Wednesday, June 8, 2016

Arthur #2 Eps. 1


Hari-hari tetap sama. Kebisingan di Kota Nanoi berubah tidak terkendali. Hilangnya tubuh Arthur setelah kejadian hari itu, membuat Natalie bertanya-tanya. Natalie hanya menemukan Rey, Anaknya yang tewas tergeletak dengan lubang bekas peluru tepat di dadanya. Dan Charles, Komandan polisi kota yang tertancap pisau tepat di Glabella. Matanya melotot dengan darah yang mengucur membasahi seluruh wajah.

Seluruh penjuru kota siaga atas hilangnya Arthur. Para polisi kota berpatroli dengan senjata laras panjang di lengan. Kekosongan pemimpin dalam tubuh organisasi polisi kota, membuat banyak orang mengajukan diri untuk menggantikan posisi Charles. Natalie masih bungkam. Para Anei mulai menekan dan memojokkan Natalie atas kejadian berdarah di Balai Kota. Satu ponsel yang ditemukan Natalie di tempat kejadian, mengindikasikan sesuatu.

Ana yang mendengar kabar melalui koran kota, Was-Was. Ana tahu bahwa dalam kejadian itu Arthur dan ayahnya terlibat. Sudah tiga hari tidurnya tidak nyenyak. Ayahnya juga belum pulang sejak kejadian itu. Pesan Ana belum juga dibalas. Ponsel Arthur dan Ayahnya juga tidak bisa dihubungi.  Lepas pantai Nanoi bagai badai yang berkecamuk di matanya. Air muka yang terus membiaskan cahaya gelap mengartikan hal yang tidak ingin di alami Ana, kehilangan dua orang yang paling berarti dalam hidupnya.

Seluruh rumah diperiksa. Kegaduhan terjadi dimana-mana, siang-malam, sirine siaga satu terus berkumandang di langit-langit kota. Mobil patroli terus berkeliling. Sejak kejadian itu tidak ada sepi di Kota Nanoi. Tiga hari yang mencekam, mencari Arthur yang bertekad menemukan dalang dibalik kematian Ayahnya.

Natalie merahasiakan sebab hilangnya Arthur dari sorotan media setempat. Anak panah dan bola mata Arthur yang terbelah buru-buru disimpannya. Simpang-siur warga kota Nanoi mengenai Askar Kecha mulai merebak. Warga kota menyebut Askar Kecha sebagai prajurit gelap, yang tidak pernah terlihat batang hidungnya. Hingga tiga hari kejadian itu berlalu, Natalie masih belum memberikan keterangan atas kejadian berdarah yang terjadi di Balai Kota. Sudah tiga hari Balai Kota terus dikerumuni warga yang ingin mengetahui kabar kelanjutan kasus yang menggemparkan seisi kota.

Para Anei terus melakukan propaganda melalui koran kota, radio dan televisi. Memberitakan hal negatif seputar kepemimpinan Natalie. Kaum miskin Kota Nanoi mulai mempertanyakan kepemimpinan Natalie. Di lain sisi, kaum kaya mempertanyakan pemberitaan Anei yang memojokkan Natalie. Wali Kota yang dipilih sendiri oleh Para Anei untuk menggantikan Witson, Ayah Arthur.

Hari ke lima setelah kejadian itu. Rey dan Charles di makamkan. Pemakaman dilakukan di pusat kota, Natalie sengaja menunda pemakaman, sembari menunggu keadaan kota sampai benar-benar terkendali. Hari itu tempat pemakaman di pusat kota ramai, warga kota berdatangan sebagai bentuk bela sungkawa. Pemakaman dilakukan secara terbuka dengan upacara khas kepolisian Kota Nanoi, sebagai bentuk penghormatan terakhir. Charles dan Rey diberi gelar Anumerta. Meskipun banyak yang mempertanyakan gelar yang diberikan Natalie.

Para Anei masih melakukan propaganda atas pemberian gelar anumerta pada Rey, anak Natalie. Para Anei beropini bahwa Natalie tidak berfikir ulang dalam memberikan gelar pada anaknya yang tidak memberikan sumbangsih apapun untuk kota. Anei menyebut, tidak ada alasan yang tepat dari Natalie untuk memberikan Rey gelar anumerta. Natalie masih bungkam. Setelah seminggu kejadian berlalu, papan-papan iklan di penjuru kota berubah menjadi foto Rey dan Charles, sebagai bentuk bela sungkawa dan penghormatan terakhir atas jasa yang dilakukan keduanya.

Pencarian Arthur dihentikan. Warga kota masih belum menyadari keterlibatan Arthur dalam kasus yang sempat mengguncang Kota Nanoi. Natalie masih bungkam dan merahasiakannya. Para Anei mulai menghentikan propaganda. Kegiatan kota mulai berjalan seperti biasa.  Ibu Arthur yang menjadi petani sayur dan buah mulai merasa aneh. Arthur sudah lama tidak pulang. Sudah lama juga Arthur tidak membantunya.


Kerisauan dalam dirinya mulai mengganggu pikiran. Hari-hari yang dilalui menjadi tidak biasa. Ada pertanyaan yang menggantung di keningnya, bagai buah apel yang siap dipetik. Rumah jadi tempat pengasingan. Malam-malam yang dilalui bagai gelap yang tidak kunjung usai. Sampai suatu malam ada yang mengetuk pintu rumahnya.

(BERSAMBUNG)
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar