Monday, July 20, 2015

Cara Anggi Berbicara


Aku melihat senyum yang tak biasanya dari Anggi. Hari ini senyumnya tampak kurang, seperti dipaksakan. Tak biasanya Anggi seperti itu. Setahuku dia selalu tersenyum lepas setiap bersamaku. Senyum yang tak pernah dibuat-buat. Hari ini dia menikah, memakai gaun berwarna putih yang membuatnya tampak anggun. Dia menikah dengan kakak kandungku, Anggi tidak bisa menolak perjodohan dari orangtuanya, Anggi perempuan alim, sangat penurut, menolak bukan cara hidupnya, apalagi menolak keinginan orangtuanya. Saat itu aku mulai membenci kakakku.

Anggi tidak mencintainya, dia hanya mencintaiku dalam hidupnya. Anggi berjanji dalam hidupnya hanya aku yang dia inginkan untuk menjadi pasangan hidupnya, selamanya. Sebelum pernikahan ini berlangsung, Anggi berjanji untuk selalu menyempatkan diri datang ke apartmenku seminggu sekali tiap akhir pekan. Melakukan hal yang biasa kami lakukan. Menyetubuhi masing-masing, mencium aroma tubuh Anggi adalah hobiku. Bagai opium yang membuat ketagihan.

Aku datang sendirian di pernikahan Anggi, tak ada satu orang-pun yang pantas mendampingiku selain Anggi. Gadisku, yang kini malang. Menikahi seorang pria yang belum paham soal dirinya. Makanan kesukaannya, penulis favoritnya, hingga bintang film porno yang selalu aku tonton bersama Anggi di apartmenku. Makanan dan minuman di tempat ini jadi hambar, mungkin karena aku sambil melihat Anggi dan pria brengsek itu menerima jabat tangan dari para tamu. Sesekali Anggi menatapku lalu tersenyum juga mengedipkan mata. Senyum dan kedipan mata khas setiap kami bertemu.

Kamarmandi adalah tempat favorit kami, aku suka melihat Anggi sempoyongan meladeni permainanku. Desahannya ketika aku mulai menciumnya dari leher hingga dadanya adalah musik yang paling aku suka. Musik yang lebih indah dari musik Karya Mozart ataupun Bethoven. Aku suka mencium lehernya. Anggi lebih suka ketika kami saling berpagut lidah. Dia sering menggigit lidahku dengan ganas hingga pernah lidahku berdarah dibuatnya.

Gedung pernikahanya tampak mulai ramai. Dihiasi desain yang mayoritas berwarna biru langit dan putih, warna kesukaan kakakku. Pria brengsek yang beruntung menikahi Anggi. Dia tidak pernah tahu hubunganku dengan Anggi sepeti apa. Dia tak mengerti hubunganku dengan Anggi, karena hubunganku dengan Anggi bagaikan tembok besar yang tertutup. Tak ada yang tahu, kami merahasiakannya dengan sangat rapi. Dunia seutuhnya milik kita berdua.

Aku masih menikmati Sirup rasa jambu yang disediakan di meja bundar. Menatap antrian panjang untuk berjabat tangan. Mayoritas adalah teman-teman kakakku dari klub moge. Mereka orang-orang yang tak tahu tempat dan style. Mereka memakai celana dan jaket kulit hitam dengan rambut gondrong yang terurai dalam pernikahan mewah dengan dresscode putih. Sungguh Aneh. Aku menunggu gerombolan klub moge itu pergi sebelum aku mengampiri Anggi untuk memberinya selamat, atau lebih tepatnya turut berduka. Hiburan musik saxophone yang membentuk alunan musik Hello Dolly! Dari Louis Armstrong menambah kesan iba di raut wajah Anggi, juga denganku. Aku ogah-ogahan karena aku harus basa-basi ketika bersalaman dengan kakakku. Hal yang paling tak aku sukai. Basa-basi.

Orang dari klub moge mulai habis berjabat tangan, mereka menyerbu makanan-makanan yang disediakan. Kakiku bergerak menuju panggung pernikahan, tempat Anggi berdiri sejak satu jam yang lalu. Anggi terus menatapku sejak aku meninggalkan meja bundar, tempat sirup jambu dihidangkan. Tatapannya manis seperti biasanya, trenyuh aku dibuatnya. Kakakku juga tersenyum menyapaku ketika aku hampir sampai di tempatnya berdiri. Dia menanyai kabarku, basa-basi yang tak menarik. Bukan ini yang aku inginkan. Anggi tertawa kecil melihat tingkahku yang kaku. Aku sampai di depan Anggi, kakakku menyambut kawan lamanya yang mengantri dibelakangku. Anggi tersenyum, menatapku, belum juga melepaskan tangannya dari tanganku.

“Kenapa?” Tanyaku tersenyum.

“Aku merindukanmu sayang, hari ini kamu tampak lebih cantik dengan gaun ini”. Kata Anggi sembari mencium pipiku, lalu berbisik, “Kamarmandi ada di dekat pintu keluar, tunggu aku disana”. 
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Thursday, July 16, 2015

BADAI NEUROSIS (Final Episode)


Hari-hari setelahnya aktivitas Andriana kembali normal, sudah tidak ada lagi Neurosis apalagi dr. Jusuf yang hingga kini tak pernah menampakkan dirinya. Bulan kedua sejak Andriana mengirimkan pesan terakhirnya untuk dr. Jusuf. Hari ini ketika Andriana pulang dari kantornya, ada yang berbeda dari pintu rumahnya. Satu kotak ukuran sedang berwarna putih tergeletak di depan pintu rumahnya bersama satu buket bunga mawar merah. Tak ada pesan di luar kotak itu, tak seperti kotak-kotak lain yang selalu ada nama pengirimnya. Andriana membuka kotak itu sebelum sempat dia membuka pintu rumahnya—lembut berhadapan dengan pintu rumahnya. Tidak ada barang yang menarik di dalam kotak itu. Hanya ada secarik kertas bertuliskan “Apa kabar, An?” Andriana melongo bingung ada seseorang yang memanggilnya, suaranya nampak palsu, suara berat yan dilembutkan, jadi terlihat aneh. Andriana berbalik badan, di depannya berdiri seseorang yang mengubah jalan hidup dan pikirannya.

“Aku tidak bersembunyi, London bukan tempatku, jarak juga bukan teman baikku, kamu juga tidak perlu repot mencariku hingga ke London. Karena sejauh apapun aku pergi—kamulah tempatku untuk pulang. Jadi apakah aku terlambat, Andriana?”

“Nggak” Andriana mendekat membawa satu buket bunga mawar merah, langkah kecilnya membuat dr. Jusuf juga berjalan mendekatinya. “Sama sekali nggak, dok” Senyum Andriana mengembang, matanya memburu setiap lekuk wajah dr. Jusuf.  “dr. Jusuf nggak terlambat, aku yang terlalu cepat pergi”.

“Maksudnya?” Tanya dr. Jusuf. Andriana tidak membalas pertanyaan dr. Jusuf, matanya masih memburu setiap lekuk wajah dr. Jusuf sampai sebuah mobil yang dikendarai seorang lelaki terparkir di depan rumah Andriana. Kaca kemudi perlahan terbuka.

“Ayo Sayang, kita sudah ditunggu” Sahut lelaki dari dalam mobil.

“Iya sayang” Jawab Andriana, “Maaf dok” Andriana setengah berbisik lalu memberikan bunga mawar merah itu kepada dr. Jusuf. Andriana berlalu meninggalkan dr. Jusuf—masuk ke dalam mobil lelaki itu. Mobil perlahan meninggalkan rumah Andriana. Bunga yang dipegang dr. Jusuf jatuh ketika mobil itu sudah tak terdengar lagi suaranya.

-TAMAT-





Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Wednesday, July 15, 2015

Review Film: Mencari Hilal


Mencari Hilal: Film yang membuat saya penasaran sejak mengetahui judulnya. Apalagi film ini di Sutradari oleh Ismail Basbeth yang saya kenal betul tipe-tipe film-film pendek yang pernah dia buat. Baru siang tadi saya pergi ke bioskop untuk melihat film ini. Bioskop ramai, tapi tidak untuk film Mencari Hilal yang hanya ditonton oleh tidak lebih dari lima orang. Sayang sekali, padahal film ini adalah film yang bukan sekedar bagus tapi juga indah. Sebuah film perjalanan hati dan jiwa dari seorang bapak yang memilih berdagang sebagai sarana ibadah dengan bukti dia tidak ridho ketika seorang pembeli ingin membeli beras 50kg yang bahkan bila perlu si pembeli menaikkan harga beras tersebut. Pak Mahmud (Deddy Sutomo) menolaknya dengan alasan dia bukan sekedar berdagang melainkan ibadah.

Film sederhana dengan keindahan yang juga sederhana. Ini yang susah kebanyakan film Indonesia terlalu muluk-muluk dengan teknik dan aktor yang ganteng dan cantik sebagai pemanis, hingga mereka lupa bagaimana membangun script yang membuat penontonnya terpuaskan. Saya seperti membaca sebuah novel mega best seller Internasional ketika melihat film Mencari Hilal. Film Indonesia rasa Hollywood bahkan lebih indah dan lebih bagus dari Hollywood.

Tidak banyak yang bisa saya kritisi di film Mencari Hilal, karena film ini minim kesalahah dan minim pertanyaan yang menggantung dan tak terjawab, Film kerja kolektif terbukti dari banyaknya penulis skenario, rumah produksi bahkan produser. Film ini pun akan tetap indah sekalipun hanya Heli (Oka Antara) dan Pak Mahmud saja yang menjadi pemain filmnya. Semua akting pemain dalam film ini tak ada minusnya kecuali para figuran ketika diskusi antara warga desa, Mr. Daniel dan calon bupati yang gagal terjadi di sebuah gubuk. Sisanya oke, menarik saya menikmati alur dengan sangat nyaman dan bahagia.

Film religi terbaik yang pernah saya tonton dalam sejarah film di Indonesia, film dengan suasana puasa tapi tak pernah melihatkan adegan makan sahur ataupun berbuka, ini Uniknya... Film yang saya yakin tidak sengaja membuat para penontonnya terharu ataupun menangis. Film ini rapi dalam menyajikan maksud dan arti dalam setiap adegan ataupun percakapan antara aktor. Saya terbawa dengan suasana yang diciptakan dalam setiap adegan. Mulai dari ketika Heli menasehati si calon bupati gagal bahwa: Perjuangan bukan untuk orang-orang yang takut rugi. Sehingga si calon bupati emosi dan mengusir mereka berdua. Hingga ketika Heli menceramahi Bapaknya sendiri pada satu adegan ketika mereka berdua sampai di desa Samar. Ini adegan yang paling saya suka dalam film ini. Kenapa tuhan menciptakan beda, bukannya sama. Apa tuhan itu iseng. Begitu kiranya kalimat yang dikatakan Heli pada pak Mahmud.

Pemikiran dan kegelisahan seorang Ismail Basbeth terbayarkan dalam film ini. Terbukti ketika kegelisahan Heli yang kecewa dengan provider yang iklannya kencang tapi servicenya mengecewakan dalam sebuah adegan di Masjid dan soal aktivis yang ngebet pergi keluar negeri bukanya mengurus negaranya sendiri., Pemikiran mengenai tuhan, agama, dan, aktivis yang ngebet pergi keluar negeri bukanya mengurus negaranya sendiri. Benar-benar terbayarkan dalam debut pertama Ismail Basbeth menyutradarai film panjang (bioskop) pertamanya. Film dengan unsur agama tapi tidak mencederai agama manapun, membuktikan bahwa kerukunan beragama itu sangat mungkin terjadi. Ismail Basbeth menyebarkan pesan perdamaian dengan cara yang indah lewat film Mencari Hilal, seni peran yang indah, artistik, musik dan Sinematrografi yang indah juga soundtrack dari Sabrang Damar Panuluh di akhir film yang menghentak halus membuat telinga jadi ikut terpuaskan ketika menonton film ini.

Dengan ending yang dalam bahasa saya. Saya sebut ini ending "asem tenan" karena ternyata yang dimaksud Mencari Hilal dalam film ini bukan semata mencari Hilal untuk menentukan bulan syawal. Melainkan mencari Heli yang punya nama asli Hilal Hanafi Mahmud.. Ketika adegan Heli membuka pasportnya dan terlihat nama itu. Saya tersentak melongo, ini benar-benar film yang membuat saya habis berkata-kata di endingnya, hanya bisa mengatakan "asem tenan".

Saya sesumbar bahwa film Mencari Hilal akan menjadi kuda hitam yang berkeliling di festival-festival film di Indonesia atapun luar negeri dan akan banyak mendapatkan penghargaan seperti untuk musik, Sinematografi dan Akting dari Oka Antara dan Deddy Sutomo, juga terutama Ismail Basbeth sebagai Sutradara. saya memberikan nilai 9 dari 10 untuk film Mencari Hilal. 

Maju terus perfilman Indonesia. #BanggaFilmIndonesia

Terimakasih, Salam Sinema..
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Saturday, July 11, 2015

BADAI NEUROSIS (Episode 3)


Pengobatan utama Neurosis adalah dengan psikoterapi. dr. Jusuf akan mencoba membangun komunikasi dengan Andriana. Tanpa kecurigaan, dr. Jusuf akan membantu Andriana dalam mengidentifikasi sumber kecemasannya dan memberi ruang untuk Andriana mengekspresikan perasaan terpendamnya.

“Andriana, saya sudah di Bandara. Kamu dimana?” (09.23).

“Di Coffee shop, dok.” (09.24).

“Oh, oke saya kesana sekarang” (09.25).

Andriana masih bisa beraktifitas seperti biasa karena gangguan Neurosis hanya terjadi pada sebagian kepribadiannya saja. Nampak seperti orang yang sehat dan Normal. Andriana melambaikan tangan tepat ketika dr. Jusuf sudah terlihat berjalan mendekatinya. Mereka berbincang sambil menunggu jadwal keberangkatan pesawat dari Soekarno-Hatta ke Bandar Udara Internasional Lombok.

“Jadi, kenapa kamu pilih Gili Trawangan?” Tanya dr. Jusuf.

“Ah, siapa yang nggak mau ke sana? Semua orang pasti mau, termasuk saya. Termasuk dr. Jusuf”.

“Aha, alasan yang tepat sekali” dr. Jusuf tersenyum paksa, bukan itu jawaban yang ingin dia dengar... dr. Jusuf berdiri menuju kasir untuk membeli satu cappuccino, lalu kembali melanjutkan pembicaraan yang belum selesai.

“Andriana, jujur saya baru kali ini ke sini. Sebenarnya saya tidak suka dengan coffee shop ini. Rumornya 10% dari penghasilan mereka dipakai untuk pendanaan perang sebuah negara di timur tengah”.

“Ohiya? Aku baru tahu. Ini coffee shop kesukaanku. Perjuangan pendirinya hebat banget dari cuma coffee shop pinggir jalan bisa jadi coffee shop terkenal di dunia”.

“Kamu tahu? di negara-negara arab lambang coffee shop ini beda dengan lambang yang ada di sini”.

“Ohiya? Aku baru tahu juga. Ternyata dokter lebih tahu tentang coffee shop ini daripada aku”.

“Tapi, tenang Andriana, itu hanya rumor yang belum pasti kebenarannya” .

Andriana dan dr. Jusuf masih menunggu jadwal keberangkatan pesawat. Ditengah-tengah mereka menunggu. Terdengar suara panggilan dari pihak maskapai untuk penumpang pesawat tujuan Lombok bahwa pesawat akan berangkat dalam lima menit. Mereka bergegas meninggalkan coffee shop setelah dr. Jusuf meminum habis cappuccino miliknya… 

BERSAMBUNG...
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Thursday, July 9, 2015

BADAI NEUROSIS (Episode 6)


Mimpi dalam hati Andriana memuncak ketika seekor merpati terbang melintasi rumahnya, pandangannya tertumbuk pada tiang-tiang listrik yang terlewat oleh merpati putih itu. Kini sudah sebulan dr. Jusuf menghilang, kabar terakhir yang didapatkan Andriana—dr. Jusuf berada di London. Pesannya masih juga tak terbalas. Andriana mulai melupakan Neurosis yang diidapnya. Pikirannya berganti pada setiap guratan di wajah dr. Jusuf. Kenangan terakhirnya di Gili Trawangan masih membekas seperti permen karet yang menempel di baju. Andriana masih membisu, semua pertanyaannya masih tersimpan di lubuk hatinya. Andriana dan dr. Jusuf sama-sama terperangkap dalam permainan yang mereka buat sendiri. Antara percaya atau tidak Andriana yang lebih masuk ke permainan dr. Jusuf. Terapi dr. Jusuf benar-benar berjalan dengan baik. Waktu sebulan cukup untuknya memberi insepsi pada Andriana. Sebelum perasaan Andriana benar-benar hilang dan tak sanggup lagi merasa karena terlalu lama dibiarkan.

“Andriana, apa kabar?” (09.07).

“Nggak baik, dr. Jusuf sendiri gimana kabarnya?” (09.09).

“Selalu baik, An. Saya ada di London. Kamu mau oleh-oleh apa?” (09.12).

“Jadi, dr. Jusuf beneran ada di London?” (09.13).

“Iya, sudah seminggu yang lalu. Kenapa, An?” (09.14).

“Aku Cuma pengen dr. Jusuf balik ke Jakarta” (09.15).

Pesan dari Andriana tak terbalas. Coba tebak—apakah dr. Jusuf sengaja melakukannya atau atas kuasaku sebagai penulis kisah ini? Andriana mulai risau, perasaannya sudah tak bisa dia tahan sendiri. Jarak bukan teman baiknya.

“dr. Jusuf salah. Terapi yang dokter lakukan akan sia-sia, cara ini akan jadi bumerang untuk dokter dan tidak akan berhasil. London tempat yang sangat jauh untuk bersembunyi. Aku juga tidak akan mencari dokter. Itu terlalu jauh. Jarak bukan teman baikku”.


Ini tekad Andriana, sebelum dr. Jusuf membalas pesannya dia tidak akan mengirim pesan lagi untuk dr. Jusuf. Meski ini sangat menyiksa Andriana tapi aku sebagai penulis kisah ini punya kuasa atas nasib tokoh yang aku ciptakan. Andriana tidak bisa melawan perasaan yang sudah ditanamkan dr. Jusuf. Neurosis yang dia idap kini sudah benar-benar hilang. dr. Jusuf berhasil melakukan terapi sialannya. Pikiran Andriana sudah terpenuhi bayang-bayang dr. Jusuf dan jarak yang terbentang teramat jauh. Insepsi dari dr. Jusuf benar-benar kuat. Andriana tak cukup pintar untuk menghindar atau bahkan menghilangkan insepsi yang sudah sejak awal ditanamkan dr. Jusuf.

BERSAMBUNG...
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

BADAI NEUROSIS (Episode 5)


Bintang Venus bersinar lagi malam ini, berada di antara bintang-bintang yang sinarnya tidak terlalu terang. Tapi, masih sama—tidak ada yang mempedulikannya, kecuali Andriana. Malam itu Andriana terbangun ketika denting halus bintang jatuh terdengar di telinganya—bingung melihat selimut yang menyelimutinya ditambah dengan hilangya dr. Jusuf dari sampingnya. dr. Jusuf tertidur di kursi balkon hotel dengan buku catatan yang masih terpegang di tangan kanannya. Andriana tersenyum mengambil selimut yang baru saja meyelimutinya. dr. Jusuf terbangun ketika selimut menyentuh lehernya.

“Jangan tidur di sini, dok. Dingin”.

“Iya An, saya tertidur. Makasih selimutnya” dr. Jusuf menegakkan badanya.

“Makasih juga dok” Andriana duduk di samping dr. Jusuf.

“Jam berapa ini An?”.

“setengah empat dok, kenapa emang?”.

“Oh enggak, nggakpapa, An”.

Aku bingung mengakhiri kisah ini. Andriana mulai gamang, pikirannya menggantung seperti mangga yang siap dipetik. dr. Jusuf juga—dia mulai menjauhi Andriana disaat cinta datang pelan menyapa Andriana. dr. Jusuf menganggap Andriana minim rasa dengannya. dr. Jusuf malu ketika Andriana mengetahui bahwa dr. Jusuf membohonginya soal terapi Neurosis yang dia lakukan secara diam-diam. Pagi menjelang subuh di balkon hotel adalah situasi yang tidak ingin dirasakan lagi oleh dr. Jusuf. Andriana sudah sejak awal mengetahui bahwa dr. Jusuf membohonginya soal hasil pemeriksaan Neurosis. Andriana sangat mengenal dr. Jusuf, seantero Jakarta tahu sepak terjangnya di dunia kedokteran.

Andriana perempuan cerdas. Mengajak dr. Jusuf ke Gili Trawangan bukan tanpa alasan. Harapan Andriana atas terapi khas dr. Jusuf terpenuhi. Pagi setelah pembicaraan mereka di balkon hotel. dr. Jusuf memilih pulang ke Jakarta lebih dulu, untuk menghindari pembicaraan yang makin menjadi-jadi. Tapi, Andriana salah.  justru Andriana masih ada dalam permainan khas dr. Jusuf. Terapi masih terus berjalan meski dr. Jusuf sudah tidak berada di sampingnya. Andriana tidak menyadari, ini adalah saat dimana dr. Jusuf leluasa menanam semua tentangnya di pikiran Andriana. Terapi akhir khas dr. Jusuf sebelum Andriana benar-benar sembuh.

Seminggu setelah kejadian di balkon hotel, pertanyaan besar Andriana mulai memenuhi ubun-ubun dan hampir pecah. Pikiranya tentang dr. Jusuf mulai benar-benar jatuh tertanam. Tidak tahu berawal dari mana—ini artinya dr. Jusuf berhasil dan Andriana masih belum menyadarinya. Pesan yang dikirim Andriana belum juga terbalas. Kamu tahu aku sengaja membuat dr. Jusuf tidak membalas pesan dari Andriana. Semakin Andriana penasaran semakin banyak pertanyaan yang muncul, semakin banyak pertanyaan yang muncul semakin banyak yang tidak terjawab. Semakin kesemakinan itu menjadi-jadi, dr. Jusuf akan menampakkan dirinya lagi

BERSAMBUNG...
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

BADAI NEUROSIS (Episode 4)


Cicak di plafon hotel makin bertambah ketika malam mulai meninggi. dr. Jusuf dan Andriana masih berbaring di karpet merah. Telinga mereka bersentuhan, kali ini bukan bintang atau bulan yang mereka bicarakan. Tapi, cicak. Telunjuk mereka tertuju pada sepasang cicak yang berdekatan dan saling mendekat, seperti seorang kekasih yang bertemu setelah sekian lama menjalin hubungan jarak jauh—LDR.

Ini hari terakhir Andriana mengambil cuti. Tidak ada kekhawatiran dari Andriana untuk bergegas kembali ke Jakarta. Terapi yang dilakukan dr. Jusuf hampir berhasil, dan sampai sekarang Andriana belum curiga. dr. Jusuf tinggal menanamkan cara agar Andriana mengelola rasa khawatirnya terhadap penyakit yang menghantuinya. Karena jika Andriana masih terus saja berpikir bahwa dia mengidap Neurosis, terapi yang dilakukan dr. Jusuf akan menjadi sia-sia. dr. Jusuf sedang berusaha menanamkan rasa empati dan simpati ke dalam tubuh Andriana.

dr. Jusuf hanya butuh seseorang sebagai pantulan agar Andriana terus mengingat seseorang itu hingga dia melupakan Neurosisnya. Tapi nihil, dr. Jusuf tidak menemukan satu orang-pun dari masa lalu Andriana yang bisa membuatnya lupa terhadap Neurosis yang dia idap. Hanya ada orang tua, keluarga dan kerabat. Andriana sangat tertutup untuk masalah ini. Masa lalu baginya adalah kegagalan—kegagalan yang membuatnya enggan.

“An?”

“Iya, dok?”

“Kenapa kita masih di sini? Bukankah ini hari terkahirmu cuti?”

“Ini Gili Trawangan, dok. Aku masih ingin berlama-lama di sini”.

“Lalu, pekerjaanmu?”.

“Jangan khawatir, dok. Nggak bakal mempengaruhi kinerja kantor kalau tidak ada saya disana. Lagian dokter juga kan yang memintaku mengambil cuti kerja dan pergi berlibur?”.

Suasana tenang sesaat. dr. Jusuf hanya tersenyum, jari-jarinya beradu di atas dadanya. Andriana memutuskan untuk memperpanjang liburannya di Gili Trawangan selama dua hari. Memberikan waktu lebih untuk dr. Jusuf menyelesaikan pekerjaannya. Andriana tertidur. dr. Jusuf menatapnya manis lalu mengambil selimut untuknya. Sengaja dr. Jusuf tidak memindahnya ke atas kasur, karena takut membangunkannya.

dr. Jusuf duduk di balkon hotel. Menikmati deburan angin laut dan suara ombak yang lirih terdengar. Dia mengambil buku catatannya lalu mulai menulis. “Aku membenci waktu yang terlewat begitu cepat saat rasa membaginya denganku. Terlebih aku sangat benci ketika waktu terasa begitu lambat ketika rasa melukaiku” –Gili Trawangan (00.09) 


Dalam batas buritan, Andriana seperti berada pada satu titik yang membuatnya bingung. Ketika masa lalunya meninggalkannya, ketika masa lalunya pergi tanpa izin lalu datang lagi ketika izin itu diterima dan sudah tidak berlaku lagi untuk Andriana. Terlebih ketika angin buritan menusuk tulang yang mengalami kerusakan hebat. Tulang-tulang Andriana mengeras ketika lelaki dari masa lalunya datang tanpa salam, membawa seorang perempuan di belakangnya, mengenalkannya pada Andriana. Kamu tahu siapa yang aku maksud. Andriana terkapar setelah kejadian itu. Dia mulai yakin bahwa kegagalan adalah hal yang tidak bisa dirubah. Seperti aturan tuhan yang pantang untuk dilanggar. Keyakinnanya justru membunuh perasaan yang tak lagi merasa. dr. Jusuf paham akan hal ini, sebagai seorang psikiater tidak susah menebak suasana hati seseorang hanya dari tatapan mata dan gerak-gerik. Kini tugasnya hanya satu, membuat Andriana mencintainya.

BERSAMBUNG...
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

BADAI NEUROSIS (Episode 1)


“Alhamdulillah ketakutan anda tentang Neurosis tidak terbukti, tidak ada masalah dengan mental anda. Stress yang anda alami murni karena anda kelelahan secara fisik dan pikiran. Jadi saya anjurkan anda untuk mengambil cuti dari pekerjaan anda selama 3-5 hari untuk memulihkan keadaan anda”. Seorang dokter menjelaskan hasil pemeriksaan pasien.

“Terimakasih dok. Apakah saya harus benar-benar istirahat total selama saya cuti dari pekerjaan saya?”.

“Saran dari saya, gunakan satu atau dua hari untuk mengistirahatkan tubuh anda. Tidur yang cukup, perbanyak makan buah dan sayur. Hindari penggunaan ponsel terlalu lama, paparan sinar dari layar ponsel dapat membuat mata anda merah dan cepat kelelahan”.

“Satu—dua hari? Jadi setelahnya saya harus apa dok?”.

“Sisanya anda bisa menggunakan waktu anda untuk merefresh pikiran anda dengan berlibur ke tempat-tempat yang anda sukai atau yang belum anda datangi. Tempat-tempat baru akan membuat otak anda tenang dan relaks”.

“Oke, kalau begitu. Saya pamit pulang dulu. Terimakasih untuk pemeriksaannya hari ini, dok”. Perempuan itu bersalaman, tersenyum lalu pergi, dengan membawa kartu nama dokter yang memeriksanya.


Ada seorang dokter yang menemukan millenium baru dari pekerjaanya, dr. Jusuf adalah dokter sekaligus seorang psikiater yang mempunyai cara tersendiri dalam menyembuhkan pasiennya. Andriana adalah pasien yang baru saja mendatangi dr. Jusuf. Andriana merasa mengalami gejala Neurosis. Andriana mengatakan pada dr. Jusuf bahwa dia merasa  lemah dan kurang fit, mudah letih, kurang semangat, bermalas-malasan, sesak nafas, dada rasa tertekan, panik, berkeringat dingin, gangguan pencernaan, tidak nafsu makan, tangan gemetar, sering kencing, serta sakit kepala, perut, atau dada. dr. Jusuf paham betul bahwa itu semua memang gejala Neurosis. dr. Jusuf juga paham bahwa penderita Neurosis tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit dan orang yang mengalaminya masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari. dr. Jusuf menjelaskan bahwa William Cullen mengartikan neurosis sebagai gangguan perasaan dan gerakan yang disebabkan oleh kelainan saraf. dr. Jusuf sengaja berbohong mengatakan pada Andriana bahwa kekhawatirannya akan Neurosis tidaklah benar.

BERSAMBUNG...
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

BADAI NEUROSIS (Episode 2)


Ini adalah awal dari pertemuan mereka berdua. Andriana mengidap penyakit mental—Neurosis, namun dr. Jusuf merahasiakannya. dr. Jusuf selalu punya cara unik untuk menyembuhkan pasiennya. Dia menganggap seorang pasien tidak boleh tahu penyakit yang mereka idap sebelum pasien itu sembuh dari penyakitnya. Bagi dr. Jusuf ketika seorang pasien sudah lebih dulu mengetahui apa penyakit yang diidap, itu akan memperlambat penyembuhan penyakit karena jatuhnya mental dan pengaruh otak yang sudah dibayang-bayangi rasa sakit. dr. Jusuf menemukan cara ini sudah lama. Cara dr. Jusuf ini hanya bisa dipakai untuk pasien yang mengalami penyakit mental atau psikis. Bagi dr. Jusuf setiap cara bisa dipakai untuk menyembuhkan seorang pasien, asalkan tidak menyakiti pasien. Karena yang bisa menyembuhkan hanya tuhan, dokter adalah perantaranya.

Andriana mengiyakan saran dari dr. Jusuf untuk mengambil cuti dari pekerjaannya. Hari ke dua cuti, Andriana mengirim pesan untuk dr. Jusuf.

“Apakah dokter bersedia menemani saya berlibur?” (10.23).

“Kenapa harus saya, An?” (10.26).

“Karena dokter yang menyarankan saya untuk cuti dan berlibur. Jadi dokter harus bertanggung jawab untuk menemani saya” (10.27).

“Hmm, oke. Memang mau berlibur kemana?” (10.32).

“Gili Trawangan, dok” (10.33).

dr. Jusuf belum membalas—menatap layar handphonenya. Sudah setangah jam sejak Andriana mengirimkan pesan terkahirnya. Andriana masuk dalam skenario yang dia buat. Tapi ini terlalu cepat. dr. Jusuf belum menyiapkan segala aspek untuk terapi penyembuhan Neurosis yang diidap Andriana. dr. Jusuf masih mencaritahu segala sesuatu tentang Andriana mulai dari keluarga sampai pekerjaan. Tapi ini kesempatannya, biasanya dr. Jusuf yang mengajak pasienya untuk berlibur dan menjalankan proses terapi secara pelan dan diam-diam. Sampai sembuh—hingga terkadang pasien dr. Jusuf  jatuh cinta padanya.

“Oke, saya terima tawaranmu. Mau berangkat kapan?” (11.05).

“Jam 10—besok pagi. Aku tunggu di Bandara” (11.07).


“Oke”. (11.08).

BERSAMBUNG...
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.