Friday, March 26, 2021

dari sudut ketiak kiri


 

Tahukah kamu, di ketiak kirimu ada sebuah tombol untuk membuka sebuah portal. Letaknya kira-kira dua jari jika diukur dari bagian atas, batas antara ketiak dan lengan. Biasanya tombol itu aktif setelah pukul dua belas malam, aku sendiri belum pernah berhasil membukanya, ada sebuah pola yang katanya tiap hari berganti, pola itu adalah kunci untuk membukanya. Kadang aku juga melihat pola kunci itu berganti dengan pola angka.

Aku pernah mendengar kabar dari orang-orang asing, bahwa pintu itu akan terbuka ketika ketiakmu penuh keringat dan memancarkan bau tidak sedap, lalu sempat kupikirkan, siapa yang berkeringat pukul dua belas malam? Aku tidak pernah olahraga pada jam-jam itu. Konon ketiak yang basah membantu melumasi mur-mur pada pintu itu agar mudah terbuka, maklum pintu itu sudah berusia ratusan tahun, bahkan sudah ada jauh sebelum kita dilahirkan.

Ibuku bilang, dulu pernah ada legenda dari Kerajaan Kutai yang berhasil membuka pintu itu, ia bekeringat karena meniduri 1500 pelayan sebelum pukul dua belas malam, namun legenda itu tidak pernah kembali. Dari kejadian itu orang-orang meyakini bahwa pintu itu adalah portal menuju surga. Orang-orang mulai mencoba mengikuti jejak legenda itu, namun sayangnya tidak ada yang berhasil meniduri lebih dari satu orang, rata-rata mereka keok sebelum lima menit. Tidak ada pria lain yang berhasil melewati pintu itu selain sang legenda, Pangeran dari Kerajaan Kutai.

Konon, ada kabar liar yang mulai jadi bahan pembicaraan, bahwa pintu itu dijaga oleh para pelayan perempuan. Para pelayan itu tidak akan membiarkan para pria berkeringat, pelayan-pelayan itu dilatih untuk menaklukan para pria kurang dari tiga menit. Sehingga jika ada seseorang yang bisa melewati pintu itu berarti ia adalah orang yang terpilih dan layak.

Pria-pria tidak bisa sembarangan meniduri para perempuan, meskipun mereka berkeringat, jika perempuan yang ditiduri bukanlah pelayan yang ditunjuk, keringat itu akan menjadi sia-sia. Pelayan-pelayan itu memiliki ciri, mereka memiliki tanda dua titik merah di pergelangan tangan kirinya. Katanya tanda itu akan membantu para pria untuk membuka pintu dengan menempelkannya pada ketiak kiri. Para pelayan tersebar di berbagai penjuru negeri, mereka menyamar, ada yang menyamar menjadi CEO sebuah perusahan ­startup, ada juga yang menjadi Walikota, hingga menyamar sebagai polisi.

Sebelum bertugas mereka diberi pilihan untuk bisa menyamar sebagai siapapun kecuali menyamar sebagai pekerja seks komersial, karena dengan menyamar sebagai PSK mereka akan mudah terlihat, dan pintu akan mudah terbuka. Mereka harus menyamar sebagai seseorang yang sulit didekati.

Tujuh belas abad kemudian legenda dari Kerajaan Kutai itu ditemukan di sebuah pantai di selatan Pulau Kalimantan, ia kebingungan, nelayan menemukannya dalam keadaan telanjang bulat. Berita ini menggemparkan bukan hanya di dalam negeri, namun seluruh dunia. Rumor tentang keberadaan sebuah portal di ketiak kiri para lelaki menjadi hangat dan kembali dibicarakan. Adalah seorang peneliti muda yang pertama kali menulis argumen itu pada sebuah portal berita online. Banyak yang menganggapnya hanya sekadar racauan belaka, namun lebih banyak yang meyakini bahwa itu adalah kebenaran yang selama ini coba ditutupi oleh orang-orang yang hidup sebelum generasi ini.

Pangeran dari Kerajaan Kutai itu hanya terlihat sekali, setelah orang-orang perwakilan pemerintah menjemputnya, tidak ada lagi yang mengetahui keberadaan Sang Pangeran, spekulasi bermunculan, media-media online menulis kemungkinan keberadaannya. Yang paling logis, pangeran itu kini menjadi aset negara, dan ia mungkin sedang diinterogasi. Hingga hampir sepuluh tahun setelah kejadian, tidak ada yang tahu di mana keberadaannya.

Di tahun kesepuluh, seorang aktor baru dipromosikan pada sebuah film hasil rumah produksi yang pertama kali mempopulerkan  nama Reza Rahadian. Namanya Zahid Paningrome, ia lebih tampan dari Reza Rahadian, lebih jago dalam berakting daripada Reza Rahadian. Film debutnya bercerita tentang keadaan bumi di tahun 2050 yang mulai sepi, karena lebih dari 50% penduduk bumi sudah pindah ke planet mars. Hanya tersisa penduduk miskin yang harus berjuang hidup di lingkungan yang sudah tidak lagi sehat karena racun akibat limbah produksi yang tidak lagi terkontrol.

Para penduduk miskin diberi kesempatan untuk bisa tinggal di mars dengan biaya gratis. Syaratnya harus mengikuti sebuah pelatihan di dalam camp yang dibangun oleh negara. Camp-camp itu menyiapkan seseorang untuk diberangkatkan ke planet mars menjadi tentara yang memetakan planet mars, planet itu masih harus dipetakan karena tergolong baru untuk ditempati. Orang-orang yang masih tertinggal di bumi tidak menyangka bahwa jumlah penduduk miskin hampir sama dengan jumlah penduduk tidak miskin yang mampu membeli tiket sekali jalan ke planet mars.

Film itu memenangkan banyak kategori di Festival Film Indonesia, termasuk aktor terbaik untuk penampilan outstanding dari debut Zahid Paningrome, film terbaik, sinematografi, sutradara, skenario asli, tata suara, tata musik, dan efek spesial terbaik. Film itu bahkan mewakili Indonesia di ajang Academy Award sebagai Best Foreign Film dan berhasil lolos hingga lima nominasi terakhir di malam puncak, meskipun tidak membawa piala botak itu.

Sejak Zahid Paningrome mulai mendapatkan sorotan orang-orang mulai curiga bahwa dirinya adalah pangeran dari Kutai yang sepuluh tahun lalu ditemukan, paras tampannya persis, membuat orang-orang semakin yakin bahwa ia dan pangeran itu adalah orang yang sama.

Zahid Paningrome yang selalu ditanyai fakta itu dalam setiap kesempatan wawancara menolak untuk menjawab, ia hanya diam dan meminta untuk mengajukan pertanyaan lain. Hal itu semakin membuat masyarakat yakin bahwa dirinya adalah pangeran Kutai yang hilang itu.

Karena warga merasa ada keanehan, dan yakin 100% bahwa ada fakta dan kebohongan yang coba ditutupi, mereka melakukan protes dengan turun ke jalan, aliansi pembela kebenaran terbentuk dan mereka bertelanjang dada untuk melakukan protes itu, pria dan perempuan turun ke jalan, memamerkan ketiak kiri mereka yang berkeringat. Media internasional memberitakan anomali unik itu, hingga hampir enam bulan lamanya protes itu selalu digelar hampir setiap hari. Protes itu selalu berjalan damai, tidak ada alasan bagi pihak kepolisian untuk membubarkan. Selama enam bulan juga tidak ada jawaban yang memuaskan mereka. Zahid Paningrome tetap diam, bahkan merilis film keduanya yang kali ini ia tulis dan ia sutradarai.

Sejak pertama kali poster film itu dirilis, film itu langsung jadi pembicaraan. Seakan menjawab para demonstran yang melakukan protes. Film itu berjudul dari sudut ketiak kiri, bertahan di bioskop selama lebih dari dua bulan. Film itu menjawab seluruh pertanyaan orang-orang tentang kebenaran kisah portal pada ketiak kiri. Meski film itu tidak sesukses film pertama Zahid Paningrome dalam urusan penghargaan, namun film itu memecahkan film Box Office Indonesia hampir sebelas kali lipat dari film paling laris sebelumnya.

Film itu membicarakan hal-hal yang lama diyakini banyak orang, seperti rumor tentang pelayan perempuan dan tanda dua titik merah di pergelangan tangan kiri. Banyak orang mulai mencurigai para Polwan, CEO dan Walikota perempuan, film itu bahkan memberitahu dengan detail bagaimana cara membuka portal itu dengan menaruh adegan di ending. Adegan itu sangat ekonik dan terus dibicarakan, lima ratus pasangan bercinta di jalanan sebelum pukul dua belas malam hingga berkeringat. Lalu film itu berakhir dengan cahaya terang muncul dari langit dan seeorang pria dengan jubah putih berambut gondrong turun ke bumi.

Para demonstran yakin itu adalah cara Zahid Paningrome berkomunikasi dan menjawab bahwa rumor tentang dirinya yang seorang pangeran dari Kerajaan Kutai adalah benar adanya. Mereka melakukan protes lagi, dan turun ke jalanan, kali ini dengan jumlah masa dua kali lipat lebih banyak. Dan mereka bercinta bersama-sama di jumat yang dingin satu jam sebelum pukul dua belas malam.

Adegan itu direkam oleh banyak mata kamera, bahkan tanpa menunggu lama sudah tersedia di situs video dewasa seperti pornhub. Dari kejadian itu orang-orang mulai sadar bahwa ternyata banyak pejabat dan orang penting yang juga mempercayai rumor dan cerita melegenda itu. Terlihat banyak menteri, pejabat daerah, para polisi dan CEO perusahan startup yang ikut turun ke jalan untuk bercinta dan bertukar pasangan. Mereka saling memberi semangat untuk tetap bertahan agar mencapai orgasme bersama-sama. Teriakan untuk menahan menggema di langit-langit.

Mereka meneriakkan sumpah serapah saat mulai merasakan orgasme hebat, keringat mulai membasahi tubuh para demonstran, menempel dari satu tubuh ke tubuh lainnya, di antara mereka ada para perempuan yang menempelkan pergelangan tangan kirinya pada ketiak kiri para pria. Makin lama adegan itu makin tidak terkendali, orang-orang mulai lupa pada tujuan awal, mereka memuaskan diri sendiri dengan terus bercinta sampai orgasme berkali-kali.

Tepat jam dua belas malem terdengar dentuman keras yang membuat para demonstran berhenti bergerak, seperti sebuah patung selamat datang. Mereka saling bertanya dari mana datangnya suara dentuman itu, keadaan menjadi hening, seperti pagi dingin sebelum azan subuh terdengar. Lima menit kemudian dentuman kedua, lebih keras dari dentuman pertama, mengangetkan semuanya. Mereka menyadari bahwa suara dentuman itu terdengar dari langit malam. Mata mereka tertuju pada satu titik di langit, sesuatu yang sangat terang muncul membuat mata-mata menghindar untuk langsung melihatnya, beberapa dari mereka menahan cahaya itu dengan tangan agar tak langsung menerpa mata. Banyak juga di antara mereka yang tetap menatap cahaya terang itu dengan mata terbuka.

Orang-orang mulai memberi ruang mendarat untuk cahaya yang mulai melebar. Cahaya itu seperti cahaya senter yang ditumpahkan ke dinding-dinding. Di dalam kepala mereka muncul pertanyaan yang sama, dengan senyum yang sumringah, apakah ini jawabannya.

Seseorang dari demontran menginjakkan kaki pada cahaya yang menempel di aspal hitam, demonstran itu mulai melayang, kakinya tidak lagi menapak pada jalanan. Ia terbang pada alur cahaya itu meunju ujungnya lalu menghilang. Yang lainnya saling menatap, lalu satu persatu mengikutinya, masuk ke cahaya itu, melayang—terbang lalu hilang. Sampai pada orang terakhir, cahaya terang itu pelan-pelan naik dan ikut menghilang.

Jalanan kembali sepi, menyisakan cairan-cairan yang keluar dari kelamin para demonstran, membanjiri jalanan seperti banjir setiap awal tahun di ibu kota.


Semarang. 27 Maret 2021

dari sudut ketiak kiri oleh Zahid Paningrome

 

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Sunday, March 7, 2021

para pria bangsat


 

Temanku diperkosa. Sungguh aku tidak bisa lagi menyusun kalimat pembuka selain itu. Awal Februari temanku diperkosa, dan orang pertama yang ia ceritakan tentang masalah ini adalah aku, ia baru menceritakannya sekitar seminggu yang lalu, kira-kira hampir sebulan setelah kejadian itu. “Diperkosa” adalah kata yang tepat untuk menggambarkan kejadian itu, meski temanku ini membuka cerita dengan “aku dilecehin sama orang,” tentu aku tidak mencari detail dari peristiwa itu. Untukmu belajar juga, jangan bertanya tentang detail pemerkosaan pada korban, selain itu bukanlah hal bijak, sebenarnya juga tidak perlu ditanyakan.

Ini bukan cerpen, semua hal yang aku ceritakan adalah realita sesungguhnya, ini benar-benar terjadi, dan aku merasa perlu menceritakan ini. Malam itu, kami makan sate taichan di konicipi daerah Bergota, kalau kamu tahu, lalu menikmati kopi di Lika-Liku daerah Veteran. Waktu itu sudah jam sembilan, dan kami mencari tempat ngobrol yang paling tidak, tutup jam sebelas malam, karena kebijakan pemerintah tentang PPKM yang mewajibkan usaha untuk tutup lebih awal dari jam operasional biasa.

Malam itu adalah pertemuan kami secara langsung untuk kedua kalinya, kami saling mengenal setahun lebih dan hampir tidak pernah bertemu. Entah kenapa, ada energy yang menggerakkanku untuk bertemu perempuan ini. Pertemuan kami terjadi hari rabu di canofee daerah tembalang, kalo kamu tahu. Lalu pertemuan kedua terjadi tiga hari setelahnya, malam minggu. Temanku ini belum menceritakan masalah itu sampai kami memutuskan untuk pulang tepat di jam sebelas malam, karena para pekerja sudah mengingatkan kami bahwa coffeeshop itu akan tutup dalam lima belas menit lagi.

Aku tidak akan menceritakan latar belakang temanku ini, di mana dia tinggal, dan sebagainya. Aku ingin siapapun yang membaca ini fokus pada inti yang ingin aku sampaikan. Kira-kira sepuluh menit sebelum sampai di tempatnya, di atas montor malam itu, ia mendekatkan diri, ucapnya pelan, tapi aku masih sanggup mendengar. Aku masih ingat suaranya bergetar malam itu, ia nyaris tidak jadi menceritakannya. Namun pada akhirnya ia cerita, dan kecepatan montor berkurang saat ia memberitahuku, aku bahkan tidak sadar bahwa kecepatan laju montorku berkurang. Aku shock. Ada amarah membuncah.

Seolah, cerita dia adalah jawaban tentang suatu energy yang membawaku bertemu dengannya. Aku seringkali mengalami hal-hal aneh seperti ini. Seolah ada kekuatan dari alam lain yang ingin aku mendengarkan cerita orang, bukan hanya sekali ini. Aku bahkan hampir tidak bisa menghitungnya.

Aku ingin menggambarkan keadaanku saat ia menceritakannya, namun saat menulis ini pun aku menahan tangis, karena tiap kali seorang perempuan menceritakan pengalamannya dilecehkan oleh pria, aku selalu teringat kembaranku di rumah yang juga seorang perempuan, rasanya menyakitkan. Kupikir ia baik-baik saja, tapi seperti perempuan lain yang menceritakan kisahnya padaku, mereka menutup diri dan terlihat baik-baik saja, padahal ada hal buruk yang membuatnya hancur, di dalam.

Aku tidak akan menyebutkan namanya, aku ingin kamu memahami apa yang akan aku sampaikan. Perempuan ini masih menyimpan semua chat dari pria itu, yang pada awalnya aku menyarankan untuk memblokir dan berusaha menjauh, karena aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaannya jika pria itu masih tanpa malu menghubunginya. Namun dia punya alasan kuat mengapa ia tidak melakukan itu, ia menyimpan semua foto hasil kekerasan yang dilakukan pria itu, iya, pria itu melakukan kekerasan, makin melihat fakta-fakta itu aku makin terdiam, ia terus menceritakannya.

Di satu titik, aku benar-benar makin terdiam, jantungku berdebar hebat, ia cerita dengan menahan tangisnya, bahwa pria itu mengancam jika dirinya melawan atau berteriak pria itu akan mengeluarkannya di dalam. Di titik cerita itu, aku sadar, ia diperkosa. Aku tidak bisa berbuat banyak, aku menahan diri untuk memeluknya, aku tidak bisa melakukan itu. Aku berusaha membuatnya tenang, mengelus lengan dan punggungnya, ia masih menahan tangis meski pada akhirnya tangis itu pecah juga. Berulang kali aku menghapus air mata itu. Dan aku hampir tidak percaya bahwa air mataku akhirnya keluar juga.

Ada penyesalan darinya bahwa ia menceritakan kejadian itu padaku, ia tidak ingin terlihat menangis di depan orang lain. Aku tidak banyak mengeluarkan kata-kata, selain meminta ia menunjukkan pria itu. Aku tahu namanya, aku tahu Instagram dan twitternya. Tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa sampai tulisan ini ditulis, dan aku membenci itu, aku membenci saat aku tidak bisa melakukan apa-apa, meski sebetulnya aku sangat mungkin mengkonfrontasi pria itu. Tapi untuk apa? Perempuan itu bahkan lebih kuat, ia tidak ingin membahasnya dan menganggapnya sebagai angin lalu, meski aku percaya ia sedang menyiapkan sesuatu untuk menyerang balik pria itu.

Sebelum aku pulang, aku mengatakan padanya untuk tidak “menyebur ke kolam” karena akibat dari kejadian itu, ia menganggap dirinya hina, ia lalu memahami dirinya sebagai perempuan gampangan dan murahan. Aku marah mendengar itu, tapi kutahan. Aku bilang bahwa kejadian ini bukan salahnya, dan seperti hal yang pernah kulakukan pada setiap perempuan yang menceritakan hal serupa, aku mengatakan padanya, bahwa ponselku 24 jam aktif jika ia memerlukanku. Saat itu jam 12 malam, dan aku pulang dengan kenyataan pahit yang baru aku dengar, laju montorku tidak secepat biasanya, aku memikirkan semuanya, aku memikirkan jika kejadian itu terjadi pada kembaranku.

Kadang aku berpikir mengapa aku sering mendengar cerita-cerita semacam ini, sudah terlalu banyak, dan aku tidak sanggup menanggungnya, aku cerita kepada beberapa teman dan rasanya kurang, aku hanya ingin menetralkan kepalaku, agar tak meledak dan menyerang diriku sendiri, termasuk aku cerita pada ibuku, namun energy itu masih membuatku kalut, berhari-hari aku memikirkannya, berhari-hari aku berusaha menemaninya.

Tulisan ini dibuat sebagai kopingku, sudah saatnya cerita-cerita itu keluar dari kepalaku, sepanjang maret ini, aku akan menceritakan semuanya, supaya kita sama-sama mengerti bahwa ada banyak pria bangsat dengan kedok-kedok serupa, supaya kamu para perempuan yang membaca ini mengerti bagaimana tingkah laku pria sesaat sebelum kemungkinan hal itu terjadi.

Awalnya temanku ini mengalami musibah, montornya tidak bisa menyala, dan ia meminta tolong pria itu. Pria itu sigap menolong, membawanya ke bengkel, karena pengerjaan kerusakan montor tidak bisa ditunggu cepat, pria itu mengajak temanku ke kosnya untuk menunggu. Dan di sana hal itu terjadi. Aku sama sekali tidak memberikan judgement apa-apa sata kudengar kenyataan itu darinya, namun dari cerita ini kita bisa sama-sama belajar; Jangan percaya pada seseorang yang mengajakmu ke “save placenya,” terlebih jika seseorang itu mengajak ke tempat yang tidak kamu ketahui. Ajak ke tempat netral; tempat yang ramai, tempat yang di sana bukan hanya ada kamu dan orang itu.

Jangan merasa gak enakan, tolak aja. Biasanya pria seperti itu masih akan berusaha sampai hal yang diinginkan berhasil ia capai, saat itu terjadi jangan biarkan siapapun berhasil menguasaimu, memanipulasimu. Biasanya jika ditolak para pria bangsat ini akan bermain kasar entah fisik atau verbal, kamu harus siap itu. Dan jika itu terjadi tinggalkan dia, atau lari dan teriak sekencang mungkin. Jangan takut!

Aku paham polanya, aku belajar dari banyak cerita serupa yang aku dengarkan. Tidak berpikir negatif memang tidak salah, tapi menjaga diri dari segala kemungkinan sungguh sangat diperlukan.

 

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Saturday, March 6, 2021

pagi yang tegang


 

“for me, it's an absolute win, honey.”

“No! Kamu harus coba gendar pecel, War.”

“Gak perlu, Tania, ini udah tinggi banget standardnya.”

“Ini gendar pecel langganan ibu aku, bahkan sejak aku belum lahir.”

“Oh really? Can you explain? Gimana rasanya?”

“No…”

“Ah! Na na na! Kalo gak bisa kamu jelasin dalam cara yang mudah dimengerti berarti gak seenak itu.”

“Yes I know, makanya aku milih ngajak kamu untuk rasain langsung. Can we?”

“Hmm…”

“Being fair, come on, itu kan yang selalu kamu bilang ke orang-orang. Adil sejak dalam pikiran.”

“Yeah, Pram… Oke let’s go. Tapi kamu yang nyetir ya.”

“No problem.”

Hari itu udara masih sangat segar, minggu yang sejuk untuk memulai aktifitas. Keduanya beranjak dari meja makan, setelah perdebatan mereka tentang pecel yang baru saja dibawa Anwar setelah ia menyelasaikan olahraga paginya.

“Mau ngapain?” tanya Anwar melihat Tania mengambil kunci mobil.

“Ke pasar, kan?”

“Naik montor aja, udaranya seger banget ini.”

“Ah, ini mah aku dikerjain, kan kamu tau aku gak terlalu bisa naik montor,” keluh Tania, mengembalikan kunci mobil, lalu mengambil kunci montor di tempat yang sama.

“Come on, kamu bisa. Pelan-pelan aja,” Anwar meyakinkan Tania, ia merangkul pundak Tania.

“Kenapa gak sekalian naik sepeda?” tanya Tania setengah kesal.

“Oh mau?”

“Eh enggak-enggak. Udah ayok,” Tania sudah berada di atas vespa matic warna kuning yang setengah tahun lalu dibeli oleh Anwar karena warnanya imut.

“Yes, kalo gini kan aku jadi bisa meluk kamu,” Anwar membonceng, memeluk Tania dari belakang.

“Ishh jangan gitu, nanti oleng.”

“Ih biar lah, kapan lagi, kan,” seperti pasangan yang baru dimabuk cinta, Anwar menempelkan pipinya pada punggung Tania, tetap memeluk sampai keduanya sampai di pasar yang letaknya tak jauh dari rumah mereka.

Tania memakirkan montor, pasar sudah ramai saat keduanya datang, deretan montor yang terpakir sampai ke badan jalan, para pedagang yang tidak menetap di dalam pasar menggelar dagangannya di depan, nyaris mendekati jalan besar.

“Orang pada ngelihatin montor imut kamu,” Tania membentuk tanda petik pada jarinya untuk menegaskan kata imut yang baru saja ia ucapkan.

“Lah, memang imut, kan,” jawab Anwar mengikuti Tania sambil sesekali melihat vespa kuningnya.

“Orang pasti juga gak terima kalo kuning itu warna imut, top of mindnya pasti warna kotoran,” Tania mempercepat langkahnya.

“Nah itu, eek itu imut.”

“Mana ada orang ngeliatin kotorannya sendiri waktu berak di kamar mandi,” Tania menahan tawa.

“Ada… Aku!” ucap Anwar bangga, Tania menampar pundak Anwar—setelah gagal menahan tawa.

Meski Anwar sering menemani Tania pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan yang akan ia masak, baru kali ini Anwar luluh untuk akhirnya membeli gendar pecel. Selama ini Anwar selalu menolak karena baginya pecel terbaik ya pecel pakai nasi, sederhana, tidak perlu dibuat aneh-aneh. Anwar ini memang pria yang aneh, namun karena keanehannya itu, Tania mencintainya lahir batin. Anwar tidak selalu setuju dengannya, dan itu adalah hal yang Tania sukai.

Bagi Anwar berjalan di tengah pasar, di antara keramaian dan berisiknya para ibu yang tawar menawar adalah sebuah pelarian paling menyenangkan, matanya terpuaskan oleh sayur-sayur hijau yang segar, juga buah-buah yang baru turun dari truk para petani yang mengantarnya langsung. Atau bau-bau ikan yang amis, kucing-kucing liar yang hidup bugar karena dipelihara oleh seisi pasar. Anwar seringkali mengelus kucing-kucing itu, meski seringkali juga Tania melarangnya. Bahkan kucing-kucing itu tampak mengenal Anwar, terlihat saat keduanya sampai di kios penjual gendar pecel dan kucing-kucing itu menempel pada kaki Anwar.

“Sayang,” ucap Anwar pada Tania, melihat kucing-kucing kecil di kakinya yang mulai menggeliat.

“Nih coba dulu,” Tania memasukan satu suapan gendar pecel langsung ke mulut Anwar tanpa aba-aba. Anwar tak sempat menghindar, ia kaget—melihat Tania seketika, lalu mulai mengunyah pelan-pelan. Tania benar-benar menatap Anwar tanpa cela, ia ingin melihat perubahan ekspresinya.

“I see an absolute win,” Tania tersenyum, melihat mata Anwar yang berbinar. Ia mengunyah pelan, seperti tidak rela gendar pecel itu habis di mulutnya. “Masih banyak, aku beliin kamu sekarung sekalian,” Anwar memeluk Tania sesaat kunyahan terakhir di dalam mulutnya. Dan seisi pasar melihat keduanya dengan senyum sumringah.

“ini yang namanya jatuh cinta pada kunyahan pertama. Jadi pengen kunyah kamu,” Anwar menggoda Tania, penjual gendar pecel itu tertawa.

“Husss,” pipi Tania memerah, keduanya meninggalkan kios itu setelah menyelesaikan pembayaran. Anwar menggandeng Tania. Jari-jemarinya bermain, terus menggoda Tania. “Heh jangan di sini... Nih kamu yang nyetir,” Tania memberikan kunci pada Anwar.

“Bisa bahaya ya kalo kamu yang nyetir,” ucap Anwar dengan tawa mesum yang membuat Tania tampak mulai tergoda.

“Bonceng juga bahaya,” Tania duduk dengan menempelkan dadanya pada punggung Anwar. Tubuh Anwar bergetar sesaat, ia menyalakan vespa itu dengan gerakan yang lambat, seolah tidak ingin sentuhan lembut itu berakhir cepat.

“an absolute win,” desis Anwar saat vespa mulai berjalan

“Apa?” Tania pura-pura tidak mendengar.

“Absoulute Win!” teriak Anwar, mendengar itu Tania makin memainkan dadanya pada punggung Anwar.

“Oh boy,” Anwar memacu vespanya, ia ingin cepat sampai rumah dan menyelesaikan pagi yang tegang dengan santapan terakhir yang tiada duanya.

Anwar buru-buru memakirkan vespa, mengambil gendar pecel dari tangan Tania, mengambil piring dan sendok. Mengucap doa sekenanya, lalu mulai memakan santapan di depan matanya, gendar pecel yang membuka cakrawala rasa yang selama ini tergembok dan tak tersentuh.



Semarang, 7 Maret 2020

 

 

 

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Tuesday, March 2, 2021

Seorang Pria yang Mati di antara Percakapan Kita



Aku mendengar percakapan lama kita 

di antara deru mesin 

yang lalu-lalang di jalan utama.


Musim hujan tahun lalu 

cerita-cerita ini kembali mengusikku. 

Ia seperti cambuk yang menghapus niat buruk manusia.


Kemarin jalanan basah, 

tak ada lagi air mata, 

semua tak terlihat, 

menyatu dengan aspal hitam. 


Hari ini, aku berada di antara keramaian 

seperti perperangan yang tak kunjung selesai 

karena konfliknya bahkan belum ditemukan.


Kupikir aku bisa berdiri kuat, 

mendengar semua cerita yang masih basah,

atau semua cerita yang menjadi kering, 

semua cerita yang lupa punya tuan.


Nyatanya aku sama saja, 

makin dalam aku merasuki cerita-cerita itu, 

aku makin tak merasakaan diriku sesungguhnya.


Saat cerita-cerita itu selesai, lalu pulang pada pemiliknya, 

aku akan tetap berdiri, sendirian, seperti sediakala, 

dan sama sekali tak tahu 

ke mana isi kepala ini harus muntah dan berlabuh.


Faktanya aku tak sekuat itu.

Seperti kamu; aku juga butuh aku.


aku yang dulu

aku yang semu

aku yang kini buntu



Semarang, 3 Maret 2021

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.