Friday, April 24, 2015

ARTHUR (Episode 6)


Arthur dan Ana duduk semakin dekat, seperti ada medan magnet diantaranya. Arthur mengambil biskuit kelapa dan dipegangnya ditangan kiri, Arthur memakannya beberapa. Arthur cerdik, dia sengaja menyingkirkan biskuit kelapa itu agar tidak ada lagi jarak antara dia dan Ana.

“Apa yang sedang kamu cari Arthur?” Ana bertanya. Lautan yang dipenuhi dengan ombak besar berubah menjadi tenang, suara angin nampak jelas bertabrakan dengan pohon-pohon kelapa.
“Kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu?”
“Ah, mukamu tidak bisa membohongiku, Arthur. Kamu tidak pandai berbohong, kamu ingin menemui ayahku kan?. Apalagi kalau bukan ada sesuatu yang ingin kamu cari dari ayahku?” Ana mengmbil biskuit kelapa yang sudah dimakan setengahnya ditangan Arthur.

“Kamu memang satu-satunya orang yang selalu bisa menebak tentangku” Arthur tertawa, merasa bangga mempunyai teman seperti Ana. “Aku ingin mencari informasi dari ayahmu tentang kematian ayahku, Ana” Arthur menatap lembut mata Ana.
“Apalagi yang ingin kamu cari, Arthur? bukankah para Anei sudah pernah menjelaskan tentang kematian ayahmu?” Ana menolak tatapan lembut Arthur.
“Ada yang mengganggu pikiranku, Ana. Semalam aku bermimpi tentang ayahku. Di mimpi itu semua nampak jelas, seperti nyata. Seperti ada pesan yang ingin disampaikan ayahku. Aku ingin mencaritahu apa maksud mimpi itu, Ana.”

“Lalu, apa yang ingin kamu lakukan setelah kamu mengetahui semua tentang kematian ayahmu, Arthur?” Ana menatap lautan luas. Mencoba menghindar dari tatapan Arthur. Ana tidak pernah kuat berlama-lama menatap mata Arthur. Hatinya selalu berdebar setiap Arthur mentapnya.

“Aku ingin menuntut kematian ayahku, aku yakin ayahku mati bukan karena usianya yang sudah tua, pasti ada sesuatu yang disembunyikan para Anei dariku.”Arthur mendekati Ana, kini tidak ada lagi jarak diantara kedunya, paha dan bahunya bertemu. Ana merasa canggung dengan situasi yang dia hadapi sekarang, Arthur benar-benar mentapnya dari dekat meski Ana tidak membalas tatapan Arthur. Jantung Ana berdebar keras, nafasnya tidak beraturan, keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Ana tidak bisa menghindar, dia tidak mungkin, dia tidak ingin salah bertingkah di hadapan Arthur.

“Arthur, kamu tidak perlu cari tahu sejauh itu, kamu masih muda, nyawamu bisa terancam” jemari Ana saling beradu, matanya menatap gambar di baju Arthur..
“Kamu tidak perlu khawatir nyawaku, Ana. Aku akan baik-baik saja, aku akan bertanya pada ayahmu, cara masuk ke Balai Kota dengan aman, tanpa ada curiga dari penjaga” Arthur melingkarkan tanganya ke pundak Ana.

“Kamu tidak kasihan dengan ibumu Arthur?, aku yakin kamu belum bilang ibumu kan?” Ana menjadikan pundak Arthur sebagai bantalnya, moment ini yang selalu di inginkan Ana sejak lama. Arthur membenarkan letak duduknya, membuat Ana melingkarkan tanganya pada punggung Arthur.
“Setelah ini, aku akan memberitahu ibuku, kamu tidak usah khawatir Ana, kamu terlalu romantis untuk bersikap khawatir padaku” Arthur tertawa kecil, tangannya mengusap pundak Ana.. Pipi Ana memerah belum pernah dia sedekat ini dengan Arthur, terakhir dia dan Arthur tidur bersama dirumah Ana, itu pun 15 tahun yang lalu ketika Ana dan Arthur masih sangat kecil, hanya sebatas takut tidur sendirian karena ditinggal kerja orang tuanya.”Lalu, apakah kamu mau ikut mencari tahu bersamaku, Ana?” Arthur bertanya, tatapannya nampak serius, mata Ana melirik menatap Arthur yang menunggu jawabannya.

“Aku belum bisa jawab, tapi asalkan bersamamu aku tidak bisa menolak ajakanmu, Arthur” Arthur dan Ana melepaskan situasi yang tadi mereka ciptakan, kini mereka duduk seperti biasa, saling tersenyum dan menatap, Arthur tidak menjawab perkataan Ana. Tangan mereka memegang erat ujung kursi. Arthur mendekati wajah Ana, hidung dan dahi keduanya bersentuhan, saling beradu, mereka berdua tertawa. Arthur masih belum menjawab perkataan Ana, sampai Ana bertanya kenapa Arthur diam. Arthur hanya tersenyum, senyuman khas yang dimimpikan Ana setiap malam. Arthur menciumnya membuat mata Ana terpejam..


(Bersambung)
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Saturday, April 18, 2015

Review Film Bulan diatas Kuburan


Bulan diatas Kuburan, Film Remake berjudul sama karya Asrul Sani di tahun 1973.  Kisah yang diadaptasi dari sajak karya Sitor Situmorang ini menceritakan kisah dua pemuda Samosir yang merantau ke ibu kota. Sahat (Rio Dewanto) dan Tigor (Donny Alamsyah). Sebagai versi baru, BULAN DI ATAS KUBURAN  menyuguhkan kwalitas yang lebih istimewa untuk para penontonnya.

Saya bisa merasakan bahwa Edo WF Sitanggang yang menjadi Sutradara film ini menggarap film ini dengan penuh perasaan, kecintaannya terhadap bapaknya menjadi alasan film “Bulan diatas Kuburan” hadir lagi di tahun ini. Keindahan tanah Samosir, musik yang dihadirkan Vicky Sianipar, dan kritik sosial yang dihadrikan di film ini menurut saya menjadi nilai lebih untuk film ini.
Saya kagum dengan Sinematografi dan musik dalam film ini, musik batak menjadi raja di film ini, saya bisa merasakan kedalaman lirik-liriknya dengan membandingkan suasana hati 3 sahabat yang merantau ke Jakarta.

Meskipun Akting Rio Dewanto agak tidak konsisten di film ini, kadang terlihat bagus, kadang terlihat kurang bagus, kadang membuat saya kagum dan kadang membuat saya merasa melihat sesuatu yang kurang dari akting Rio Dewanto. Adegan marah Sahat terhadap Mona (Atiqah Hasiholan) salah satu akting Rio yang menurut saya keren dengan tambahan adegan menarik dasi dan dengan raut muka yang pas dan tidak berlebihan.

Saya tidak mengomentari banyak tentang akting aktor senior di film ini seperti Tio Pakusadewo, Ray Sahetapy. Mereka berdua membawakan perannya dengan sangat baik pas dan dapat dinikmati utuh tanpa mencari kekurangan dari akting mereka, hanya saja saya kurang bisa menikmati akting Ria Irawan yang menurut saya agak kurang berhasil membawakan tokoh Istri “Sabar” tapi hal itu tidak menjadi kekurangan dalam film ini. Kekurangannya hanya satu menurut saya dan mungkin hanya saya saja yang memikirkan hal ini : Yaitu adik Mona yang hamil, yang muncul pada awal film ini lalu tidak diceritakan lagi. Lucu memang pikiran saya..

Satu lagi kelebihan film ini, akting dari Andre Hehanusa, meskipun baru pertama kali dia main film, aktingnya sudah menggelegar saya seperti melihat preman gedongan di dunia nyata. Di film ini Saya lebih suka akting Donny Alamsyah, entah kenapa. Tapi saya suka, Aura kesedihan yang terpancar dari Tigor juga bisa saya rasakan. Penggambaran kesedihan tigor atas kematian Sabar dan kesdihan Sahat atas kematian dua orang sahabatnya sangat jelas tersampaikan. Tapi maaf, Saya tidak mau mengomentari akting dari Atiqah Hasiholan kecantikannya menghalangi penilaian saya terhadapnya. Raut muka jatuh cinta seorang Wanita bisa dilihat pada akting Atiqah, sangat terlihat. Dan pasti tidak ada tantangan yang berat untuk Rio Dewanto dan Atiqah Hasiholan menjadi pasangan dalam film ini.

Yang Membunuh manusia adalah kerakusan dan ketidakpedulian….Itulah kawah-kawah sesungguhnya, gunung-gunug berapi yang sesungguhnya tinggal di dalam diri manusia.. *Sahat (Rio Dewanto)


Overall saya memberi nilai 8 dari 10 untuk film “Bulan diatas Kuburan” dan jika saya menjadi juri penghargaan film. Bulan diatas Kuburan akan masuk dibeberapa Nominasi. Seperti : Pemeran pendukung pria terbaik (Tio Pakusadewo), Sutradara terbaik (Edo WF Sitanggang), Soundtrack film terbaik, Sinematografi terbaik, Penata Musik terbaik, Aktor terbaik (Rio Dewanto) dan Naskah adaptasi terbaik..Sekian, Bangga Film Indonesia, Ayo Nonton Film Indonesia.. Horassss!!
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Friday, April 17, 2015

ARTHUR (Episode 5)


Pagi ini Arthur berniat pergi ke rumah Ana di lepas pantai Nanoi. Mimpinya semalam menggugahnya untuk mencari kebenaran tentang ayahnya. Arthur sengaja pergi kerumah Ana untuk menemui Prof. Uru dan bertanya tentang ayahnya. Ibu Arthur belum bangun dari tempat tidurnya, ini hari minggu. Ibunya bebas tidur sampai kapanpun asal tidak diganggu oleh siapapun termasuk Arthur.

Arthur Masih duduk dibangkunya, melihat petugas loper koran yang mengendarai sepeda melemparkan koran ke pintu rumah Arthur. Koran dikota Nanoi diberikan secara Cuma-Cuma oleh pemerintah kota. Tidak pernah ada berita buruk di koran, pemerintah kota selalu mengisi berita tentang kemajuan Kota diberbagai sektor, meskipun terkadang yang diberitakan tidak pernah ada faktanya. Mungkin itu tujuan kenapa koran di Kota Nanoi diberikan secara Cuma-Cuma, sebagai alat pencitraan atau alat provokasi publik. Arthur tidak beranjak mengambil koran itu. Arthur tidak pernah membaca koran Kota. Koran itu hanya dibaca sekali oleh ibunya lalu dibuang atau terkadang menjadi pembungkus makanan.

Setelah bersiap-siap Arthur segera beranjak pergi, di tuliskannya pesan untuk ibunya di selembar kertas putih yang berisi: “Bu Arthur pergi kerumah Ana dulu”. Diselipkannya di sela-sela jari ibunya.. 
Arthur pergi jalan kaki sesekali melambaikan jempolnya untuk meminta tumpangan. Musim kemarau telah lewat, udara panas di Kota Nanoi berubah dingin dan sejuk.. Pemandangan pagi di Kota Nanoi selalu indah memberikan rasa nyaman pada setiap orang yang lewat, belum banyak gedung-gedung pencakar langit yang terlihat. Hanya ada beberapa gedung pemerintahan yang tidak lebih dari 4 lantai..

Jarak rumah Arthur dan Ana lumayan jauh, menempuh waktu sekitar setengah jam naik kendaraan, bisa cukup lama jika Arthur jalan kaki.. Setelah beberapa menit Arthur jalan kaki. Arthur melambaikan tangan ke arah mobil pick-up yang mengangkut sayur mayur, diberhentikannya mobil itu lalu Arthur bertanya pada sopir kemana arah pick-up itu pergi. Arthur naik pertanda pick-up searah dengan rumah Ana.

Setelah setengah jam perjalanan, melewati hamparan kebun sayur dan pohon-pohon kelapa, mobil pick-up itu menurunkan Arthur di pinggir jalan besar lalu pergi meninggalkan kepulan asap knalpot yang bau dan berwarna hitam pekat. Arthur membalikan badan, diam, Menatap jalan menuju rumah Ana, tiba-tiba Arthur larut dalam kenangan masa kecilnya bersama Ana. Tempat Arthur dan Ana bermain perak umpet masih sama, dipinggirnya masih menjulang pohon-pohon kelapa. Arthur menyusuri jalan itu, Arthur melihat sosoknya bermain petak umpet bersama Ana dan teman masa kecilnya yang lain. Matanya berkaca-kaca menatap langit-langit dan kelapa yang ijo royo-royo, bibirnya tersenyum lebar. Diujung jalan itu ombak meraung-raung, angin menggoyangkan daun-daun kelapa, pasir pantai yang halus sudah bisa dirasakan kaki Arthur ,.Arthur menghirup nafas panjang, matanya menyapu laut lalu melihat rumah Ana yang menghadap langsung ke arah Laut.

Arthur mendekati rumah Ana, rumah dengan desain klasik dengan dinding batu bata yang agak kecokelatan,  dan cerobong asap yang mulai menghitam di bagian atas. Ayunan kayu di depan rumahnya bergoyang seperti baru saja dipakai orang. Tidak banyak orang berlalu lalang hingga Arthur melihat Ana melambaikan tangan penuh semangat. Arthur enggan mendekat, pakaian renang yang dipakai Ana membuat Arthur merinding, kulitnya yang putih halus membuat mata Arthur melotot tidak karuan. Ana menyambut Arthur hangat, memeluk Arthur seperti lama tak bertemu padahal baru kemarin dia menghantarkan Arthur ke penimbangan.

“Jadi, kamu mengiyakan perkataan ibumu untuk menemaniku sesekali?” Tanya Ana melepaskan pelukannya.
“Hahaha, aku tidak mau menjawab pertanyaanmu sebelum kamu mengganti pakaianmu, Ana.”
“Ah, kamu masih saja sama seperti dulu, selalu berlebihan menghormati wanita. Santai sajalah, aku ini kan temamu, anggap seperti saudara sendiri” Ana mengedipkan mata.
“Kamu Nampak jelek dengan pakaian seperti itu Ana, cepatlah ganti. Aku lebih suka melihatmu mengenakkan blus warna putih.”
“Okelah Arthur, aku masuk dulu kamu jangan ikutan ya. Duduk di situ saja, tunggu aku” Ana menunjuk kursi kayu yang menghadap laut didepan rumahnya.

Ana memang aneh, hanya dengan Arthur dia bisa bersikap santai dan nakal. Mungkin karena Arthur teman masa kecilnya. Ana sudah menganggap Arthur seperti keluarganya. Tidak ada yang berubah di tempat ini, tetap seperti dulu, tempat yang hangat untuk berbincang. Arthur duduk, menunggu Ana dan berharap Prof Uru ada dirumah.

“Arthur” Ana keluar dari rumahnya membawa kelapa muda dan biskuit kelapa kesukaan Ana. “Hey Ana, nah gini dong kamu jadi kelihatan cantik kan kalo gini” Ana memberikan Kelapa muda pada Arthur lalu duduk disebelah Arthur. Biskuit kelapa menjadi pembatas Ana dan Arthur.

“Aku mencari ayahmu, Ana. Dia ada dirumah?”
“Jadi kamu mencari ayahku? Aku kira kamu kesini mencariku, Arthur..Ayahku sudah tiga hari ini tidak pulang, ayah bilang masih banyak pekerjaan di Balai Kota. Memangnya kenapa, Arthur?”
“Aku ingin bertemu ayahmu, sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Tapi kalo tidak ada, maksudku kesini jadi berubah untuk menemuimu, Ana” Kontak mata yang diberikan Arthur sangat dalam membuat Ana menjadi salah tingkah. Tingkahnya memberikan tanda kesukaannya pada Arthur, perasaan masa kecilnya terhadap Arthur masih sama. Ana membalas pergerakan mata Arhtur, dengan senyuman yang selalu dirindukan Arthur.


(Bersambung)
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Saturday, April 11, 2015

Review Film Guru Bangsa: Hos Tjokroaminoto


Guru Bangsa: Hos Tjokroaminoto. Film Indonesia ke dua yang saya tonton di bulan ini. Tentu saja saya punya ekspetasi yang tinggi untuk film bergenre drama biografi ini. Bercerita tentang perjalanan Hijrah seorang Oemar Said Tjokroaminoto yang diawal film digambarkan sedang di intograsi disebuah penjara pada tahun 1921. Film yang diproduseri oleh Christine Hakim, Dewi Umaya Rachman, Sabrang Mowo Damar Panuluh, Didi Petet, Nayaka Untara dan Ari Syar ini menggugah kesadaran berbangsa diri saya. Saya seperti menemukan jati diri bangsa Indonesia yang sebenarnya dalam film garapan Garin Nugroho ini.

Satyagraha (perjuangan tanpa kekerasan) sangat kental dalam film ini meskipun di akhir film saya tidak melihat hasil dari Satyagraha, mungkin karena ini film sejarah pembuat filmnya harus benar-benar berhati-hati dalam meletakan plot-plot cerita agar tidak menyimpang dari fakta sejarah yang ada dan bagi saya film sekelas Tjokroaminoto tidak cukup jika hanya berdurasi sekitar 160 menit.

Jiwa teater dari seorang Garin Nugroho sangat terlihat pada film ini, tebrukti dengan beberapa adegan yang membuat saya seperti menonton pertunjukan teater, seperti adegan Tjokroaminoto dan Agus salim yang berbincang setelah kematian istri Tjokro “sudah sampai mana Hijrah kita?” . Film ini sukses membuat saya bertanya-tanya mengenai tempat-tempat yang ada di film ini. tampak jelas keadaan yang digambarkan sangat klasik dan tempo dulu. Gambar yang epic menambah kesan klasik untuk film ini, akting dari semua aktor dan aktrisnya sangat bagus utamanya Reza Rahadian dan Tanta Ginting yang memang tidak bisa dipungkiri bahwa aktingnya jempolan. Musik paduan suara memberikan kesan ceria di film ini. Komedi yang diselipkan lewat pedagang kursi membuat penonton tidak merasa bosan, utamanya saya. Bahasa daerah yang digunakan juga terkadang menggelitik.

Hanya saja saya kurang bisa menemukan arti “Guru Bangsa” dalam film ini, saya berharap ada perdebatan hebat Tjokroaminoto dengan murid-muridnya di film ini, masalah ideologi yang selama ini kerap dibicarakan banyak orang. Komunis, Sosialis  atau lainya. Film ini juga mengkritik politikus yang ada di negeri ini, lewat ucapan “Politik balas budi”, “Politik Iming-iming” . Film yang bermuatan agama, politik, etika dan perjuangan berhasil menggugah kesadaran berbangsa saya.. Semakin membuat saya cinta akan tanah ini.


Overall saya memberi nilai 8 dari 10 untuk Film Tjokroaminoto dan mungkin film ini akan mendapatkan beberapa ataupun nominasi penghargaan seperti Film terbaik, sutradara terbaik, Aktor terbaik sinematografi terbaik, pemeran pendukung wanita terbaik lewat Christine hakim dan pemeran pendukung pria terbaik lewat akting ibnu jamil/ tanta ginting.. Bangga Film Indonesia, Ayo Nonton Film Indonesia..
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Friday, April 10, 2015

ARTHUR (Episode 4)


Malam ini Arthur merenung, duduk di bangku kayu berwarna cokelat yang mengkilap karena pantulan cahaya lampu. Ibunya sudah tidur satu jam lalu sejak perdebatan masalah upah yang diterima. Tiba-tiba terdengar rintik hujan yang jatuh di atap rumah Arthur. Suaranya makin keras menyentuh genting rumah yang umurnya sudah tidak tua.

Arthur menatap langit-langit rumah, jarinya beradu sapuan hujan membuatnya mengingat kenangan masa kecilnya bersama ayahnya.. Witson. Dulu Arthur sering diajak ayahnya memanjat pohon kelapa di pantai dekat rumah Ana. Ayahnya mengenalkannya pada Ana, perempuan yang menjadi satu-satunya tempat mengadu bagi Arthur selain ibunya.

Bagi Arthur ayahnya bagaikan kaktus di gurun yang luas, yang mampu menyerap air di tubuhnya. Ayahnya mampu bertahan hidup di suasana yang serba tidak jelas. Ayahnya mampu menganalisa setiap masalah yang dihadapinya, mampu membaca gerak-gerik lawan bicaranya, tenang dan pemikir. Ayahnya sangat pintar menerapkan teori gauche, tidak heran banyak orang yang dengan mudah terpikat dengan ucapannya. Bahwa tanpa disadari orang-orang ada dibawah pengaruhnya.

Ayah Arthur seorang kidal. Ayahnya sangat menyayangkan adanya diskriminasi yang ditujukan kepada mereka yang kidal. Di kota Nanoi kidal dianggap tidak baik. Padahal sebagian kegiatan yang dilakukan manusia berorientasi dari kiri ke kanan, seperti : menulis, membaca, turun dari angkot, bahkan seorang ibu yang menyusui anaknya lebih sering menggunakan payudara sebelah kiri untuk menyusui anaknya.

Witson selalu mengajarkan Athur tentang kedisiplinan, kejujuran, dan keberanian baginya dengan tiga hal itu manusia dapat hidup sebagai manusia seutuhnya yang dicintai tuhannya.. Kota Nanoi sudah sejak lama membutuhkan orang dengan tiga sifat itu. Bagi Witson masalah yang paling bahaya di kota Nanoi adalah korupsi. Terutama oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan. Berkembangnya budaya korupsi di kota Nanoi dikarenakan minimnya kejujuran. Bagi Witson, tanpa kejujuran segala peraturan hanya akan menjadi hiasan tanpa mampu memberi kontribusi bagi perbaikan nasib rakyat di Kota Nanoi. Kejujuran seakan menjadi barang langka bagi para Birokrat dan Anei. Sebaliknya tindakan culas dan tipu-tipu menjadi trend baru yang wajib dilakukan…

Arthur merebahkan dirinya dikursi panjang yang tidak jauh dari kursi kayu yang didudukinya tadi. Matanya masih memandangi langit-langit rumah. Dia melihat sosok ayahnya yang tergambarkan pada atap rumah yang berwarna putih. Nampak nyata, Arthur menyapanya, tapi bayangan itu tidak menjawab. Arthur tersadar itu hanya imajinasinya.

Hujan makin deras, angin makin kencang, sapuan hujan membuat pemandangan diluar rumah tertutup kabut putih halus. Arthur ingat lagi, dia mengingat percakapan bersama ayahnya di suatu sore di taman kota. Dibawah langit tanpa noda ayahnya bercerita tentang para anei yang menyalahgunakan kekusaannya. Sebelum menjadi Wali Kota, Witson adalah salah satu anei yang mengurusi sistem birokrasi dan aspirasi rakyat. Juga sesekali menjadi pengawas kebijakan dan proyek-proyek yang ada di kota Nanoi.

Witson bercerita tentang proyek pengembangan kawasan terpadu untuk para anei. Ada percobaan Mark-Up dana yang tercium oleh Witson. Witson mempertanyakan kebenaran informasi itu kepada anei lainnya. Anei menertawakan Witson yang hidup terlalu jujur. Mereka mencemooh Witson mengatakan bahwa: berbohong itu menyenangkan dan jujur itu menyakitkan . Witson membalas nyinyiran para anei “Kejujuran memang menyakitkan tapi tidak mematikan, Kebohongan memang menyenangkan tapi tidak menyembuhkan.”

Arthur tersentak. Prinsip ayahnya mengajarkan dia untuk berani jujur dan berani mengungkap kebenaran. Arthur ingat nasehat ayahnya di taman kota sore itu.
“Arthur, kamu tahu kenapa kejujuran jadi barang langka bagi orang-orang?”
“Karena kejujuran bukan barang yang murah, ayah”
“Benar, maka dari itu kamu harus menghargai kejujuran setiap orang meskipun kecil dan sederhana. Kejujuran itu menyangkut masalah hati, hanya manusia yang hatinya bersih yang mampu berkata jujur. Kejujuran adalah perhiasan jiwa yang lebih bercahaya daripada berlian. Kamu harus ingat itu, Arthur”

Arthur terbangun, tiba-tiba tubuhnya mengajaknya untuk duduk. Matahari mulai muncul. Sinar matahari perlahan menerpa menembus jendela-jendela kaca. Lukisan besar didepan Arthur mendadak mendapatkan pencahayaan yang kuat dan menjadikannya lebih hidup. Itu adalah Lukisan Ayahnya. Arthur berdiri menghampiri lukisan itu. Menghelai nafas panjang. Mengajak lukisan berbicara.

“Ayah, kejujuran memang membutuhkan pengorbanan dan pengorbanan membutuhkan kesabaran. Izinkan aku untuk meneruskan perjuanganmu, Akan kubuktikan bahwa kejujuran tidak akan menjadi barang langka lagi”


Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Thursday, April 9, 2015

Review Filosofi Kopi Movie


Filosofi Kopi Movie, film Indonesia pertama yang saya tonton bulan ini. Film yang diangkat dari kumpulan cerita satu dekade karya Dewi “Dee” Lestari ini bercerita tentang seorang barista handal dan idealis yang bernama Ben (Chico Jerikho) dan sahabatnya Jody (Rio Dewanto) yang membangun kedai “Filosofi kopi” bersama.

Diawal film saya disuguhkan musik opening yang menggairahkan, menggugah hati saya untuk ikut dalam sebuah petualangan yang dihadirkan Angga Dwimas Sasongko selaku Sutradara. Didukung dengan pemain-pemain yang tampil bagus dan membawakan perannya dengan baik. Terutama Chico Jerikho yang memerankan Ben,tapi setalah saya menyelami akting Ben saya menjadi bingung watak macam apa yang dihadirkan pada sosok Ben yang nyeleneh, menjengkelkan, jenius tapi juga punya sisi humanisme yang tinggi dengan bukti bahwa dia termotivasi untuk ikut Jody mencari kopi tiwus karena suami dari karyawannya harus menjalani operasi karena mengalami kecelakaan.

Pilihan untuk menjadikan Rio Dewanto sebagai tokoh Jody juga sangat tepat, akting yang bagus dan tidak berlebihan menambah kesan mengaggumkan untuk film ini. saya paling suka akting Jody ketika berdebat dengan Ben di sebuah penginapan. Terasa nyata dan emosi saya ikut  bercampur aduk ketika adegan itu terjadi.

Untuk peran El yang diperankan oleh Julie Estelle tidak banyak yang bisa saya komentari, karena kecantikan Julie Estelle dalam film ini berhasil membuat saya tak mampu mengedipkan mata barang sekalipun. Perannya yang halus, menggemaskan juga cerdas berbeda jauh ketika dia memerankan Hummer Girl dalam film The Raid 2 “Berandal”.. I Love You, EL”

Soundtrack yang mengisi juga sangat mendukung film ini, hingga membuat Saya semakin terbuai menyaksikan Filosofi Kopi. Ada Maliq & d’Essentials, Gilbert Pohan, Payung Teduh, Dewi Lestari dan Svarna Band, Glen Fredly yang mengisi alunan cantik pengiring Filosofi Kopi Movie.

Penampilan singkat dari Slamet Rahardjo, Jajang C. Noer, Tanta Ginting dan Joko Anwar juga cukup berkesan dan memberi nilai tambah bagi film Filosofi Kopi. Hanya peran Joko Anwar saja yang sedikit saya beri koreksi karena ketika adegan dia bercakap-cakap dengan Jodhi di kedai Filosofi Kopi untuk menagih hutang yang sudah 3 bulan tidak dibayar. Ada ucapan yang Nampak belepotan di ucapkan namun tetap diteruskan. Tapi untungnya Joko Anwar bisa menutupinya dengan sangat baik membuat seakan tidak ada masalah dengan percakapan tersebut.

Overall Filosofi Kopi Movie Hasilnya tidak mengecewakan. ringan dan menghibur. Banyak pengetahuan tentang kopi yang bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi para penonton. Saya sangat menikmati filmnya, santai, terasa rileks meski terkadang emosi saya ikut terkuras ketika disuguhkan masa lalu dari para pemain yang diceritakan cukup baik dan dengan plot yang pas.

Saya meyakini Dewi “Dee” Lestari sangat puas dengan hasil film garapan Angga Dwimas Sasongko daripada film-film sebelumnya yang diangkat dari buku karyanya.

Saya juga meyakini film ini juga akan mendapatkan banyak nominasi dan penghargaan. Seperti Aktor Terbaik, Pemeran pendukung pria terbaik, Sutradara terbaik dan Soundtrack Film terbaik.

Terimakasih untuk semua crew Filosofi Kopi Movie yang berhasil menyajikan tontonan bagus dan bermanfaat untuk pecinta dan penikmat film Indonesia.. Ayo Nonton film Indonesia, Bangga Film Indonesia..


Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Friday, April 3, 2015

ARTHUR (Episode 3)


Ibu Ana meninggal sejak Ana lahir. Entah tidak begitu jelas apa penyebabnya. Prof. Uru sangat pintar menutupi penyebab kematian Istrinya. Sejak kecil Ana tidak mendapakan ASI seperti bayi lainnya, dia disusui oleh bibinya yang hingga kini masih sering mengunjungi rumah Ana untuk sekedar mengurus rumah ataupun menemani Ana. Bibinya adalah Koki balai Kota, dia juga merahasiakan penyebab kematian Ibu Ana. Hingga kini Ana masih mempercayai bahwa ibunya meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil ketika Ana berumur 6 bulan.

Arthur kaget mendengar cerita singkat dari ibunya. Arthur tidak percaya dengan apa yang dikatakan ibunya. Ibunya memohon pada Arthur untuk tidak menceritakannya pada Ana.

Arthur dan ibunya mulai mengantri utnuk meninmbang hasil panen yang mereka bawa.
Dua orang didepan mereka juga ikut mengantri. Seorang kakek tua Nampak berdebat masalah upah yang diberikan Anei. Upah yang diterima kakek itu tidak sesuai dengan hasil yang dia dapatkan. Anei mengusir kakek tua itu dengan memanggil petugas penjaga yang berdiri tidak jauh dari tempat kejadian. Si kakek menggerutu, dahinya mengkerut, alisnya beradu, matanya memerah memandangi Anei dalam-dalam ketika penjaga menarik kakek tua itu. Arthur bertindak tapi ibunya mencegah. “Tidak usah ikut campur urusan orang lain, apalagi dalam keadaan seperti ini” bisik ibu Arthur pelan. Arthur hanya menunduk memandangi tanah cokelat yang basah diguyur air.
Seorang perempuan yang berada di depan Arthur, langsung pergi setelah melihat upah yang diberikan Anei.

“Hallo Nyonya Witson, sepertinya makin hari makin banyak hasil yang kau bawa”
“Ini berkat bantuan, Arthur. Dia juga ikut membantuku”. Nyonya Witson menyerahkan hasil panennya untuk ditimbang. Arthur nampak tidak suka dengan sikap Anei yang menggoda ibunya, matanya mengikuti pergerakan Anei. Dia akan marah jika Anei memberi upah yang tidak sesuai seperti nasib kakek tua tadi. Nyonya Witson merangkul pundak Arthur untuk mecegahnya berbuat sesuatu seperti kakek tua tadi. “Ini upah untukmu, sesuai dengan hasil yang kau dapatkan, anak itu bisa menjadi jimat keberuntungan untukmu, Nyonya Witson” Arthur tidak mengetahui jumlah persis upah yang didapatkannya dari Anei. “Terimakasih, saya pulang dulu”.

Arthur dan ibunya bergegas meninggalkan tempat penimbangan tanpa memberikan jabat tangan yang sudah biasa dilakukannya setiap pergi menimbang hasil panen. Arthur bertanya tentang upah yang diberikan Anei. Ibunya lama terdiam. Menjawab pertanyaan Arthur ketika mereka sudah sampai rumah yang jaraknya tidak begitu jauh dari tempat penimbangan tadi. Ibu Arthur menaruh upah di meja kayu yang sudah reot.

“Apa?, hanya segini upah yang kita terima,bu?” Arthur medobrak meja, meja kayu itu terlihat makin reot. “Tenanglah Arthur, ini lebih dari cukup untuk kebutuhan kita” jawab ibunya halus. “Kenapa ibu tidak protes?, kenapa ibu menahanku untuk menolong kakek tua tadi?”

“Kamu harus berfikir jernih sebelum bertindak Arthur. Pekerjaan kita bisa hilang jika kita gegabah. Belajarlah dari seekor burung hantu yang duduk di sebatang pohon, semakin banyak dia melihat, semakin sedikit dia berbicara, semakin sedikit dia berbicara, semakin banyak dia mendengar”
“Mengapa ibu mengijinkan orang yang ibu baiki tidak berlaku baik pada ibu?”

“Karena ibu tahu ini pasti untuk kebaikan ibu”

Arthur terdiam, dagunya mengeras, tanganya membersihkan keringat di keningnya, menunduk menatap meja dalam-dalam. Hari ini dia diajarkan arti Bijaksana. Arthur merasa beruntung memiliki ibu yang tidak pernah memaksanya untuk mengerti arti kehidupan.




Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.