Saturday, March 17, 2018

Pembunuh Milana



Cerita ini diadaptasi dari #30HariBercerita yang pernah ada di Instagram @Zahidpaningrome

----
Minggu pagi, car free day di pusat kota digemparkan oleh teriakan ibu-ibu yang melihat seorang wanita mati dengan leher tergorok di dalam sebuah taksi. Taksi ditinggalkan pengemudinya. Tak ada yang mengetahui sebab kejadian itu. Sepuluh menit kemudian polisi kota menyisir lokasi dan memasang garis polisi disekitarnya. 

"Ini kasus besar, kita butuh Detektif Tora," kata seorang polisi pada rekannya. 

"Dia sedang di luar kota."

"Beritahu dia, Detektif Tora pasti tertarik mendengar kasus ini."
----
"Namanya Milana Larasati, umur 25. Pendatang dari Bandung," kata seorang polisi.

"Apa yang menarik, sehingga saya harus mengambil kasus ini," tanya Detektif Tora.

"Dia punya bukti yang selama ini anda cari, soal kematian Wali Kota... Kasus anda yang belum selesai," polisi itu memberikan setumpuk berkas.

"Apa ini?" tanya Detektif Tora, memegang selembar kertas.

"Transkrip percakapan antara pembunuh dan seorang pejabat daerah."

"Oke... Siapkan tim. Temui saya di TKP. Bawakan saya rekaman aslinya," perintah Detektif Tora setelah membaca berkas cukup lama.
----
Detektif Tora mengamati taksi yang masih dikelilingi garis polisi. Lalu, matanya tertuju pada beberapa CCTV yang terpasang di kantor-kantor di sekitar TKP. "Bawakan saya semua rekaman CCTV yang mengarah ke jalanan," perintah Detektif Tora pada seorang agent.

Satu notifikasi masuk di ponsel Detektif Tora, sebuah rekaman suara. Buru-buru Detektif Tora mengambil earphone dari saku celananya, memasang pada ponselnya lalu mendengar rekaman itu.

Matanya terpejam, Detektif Tora mengernyitkan dahi, merasa familiar dengan suara yang didengarnya. Suara itu mengingatkan pada satu sosok yang dia kenal.
----
Detektif Tora masuk ke dalam taksi itu. Mencoba menganalisa gambaran yang terjadi. Beberapa menit setelahnya, Detektif Tora melihat identitas sopir di atas dashboard, lalu mengambilnya.

"Antarkan saya ke alamat ini," kata Detektif Tora pada seorang agent setelah keluar dari taksi.

Earphone masih terpasang di telinganya. Rekaman itu terus diulang, semakin lama mendengar, Detektif Tora semakin mantap bahwa dirinya mengenal orang dibalik rekaman itu. Dari empat rekaman CCTV, terlihat seorang pria yang wajahnya tertutup topi hitam membunuh Milana dengan pisau lipat. Pria itu memakai bomber hitam dengan sebuah logo di lengan kanan.
----
CCTV juga melihatkan seorang Ibu penyapu jalan yang berada tak jauh dari tempat taksi berhenti. Penyapu jalan yang bekerja dua kali lebih keras namun gaji tak cukup karena kebijakan Wali Kota yang menurunkan pendapatan mereka. Detektif Tora tak mendapatkan apa-apa saat berkunjung ke rumah sopir taksi. Sopir itu sudah sejak satu bulan tak bekerja di perusahaan taksi biru. Detektif Tora tetap mencatat nama sopir di daftar kemungkinan pembunuh.

Hampir seharian Detektif Tora berada di jalanan. Saat malam tiba, dia memutuskan untuk berkunjung ke rumah seorang terduga yang berada dibalik rekaman pembunuhan mantan Wali Kota. Rumah itu dijaga ketat. Sebuah rumah bergaya arsitektur Belanda.

"Bapak ada? Saya mau bertemu beliau," tanya Detekif Tora pada seorang penjaga. Detektif Tora menunggu prosedur pertemuan di rumah itu. Lalu penjaga menyilakannya masuk setelah beberapa menit. Pintu ruangan menjulang tinggi, Detektif Tora berjalan menghampiri seseorang yang sedang duduk di kursi kerja.

Orang itu masih memakai setelan jas rapi dengan dasi berwarna merah dan sebuah pin bergambar Logo Kota di dada sebelah kiri.
----
Detektif Tora hanya sedikit berbasa-basi. Menanyai kabar dan kesibukkan. Lagipula, Detektif Tora telah menyadari bahwa Wali Kota telah mengetahui maksud kedatangannya di Balai Kota. "Sejak kapan seorang walikota terlibat kasus kriminalitas, membunuh wakil sendiri untuk naik jabatan. Serius? Hanya segitu harga dirimu?" tanya Detektif Tora.

"Why not? Uang bisa membeli apapun, bahkan kekuasaan. Rekaman itu tak punya pengaruh apa-apa, Detektif. Kau bisa menguasai polisi dan media dengan satu tangan," ujar wali kota, membalas penuh ketenangan.

"Mari kita buktikan siapa yang akan menghabiskan hidup di penjara," Detektif Tora memperlihatkan alat perekam dari saku bajunya, tersenyum menantang, lalu pergi. Wali Kota itu menggigit keras bibirnya, mengetahui bahwa percakapan telah direkam, tangannya mengepal, memukul meja.

"Kau punya tamu. Atasi detektif itu. Jangan tinggalkan jejak," perintah Wali Kota pada seseorang di ujung telepon.
----
Suara ambulans terdengar nyaring melintasi jalanan kota. Di dalamnya Detektif Tora tak sadarkan diri. Kepalanya dipukul menggunakan benda tumpul setelah kaca mobilnya dipecahkan. Rekaman itu hilang dari saku bajunya. Orang yang sama, yang membunuh Milana menjadi aktor dibalik kejadian itu. Seorang pria mendampingi Detektif Tora saat sampai di rumah sakit, duduk di samping ranjang, cemas memegang tangannya.

"Sudah kubilang jangan main-main dengan pejabat kota. Kita ini korban dari Wali Kota yang sibuk pencitraan. Hal-hal indah di kota ini hanya sebatas luarnya saja."

"Kamu masih terlihat manis meskipun sedang marah," Detektif Tora masih terbaring.

"Aku tidak sedang bercanda."

"Masih ada satu hal indah, dari luar ataupun dalam...Hal indah itu kamu," ujar Detektif Tora, tersenyum. Pria itu memegang tangan Detektif Tora, mencium keningnya lalu memeluk penuh kehangatan.
----
Detektif Tora memaksa meninggalkan rumah sakit dalam keadaan belum pulih. Dia hendak menemui seorang kenalan di pinggiran kota. Seorang anak muda yang punya dendam pada wali kota. Dia sempat membeberkan korupsi yang melibatkan hampir seluruh pejabat di kota ini. Dari tangan anak muda ini dinasti kota hampir runtuh, hancur lebur. Sampai akhirnya, ancaman mulai datang dan mengganggu hidupnya, yang membuat anak ini membungkam diri hingga kini.

"Kamu harus membantuku," Detektif Tora memohon.

"Untuk apa? Percuma! Aku pernah merasakan dampak yang tak mengenakan."

"Itu karena kamu nekat melawan sendiri," Detektif Tora mencoba meyakinkan.

"Oke... Tapi dengan satu syarat," kata anak itu setelah terdiam cukup lama.

"Apa?"

"Bunuh aku setelah semuanya terbongkar. Aku ingin menyusul mereka yang mati karena perbuatan wali kota itu."
----
Detektif Tora kembali mendatangi TKP bersama pemuda itu. Mereka melakukan olah TKP. Skenario Pembunuhan Milana sama persis dengan skenario yang dipakai untuk membunuh mantan Wali Kota. Pelakunya menggunakan taksi sebagai tempat pembunuhan, lalu meninggalkannya di depan kantor pemerintahan. Pelaku juga menggorok leher mantan Wali Kota dengan pisau yang sama.

"Dulu taksi terparkir di depan Balai Kota, sekarang di depan Kantor Gubernur. Pasti ada hubungannya," ujar Detektif Tora.

"Mungkin saja pelakunya ingin mengirimkan pesan siapa korban berikutnya."

"Untuk apa? Seharusnya dia bermain bersih."

"Tidak semua penjahat benar-benar jahat. Ada penjahat yang terpaksa melakukan kejahatan demi sesuatu yang lain. Pembunuh ini sedang mengirimkan pesan pada orang-orang sepertimu," jelas pemuda itu pada Detekif Tora.

"Aku setuju... Tapi pesan macam apa?" 

"Mungkin dia sekaligus ingin membongkar siapa yang menyewanya untuk membunuh."

Mendengar itu intuisi Detektif Tora menguat. Dia menyadari ada satu orang yang perlu ia temui setelah ini.
----
Langit masih pekat. Sama seperti kemarin, hari ini hujan turun. Malam ini tak seorang pun memedulikannya. Detektif Tora mengendarai skutik membelah hujan di jalanan kota. Ada bintang berkelip di langit timur, suaranya berdenting bening.

Detektif Tora melihat awan tebal yang menggulung di langit kota. Titik di kaki langit itu pelan-pelan mendekat dan menjelma menjadi sebuah kapal. Makin lama makin besar. Seperti seekor paus, badan kapal itu sepenuhnya hitam. Lalu berkilat dan terhempas angin.

Bulan yang kuning gelap itu sedikit pudar dengan bopeng kehitaman, menjadikannya tampak kurang cantik. Tak ada bulan malam ini, Detektif Tora hanya membayangkan. Gubernur menantinya, Detektif Tora sudah membuat janji untuk bertemu.
----
"Jadi, apa yang bisa saya bantu, Detektif?" Pak Gubernur duduk santai menjamu Detektif Tora.

"Anda perlu menjaga jarak, pembunuh Milana mengincar anda sebagai korban berikutnya."

"Ohiya? Seyakin apa, Detektif?"

"Saya dibantu oleh seorang anak yang pernah mengguncang dinasti kota. Dia sangat membantu, meyakinkan saya untuk menyelesaikan kasus ini."

"Oh anak itu... Dia memang hebat tapi juga kasihan. Terus merasa bersalah, saya takut rasa bersalah itu membawanya sampai tua."

"Dia membantu saya dengan satu syarat, jika kasus ini selesai dia ingin dibunuh... Itu membuat saya bingung."

"Tak perlu bingung, Detektif. Kelahiran, jodoh dan kematian adalah hal terindah yang bisa Tuhan beri. Kita tak perlu takut. Aku bangga atas apa yang kalian kerjakan."

"Kenapa anda bisa sesantai ini menghadapinya?"

"Untuk melihat perubahan harus ada yang berkorban atau dikorbankan. Perubahan ke arah yang lebih baik hanya bisa dilakukan ketika ada orang yang berani memulainya."
----
Sudah sebulan tak ada kemajuan yang berarti dalam kasus pembunuh Milana. Antara pasrah dan kecewa, Detektif Tora berada dalam titik terendah hidupnya. Semua aparatur kota sudah dikuasai, Detektif Tora menolak untuk bekerja sama dengan kubu lain. Dia tak ingin berkompromi dengan idealismenya. Sekali lagi, Wali Kota ikut bersaing dalam Pilkada bersama seorang wanita yang menjadi wakilnya. Seluruh lembaga survey menempatkan mereka pada posisi pertama pemilihan.

Sampai seluruh kota digemparkan tepat sehari sebelum pemilihan. Sebuah rekaman yang dikenali Detektif Tora bocor pada salah satu stasiun televisi. Rekaman itu terus diputar, membuat elektabilitas wali kota terjun bebas dalam semalam.

Detektif Tora kebingungan atas rekaman yang sempat hilang dan membuatnya masuk rumah sakit. Ada yang mengganggu pikirannya. Tentang Pembunuh Milana yang sempat tertangkap CCTV membuat Detektif Tora berbalik arah, bertanya-tanya siapa dia dan siapa yang menyewanya.

Detektif Tora mulai membuat pola pembunuhan, menghubungkan semua orang yang pernah dia temui. Pengalamannya selama dua puluh tahun selalu menunjukkan kedekatan pelaku pada salah satu orang yang didatanginya.

Malam itu, saat Wali Kota ditangkap, Detektif Tora fokus melihat pola yang dia gambar, mencari pembunuh Milana. Seketika tubuhnya melemah, tak percaya, saat Intuisinya tertuju pada satu orang yang dia kenal dekat. Detektif Tora buru-buru pergi mengendarai skutiknya menuju ke Dermaga Selatan, melewati keramaian orang-orang yang turun ke jalan mendemo wali kota.
----
Detektif Tora menjemput pemuda itu, lalu pergi ke Kantor Gubernur yang terbuka lebar untuk mereka. Pak Gubernur menyambutnya suka cita. Detektif Tora langsung membuka obrolan.
"Pemuda ini akan membunuh anda. Dia dalang di balik pembunuh Milana," ujar Detektif Tora dengan nada tinggi.

"Ohiya? Seberapa yakin?" tanya Pak Gubernur.

"Seratus persen. Jaket yang dia pakai sekarang sama persis dengan tangkapan CCTV di TKP."

"Kalau kamu memang begitu yakin... Lantas siapa yang menyewanya?" 

Detektif Tora hanya diam, hal yang belum bisa dia pecahkan, bahasa tubuhnya menyesali kebodohannya sendiri. Detektif tua yang sudah tak setajam dulu.

"Sedikit lagi Detektif, sedikit lagi. Kamu cuma perlu melihat hal-hal yang kamu anggap tak mungkin," kata pemuda itu dengan penuh ketenangan.

Detektif Tora terdiam, melihat pemuda itu tampak sangat tenang di hadapan Pak Gubernur, hal yang tak biasanya. Detektif Tora sangat tegang, jantungnya berdebar lebih kencang.

"Kau harus menuruti apa katanya, Detektif. Rekaman ini ada di tangan yang tepat, balas dendammu terpenuhi. Kini, tugasmu untuk memenuhi keinginan anak ini, lalu pergilah ke luar kota, hilangkan jejak kalau tak ingin tertangkap," Pak Gubernur memegang sebuah flashdisk berisi rekaman yang menggemparkan Kota.

Detektif Tora terdiam, ada gejolak yang muncul di dalam dada, dahinya beradu, matanya memerah marah. Berulang kali menatap Pak Gubernur dan pemuda itu. Tubuhnya seketika melemah, tak percaya dengan apa yang baru saja dilihat. Beberapa detik setelahnya, Detektif Tora pergi meninggalkan Kantor Gubernur tanpa sepatah kata.
----
Minggu pagi, car free day di pusat kota digemparkan oleh teriakan ibu-ibu yang melihat seorang pria muda tewas di dalam sebuah taksi dengan busa yang keluar dari mulutnya. Taksi ditinggalkan pengemudinya. Tak ada yang mengetahui sebab kejadian itu. Sepuluh menit kemudian polisi kota menyisir lokasi dan memasang garis polisi.

Diketahui bahwa pemuda itu adalah seseorang yang pernah menggegerkan media-media kota karena mampu mengguncang dinasti kota yang korup.

"Kita butuh Detektif Tora untuk kasus ini," kata seorang polisi pada rekannya. 

"Dia sedang di luar kota."

"Kabari dia, Detektif Tora pasti tertarik melihat kasus ini."

[END]

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Thursday, March 15, 2018

Bahas #LoveForSale



Film dibuka dengan kebiasaan tokoh utama, Richard. Gambar itu memberitahu kita bahwa tokoh ini terjebak pada rutinitas pagi hari, bangun, “galer”, mengecek ponsel, menyapa tetangga. Gambar juga menunjukkan ruangan yang terlihat berantakkan. Kedekatan-kedekatan semacam ini yang akan penonton lihat sepanjang film, pendekatan sederhana tanpa perlu banyak urusan artistik yang rumit tapi menjadi efektif dalam mendukung performa film.

Lalu, salah satu yang saya suka, adalah pendekatan kamera dalam adegan selanjutnya. Saat Richard & teman-temannya keluar dari sebuah tempat nobar bola. Kita sebagai penonton benar-benar masuk dalam scene itu, karena kamera yang memosisikan diri menjadi “manusia.” Long shot semacam itu agaknya sedikit sulit apalagi dengan melibatkan beberapa karakter dalam satu frame. Pendekatan ini sekali lagi untuk membuat penonton merasakan kenyataan cerita yang relevan dan dekat dengan keseharian kita.

Kemudian pelan-pelan Love for Sale mengajak kita mengenali dunia Richard, ia tidak buru-buru untuk mencapai inti, atau konflik. Film ini menempatkan penonton sebagai teman, ia memeluk kita perlahan, memberi kehangatan yang pelan-pelan dan tidak mungkin kita tolak karena kelembutannya dalam bertutur—mengutarakan cerita. Kita ditegaskan, bagaimana sifat tokoh Richard. Seolah film ini ingin menyelesaikan urusan sifat dan karakter tokoh Richard sebelum kita benar-benar dibawa masuk pada inti cerita.

Kedalaman Love for Sale dalam bercerita tidak saja tercermin dari uniknya tokoh Richard tapi juga intimidatifnya tokoh Arini, yang membuat saya menjadikan tokoh Arini sebagai salah satu tokoh perempuan favorit dalam sinema. Richard dan Arini menjadi entitas yang kuat dan berwarna, keduanya adalah oase dalam film Indonesia yang mungkin sebelumnya tidak pernah kita temui.

Ibarat pria yang beranjak move on, Love for Sale adalah film yang rentan, bebas, dan loveable. Hal itu sekaligus ditunjukkan dengan terang dan nyata lewat tokoh Richard dan Arini. Rentan karena film-film seperti ini (yang mampu menemukan bentuknya) bisa sangat disukai dan sangat tidak disukai, film ini akan memilih penontonnya sendiri. Bebas karena ia tidak menyimpan dendam dan luka pada apa pun; film ini tidak berusaha mempropagandakan suatu moralitas yang sering banyak kita temui di film-film kita.

Loveable; saat gambar menunjukkan Arini yang tertidur di sofa dan melihatkan jenjang kaki Arini, Richard menutupnya dengan selimut. Ini relevan, sangat nyata, bahwa orang-orang yang lama menyendiri (sulit move on) akan sangat “loveable” pada lawan jenis. Ia menjaga benar-benar sesuatu yang berusaha ingin dia gapai, padahal bisa jadi itu resiko. Tapi begitulah Love for Sale, ia tidak pretensius—apa adanya.

Kita dihadapkan pada kisah cinta yang sebetulnya abstrak. Richard yang digoncang oleh tokoh Arini. Dan Arini yang sangat unik. Tapi keabstrakkan itu ditutupi dengan pergulatan batin di antara keduanya, sehingga kita lupa bahwa sebetulnya hubungan yang dihadirkan sangat abstrak. Kisah cintanya mengalir apa-adanya tanpa kepura-puraan, tanpa meloncat untuk menemukan inti cerita. Ini menjadi menyenangkan karena kita sebagai penonton dibikin nyaman, tenang, dan jatuh cinta.

Cara-cara film menunjukkan lamanya 45 hari sebagai tugas Arini dari Love.Inc juga ditunjukkan sangat baik tanpa dipaksa untuk masuk dalam satu frame utuh. Seperti Raka yang lupa mengganti tanggal, atau Richard yang bertanya tanggal pada Pak Syamsul. Intinya, film ini tidak buru-buru dalam menyampaikan detail-detail cerita. Tanpa perlu bertentangan dengan aspek-aspek bercerita.

Juga komedi di Love for Sale sangat segmented, saya suka saat adegan Richard datang ke rumah orang tua Arini di Depok yang kemudian menjadi tempat shooting. Saat Richard bertemu ayah Arini, dan dialog di dalamnya seolah meruntuhkan batas antara cerita dengan produksi filmnya sendiri, yang juga dipertegas dengan setting (keriwehan pembuatan film). Dialognya cerdas, menjadi komedi yang sangat “sialan” untuk orang-orang yang mampu menangkap maksudnya.

Lalu, film memasuki babak akhir, saat Arini tiba-tiba menghilang entah kemana, Richard menjadi sangat polos mengira itu hanya candaan Arini. Cerdasnya Love for Sale, menghentikan cerita tentang Arini di titik ini, tidak lagi ditambah apa pun, membuat kita sebagai penonton ikut masuk merasakan kehilangan yang dialami, Richard. Paruh akhir film benar-benar seperti dongeng pegantar tidur, ia manis, indah dan cantik. Menyelami kerentanan Richard yang akhirnya memilih berdamai dengan diri sendiri, dengan simbol memberikan barang-barangnya pada Jaka, Raka, dan Syamsul. Bahwa siapa pun yang selesai dengan perkara move on, hidupnya akan bebas dan merdeka. Ditunjukkan film ini melalui Richard yang berkelana jauh menggunakan motor impiannya.

Tapi, Love for Sale bukan tanpa kekurangan, yang paling kentara adalah ketika saya tidak mampu mendengar dengan baik beberapa dialog dalam film ini, entah karena si tokoh yang terlalu cepat berutur atau proses shooting dan editing suara yang kecolongan. J

#LoveForSale
#BanggaFilmIndonesia


Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Sunday, March 11, 2018

Batu


Malam ini, kita beradu pada pikiran masing-masing, 
seperti sebuah batu yang hanya butuh tetes air. 
Lunaklah, aku hampir mati memikirkanmu.


Semarang, 9 Maret 2018
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Thursday, March 8, 2018

Bahas #SekalaNiskala



Sekala Niskala, sangat kontemplatif ia hadir seperti sebuah corong yang dilihat oleh satu mata seorang manusia. Membicarakan bagaimana kematian adalah konsep terbalik dari kehidupan. Dengan tokoh Tantri sebagai yang dimaksud terlihat dan tokoh Tantra sebagai yang dimaksud tak terlihat. Keduanya berangsur mereduksi ingatan tentang bagaimana siklus kelahiran dan kematian menyetubuhi setiap manusia.

Ini adalah film dengan level sinema yang berbeda dari film Indonesia sebelumnya, ia murni menjual perspektif gambar dan cara sutradara bercerita. Ia menjadikan cerita justru sebagai narasi kedua sebagai sesuatu yang hendak disampaikan. Sekala Niskala murni menjadikan gambar sebagai media bercerita, tanpa perlu banyak dialog untuk mengisi gambar.

Ini adalah tentang bagaimana seorang manusia ditinggal dan meninggalkan, tentang bagaimana kita menerjemahkan nasib masing-masing. Hal-hal semiotik dalam narasi gambar (seperti telur rebus tanpa kuning telur) selalu disajikan dengan sederhana tapi sarat makna yang begitu dalam. Tantri adalah tokoh ganda ia menjadi kuat ketika menjelma menjadi sesuatu yang lain; ayam dan monyet.

Sekala Niskala adalah pertunjukkan semiotik sepanjang film, ia menggambarkan siklus kelahiran dan kematian dalam keadaan terbalik. Juga dalam pendekatan gambar Kamila Andini menunjukkan kelembutan seorang wanita, ia mampu menarasikan gambar dengan sudut dan perspektif kamera yang bukan hanya sederhana tapi selalu mampu mengubah tempat-tempat yang sebetulnya biasa menjadi sangat filmis.

Film ini adalah gambaran imajinasi seorang Tantri, bagaimana ia tidak ingin kehilangan Tantra, adik kembar yang sangat ia sayangi. Sangat minim dialog, karena kembali lagi film ini mengandalkan simbol-simbol yang masuk dalam satu frame utuh. Saat Tantra dan Tantri makan telor ceplok berdua. Tantri membaginya menjadi dua, ia dengan telor putih dan Tantra dengan kuning telor. Simbolisme bahwa mereka memang berdua tapi sebtulnya mereka satu jiwa.

Dalam adegan pembukanya Tantri meremas satu telor hingga pecah saat ia melihat Tantra pertama kali masuk rumah sakit. Lalu kamera menyorot isi telor yang keluar dari tempatnya, lalu jatuh dan membasahi lantai kamar rumah sakit, kuning telor itu menggambarkan Tantra yang hilang dari tubuh Tantri yang dalam hal ini sebagai kulit telor. Atau saat Tantri memakan telor rebus lalu ia mencari-cari di mana kuning telor yang biasanya ada, Kamila mencoba memberitahu melalui simbol itu bahwa Tantri merasa kehilangan.

Meskipun kita tidak ditunjukkan secara pasti kapan Tantra meninggal dan bagaimana ia bisa meninggal. Bagi saya setelah adegan pembuka Sekala Niskala, Tantra sudah berada dalam dunia yang berbeda dengan Tantri, yang sangat imajinatif; saat ia menyanyi di jendela bersama Tantra sembari melihat rembulan, lalu ada yang mengetuk pintu. Seketika kamera menyorot Tantra yang menghilang dari gambar. Lalu kita sebagai penonton diberikan dua pertanyaan. Siapa yang mengetuk dan kenapa Tantra tiba-tiba hilang. Jelas itu imajinasi Tantri dan seseorang yang mengetuk pintu itu adalah Tantra.

Aksi teaterikal dalam film lewat kumpulan anak yang memakai singlet putih berguling ke sana- kemari sebagai gambaran ruang kematian, saat pertama kali Tantri melihatnya di dekat rumah ketika ia keluar malam. Lalu ditegaskan kembali saat anak-anak itu ada di kamar rumah sakit tempat Tantra dirawat, kemudian ketika Tantra berbaris di antara anak-anak itu dengan kostum ayam setelah ia dan Tantri “bertarung” di atas ranjang rumah sakit.

Banyak gambar-gambar cantik, terutama saat komposisi gambar menunjukkan keberadaan Tantri, bulan dan malam hari. Cahaya rembulan digunakan sebagai murni tata lampu tanpa tambahan cahaya buatan, menjadikan Sekala Niskala intim sekaligus indah. Ditambah dengan gubahan musik etnik, menambah keterikatan emosional antara, gambar dan musik. Meski ada satu adegan di mana bulan tampak bukan bulan asli, tapi tetap saja tidak kentara—karena kita fokus pada Tantri yang menari.

Sekala Niskala tidak terlalu banyak menggunakan scene cut to cut, karena banyak dari pengambilan gambarnya dilakukan secara long shot yang membuat kita sebagai penonton mampu menikmatinya tanpa perlu melihat dari sudut yang berbeda namun tetap punya kedalaman gambar. Juga gambar itu menjadi kuat karena akting yang apik dari setiap aktornya. Sekala Neskala adalah film yang personal bagi saya. Pertama karena saya sendiri adalah anak kembar, kedua kembaran saya juga seorang perempuan. Seperti Tantra dan Tantri.

#SekalaNiskala
#BanggaFilmIndonesia




Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Monday, March 5, 2018

Patah Hati


Memangnya, cerita apa yang kau harapkan dari seseorang yang patah hatinya.
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Sunday, March 4, 2018

Selimut Kita


Nanti kita berdua, di malam yang membunuh dingin. 
Lalu selimut menjelma rumah kedua kita.

Saat lampu kamar dimatikan, 
dan napas kita bertabrakan. 
Apalagi yang kau tanyakan?

Kita di sini, aku; kamu. Bahkan di saat jantung berdebar seirama. 
Tak perlu lagi dunia di pikiranmu, 
tak perlu lagi orang-orang sakit itu. 
Hanya ada aku, sayang.

Kita berlomba membunuh masa lalu, 
tapi entah rasa itu terus gagal dihapus. 
Cukup nikmati malam ini, kasih. 

Jangan pikirkan yang lain.
Dengan sepasang kaki kita yang bersentuhan di balik selimut, 
juga bibir yang basah menempel di pipi.

Aku ingin habiskan malam ini 
juga mimpi dan masa depan tentang pernikahan kita 
dan bayi-bayi yang manis dan lucu.

Ingatan dan kenangan adalah satu garis utuh yang tak terlepaskan. 
Dan kita ada di tengah garis itu.

Selamat malam, sayang. Aku di sini. 
Masih, selalu.


Semarang, 3 Maret 2018
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Ibu Bayi


Mimpi malam ini tentang bayi-bayi lucu 
yang tak lagi menyusu di payudara ibu. 
Mereka rapuh dan lupa pernah punya tubuh.


Semarang, 4 Maret 2018
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Thursday, March 1, 2018

Nelayan dan Ikan


Di laut timur, seekor ikan mengadu pada seorang 
nelayan yang hampir seminggu pulang 
tanpa tangkapan.

Katanya; laut adalah tempatnya bercerita pada 
semesta. Tentang tubuh dan pikiran yang cantiknya 
melebihi buku-buku di saku celanamu.

Ikan itu tak mampu berenang, ia biasa memanjat 
pohon di pinggir pantai. Ia ingin membuktikan 
bahwa kalimat Einstein salah, atau siapa pun itu.

Setiap sore si ikan dan nelayan menikmati senja 
yang turun pelan-pelan memanjakan mata. Si Ikan 
bertengger pada cabang pohon, dan nelayan itu 
duduk di atas perahu kayu tanpa dayung.


Semarang, 1 Maret 2018
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.