Hari-hari
tetap sama. Kebisingan di Kota Nanoi berubah tidak terkendali. Hilangnya tubuh
Arthur setelah kejadian hari itu, membuat Natalie bertanya-tanya. Natalie hanya
menemukan Rey, Anaknya yang tewas tergeletak dengan lubang bekas peluru tepat
di dadanya. Dan Charles, Komandan polisi kota yang tertancap pisau tepat di
Glabella. Matanya melotot dengan darah yang mengucur membasahi seluruh wajah.
Seluruh
penjuru kota siaga atas hilangnya Arthur. Para polisi kota berpatroli dengan
senjata laras panjang di lengan. Kekosongan pemimpin dalam tubuh organisasi
polisi kota, membuat banyak orang mengajukan diri untuk menggantikan posisi Charles.
Natalie masih bungkam. Para Anei mulai menekan dan memojokkan Natalie atas
kejadian berdarah di Balai Kota. Satu ponsel yang ditemukan Natalie di tempat
kejadian, mengindikasikan sesuatu.
Ana yang
mendengar kabar melalui koran kota, Was-Was. Ana tahu bahwa dalam kejadian itu
Arthur dan ayahnya terlibat. Sudah tiga hari tidurnya tidak nyenyak. Ayahnya
juga belum pulang sejak kejadian itu. Pesan Ana belum juga dibalas. Ponsel
Arthur dan Ayahnya juga tidak bisa dihubungi.
Lepas pantai Nanoi bagai badai yang berkecamuk di matanya. Air muka yang
terus membiaskan cahaya gelap mengartikan hal yang tidak ingin di alami Ana,
kehilangan dua orang yang paling berarti dalam hidupnya.
Seluruh
rumah diperiksa. Kegaduhan terjadi dimana-mana, siang-malam, sirine siaga satu
terus berkumandang di langit-langit kota. Mobil patroli terus berkeliling.
Sejak kejadian itu tidak ada sepi di Kota Nanoi. Tiga hari yang mencekam,
mencari Arthur yang bertekad menemukan dalang dibalik kematian Ayahnya.
Natalie
merahasiakan sebab hilangnya Arthur dari sorotan media setempat. Anak panah dan
bola mata Arthur yang terbelah buru-buru disimpannya. Simpang-siur warga kota
Nanoi mengenai Askar Kecha mulai merebak. Warga kota menyebut Askar Kecha
sebagai prajurit gelap, yang tidak pernah terlihat batang hidungnya. Hingga
tiga hari kejadian itu berlalu, Natalie masih belum memberikan keterangan atas
kejadian berdarah yang terjadi di Balai Kota. Sudah tiga hari Balai Kota terus
dikerumuni warga yang ingin mengetahui kabar kelanjutan kasus yang menggemparkan
seisi kota.
Para
Anei terus melakukan propaganda melalui koran kota, radio dan televisi. Memberitakan
hal negatif seputar kepemimpinan Natalie. Kaum miskin Kota Nanoi mulai
mempertanyakan kepemimpinan Natalie. Di lain sisi, kaum kaya mempertanyakan pemberitaan
Anei yang memojokkan Natalie. Wali Kota yang dipilih sendiri oleh Para Anei
untuk menggantikan Witson, Ayah Arthur.
Hari
ke lima setelah kejadian itu. Rey dan Charles di makamkan. Pemakaman dilakukan
di pusat kota, Natalie sengaja menunda pemakaman, sembari menunggu keadaan kota
sampai benar-benar terkendali. Hari itu tempat pemakaman di pusat kota ramai,
warga kota berdatangan sebagai bentuk bela sungkawa. Pemakaman dilakukan secara
terbuka dengan upacara khas kepolisian Kota Nanoi, sebagai bentuk penghormatan
terakhir. Charles dan Rey diberi gelar Anumerta. Meskipun banyak yang
mempertanyakan gelar yang diberikan Natalie.
Para
Anei masih melakukan propaganda atas pemberian gelar anumerta pada Rey, anak
Natalie. Para Anei beropini bahwa Natalie tidak berfikir ulang dalam memberikan
gelar pada anaknya yang tidak memberikan sumbangsih apapun untuk kota. Anei
menyebut, tidak ada alasan yang tepat dari Natalie untuk memberikan Rey gelar anumerta.
Natalie masih bungkam. Setelah seminggu kejadian berlalu, papan-papan iklan di
penjuru kota berubah menjadi foto Rey dan Charles, sebagai bentuk bela sungkawa
dan penghormatan terakhir atas jasa yang dilakukan keduanya.
Pencarian
Arthur dihentikan. Warga kota masih belum menyadari keterlibatan Arthur dalam
kasus yang sempat mengguncang Kota Nanoi. Natalie masih bungkam dan
merahasiakannya. Para Anei mulai menghentikan propaganda. Kegiatan kota mulai
berjalan seperti biasa. Ibu Arthur yang
menjadi petani sayur dan buah mulai merasa aneh. Arthur sudah lama tidak
pulang. Sudah lama juga Arthur tidak membantunya.
Kerisauan
dalam dirinya mulai mengganggu pikiran. Hari-hari yang dilalui menjadi tidak
biasa. Ada pertanyaan yang menggantung di keningnya, bagai buah apel yang siap
dipetik. Rumah jadi tempat pengasingan. Malam-malam yang dilalui bagai gelap
yang tidak kunjung usai. Sampai suatu malam ada yang mengetuk pintu rumahnya.
(BERSAMBUNG)
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar