnya tepat kearah pemimpin mereka,” Natalie duduk di kap mobilnya.

“Aku akui, kau tanggap menyiapkan semuanya,” Jawab Prof. Uru.

“Jadi Prof... Kau pemimpin para Anei itu??” Arthur menyela.

“Cerdas sekali,” Natalie menanggapi.

“Kenapa kau menolongku?? Kenapa kau tidak membunuhku di Boulgetse??” Tanya Arthur. Prof. Uru masih menghisap cerutunya—santai. Arthur mengarahkan busurnya ke arah Prof. Uru.

“Kau lepas tali busurmu itu, Ibumu akan menyusul ayahmu,” Natalie menyela, membuat Arthur kembali mengarahkan busurnya ke pengawal Natalie.

“Kenapa kau tidak memecatnya??” Tanya Arthur.

“Dengan alasan apa?? Aku perlu saksi bahwa dialah dalang dibalik kematian Ayahmu, dialah pemimpin para Anei itu... Lagian untuk apa memecatnya, kalau aku bisa membawanya ke pengadilan kota dan melihatnya berkarat di penjara,” Jawab Natalie.

Ana meradang mengetahui bahwa Ayahnya yang membunuh Witson, ayah dari orang yang paling dicintainya. Prof. Uru berhasil menutupinya dari Ana tanpa bau dan bekas. Pikiran di dalam otak Ana saling beradu. Apa yang perlu dilakukannya setelah ini.

“Kenapa kau masih diam, Prof??” Tanya Arthur melirik Prof. Uru dengan busur panah yang masih mengarah ke pengawal Natalie.

“Hanya dengan membunuh ayahmu, proyek bagi para Anei bisa dilanjutkan lagi, Ayahmu itu nyamuk pengganggu. Harus dimusnahkan.”

Mata Arthur memerah, amarah dalam dirinya keluar. Raut murka diwajahnya sangat kentara. Mata Arthur melihat ke berbagai arah, tubuhnya gemetar, tiba-tiba fokusnya tertumbuk pada satu pohon. Arthur melihat Ana yang mengarahkan pistolnya pada kepala pengawal Natalie. Arthur mengangguk, menatap Ana. Dari tempatnya, Ana melihatkan ponselnya pada Arthur. Sekali lagi Arthur mengangguk cepat. Arthur mengerti maksud kode yang diberikan Ana. 

“Lalu kau, kenapa menahan Ibuku, sedangkan kau tahu bahwa Prof, Uru yang membunuh Rey??” Tanya Arthur pada Natalie.

Belum sempat Natalie menjawab, ponsel di saku celana Arthur berdering, semua mata tertuju pada saku celana Arthur. Pengalihan—Suara peluru terdengar keras, sedetik kemudian pengawal Natalie jatuh dengan lubang peluru di kepala. Arthur mengarahkan busur panahnya ke arah Prof. Uru.

“Sorry, Prof,” Arthur melepaskan tali busur, anak panah melaju cepat menembus jantung Prof. Uru. Refleks, pasukan Prof. Uru dan pasukan Natalie saling menembakkan anak panah. Arthur buru-buru menarik Natalie, membuka pintu mobil Natalie, lalu masuk. Arthur langsung menginjak gas, menjemput Ana yang langsung meloncat turun dari pohon. Lalu pergi meninggalkan pasukan yang satu persatu tumbang dengan anak panah yang tertancap di tubuh.

“Terimakasih, Arthur,” Natalie terengah-engah, menepuk pundak Arthur. Ibu Arthur yang bersebelahan dengan Natalie memeluk Arthur dari belakang. Arthur mengusap tangan ibunya, sembari mengatur nafas, membalas senyum Ana. 

Seminggu setelah kejadian itu. Arthur mendapatakan penghargaan sebagai pahlawan kota dari Natalie. Arthur dan Ibunya menolak rumah pemberian Natalie dan memilih untuk tinggal bersama di rumah Ana. Ditengah-tengah Upacara pengangkatan Arthur menjadi kepala kepolisian Kota Nanoi menggantikan Charles. Arthur yang berada satu mimbar dengan Natalie, berbisik—bertanya pada Natalie.

“Jadi, kenapa kau menahan Ibuku??”


(END)


Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar