Tuesday, January 19, 2021

yang dilakukan sepasang kekasih di atas flyover jatingaleh


 

Jadi waktu itu aku lagi perjalanan balik dari kantor, ya sekitar jam sepuluh malam, karena kebetulan hari itu lembur mengerjakan berkas-berkas yang sebetulnya bisa dikerjakan keesokan harinya. Tapi karena aku tipe orang yang sendirian, jadi aku lebih memilih kerja lembur daripada menyadari kenyataan bahwa ponselku adalah kuburan paling sepi di muka bumi.

Kata banyak orang sudah waktunya aku cari pacar, karena sudah hampir enam tahun hanya mencium bantal guling buluk di rumahku, ya jawabanku selalu sama, aku tidak lagi punya obsesi untuk memiliki, aku lebih butuh kaleng khong guan di rumahku berisi wafer-wafer enak daripada kerupuk terung atau rengginang basi, bekas lebaran tahun lalu.

Nah kebetulan aku sudah lama jomblo jadi aku tidak tahu lagi bagaimana rasanya pacaran, aku bahkan sering bertanya-tanya apa enaknya pacaran di flyover, nah rumahku ke kantor selalu melewati sebuah flyover yang bentuknya agak tidak jelas, namanya flyover jatingaleh, disebut flyover kayaknya kok kurang flyover, tapi kalo gak disebut flyover aku sendiri bingung mau menyebutnya apa.

Pernah kubilang pada ibuku bahwa flyover jatingaleh bentuknya lebih aneh daripada celana dalem merek Indomaret, kenapa gitu Indomaret yang notabene menjual barang-barang kebutuhan pokok sampai harus menjual celana dalem. Bayangin ada label indomaretnya di belakang, ada warna abu-abu dan item, mulai dari ukuran s sampai XL, aku tahu karena aku juga memakainya. Bukan apa-apa, selain murah ternyata bahannya bukan kaleng-kaleng, adem.

Nah kebetulan waktu aku balik lembur itu aku memakai celana dalam indomaretku, tapi aku lupa aku pakai yang warna apa, daripada kepalaku dipenuhi pertanyaan tentang warna sempak apa yang aku pakai, akhirnya aku berhenti di pinggir jalan, waktu itu jalanan mulai sepi, cuma ada beberapa mobil dan kendaraa roda dua yang lewat, aku berhenti dan membuka sedikit celanaku, oh ternyata aku pakai celana dalam indomaret warna abu-abu. Aku merasa lega, lalu menggaruk anuku yang agak gatal. Ya gimana masa gak digaruk.

Nah waktu aku mau jalan lagi, aku lihat sepasang kekasih berdiri tepat di pagar flyover jatingaleh, aku penasaran kenapa sepasang kekasih itu ada di tengah flyover malam-malam, aku mematikan montorku, lalu jalan pelan-pelan mendekati keduanya. Si perempuan berdiri di atas pagar, ia menangis sambil mengatakan hal-hal yang sayup-sayup terdengar seperti amarah dan penyesalan. Kulihat kekasihnya mencoba menahannya, laki-laki itu berulang kali menyuruh kekasihnya turun.

Aku berhenti sebentar, kali ini bokongku yang gatal, tidak biasanya aku merasa gatal ketika memakai sempak indomaret, mungkin karena tersugesti tadi menggaruk anuku. Setelah menggaruk tidak lupa aku menghirup aroma apek bokongku yang menempel di tanganku. Tenang ini bukan karena bahan dari sempak indomaret, kamu harus tahu, sempak indomaret adalah sempak terbaik yang pernah ada, bahkan kualitasnya melebihi sempak Cristiano Ronaldo yang sering dia pakai waktu tanding. Rasanya aku ingin menjadi brand ambassador sempak indomaret, semoga pemilik indomaret membaca ini. Aamiin.

Waktu itu bahkan aku berpikir pria yang menahan kekasihnya itu juga memakai sempak merek indomaret, aku membayangkan pria itu tidak memakai celana jeans, dan label indomaret jelas terpampang di bagian belakangnya, kalau beneran dia memakai sempak indomaret rasanya aku perlu membuat sebuah sekte penyembah sempak indomaret dan menjadikannya legenda.

Waktu aku semakin mendekat, aku merasa pria itu tidak benar-benar menahan yang ternyata sebuah percobaan bunuh diri. Perempuan itu semakin menangis, tentu aku tidak berpikir dan bertanya apakah perempuan itu juga memakai celana dalam merek indomaret, karena setahuku indomaret hanya memproduksi sempak untuk laki-laki, lagian ngapain perempuan beli sempak di indomaret, beli di alfamart lah! Agak mahalan dikit.

Beberapa detik aku mendengar percakapan mereka, aku buru-buru lari dan menggapai tangan perempuan itu, satu detik sebelum perempuan itu benar-benar loncat karena telah mengangkat satu kakinya. Kakinya mulus banget, putih kinclong. Malam itu ia memakai rok longgar warna hitam yang membuat angin sepoi-sepoi bisa masuk ke dalamnya. Hmmm semriwing.

Saat kugapai perempuan itu seperti di sinetron-sinetron Indonesia, di kepalaku muncul musik-musik menggema yang membuatnya semakin tampak terlihat seperti drama, saat aku berhasil menatap perempuan itu, seorang meneriakiku

“Anjing! Goblok! Lagi shooting cok!”

Aku melihat ke bawah, peralatan shooting lengkap dengan kamera dan lighting juga para crew mengarah padaku dan ke sepasang kekasih di atas flyover jatingaleh. Ternyata aku sedang benar-benar berada di antara shooting sinetron.

Aku malu, lalu meminta maaf, sebelum sempat meninggalkan tempat, pria itu mengingatkanku bahwa resleting celanaku terbuka, aku makin malu, lalu buru-buru kututup. Pria itu justru tertawa “Sempak indomaret juga ya, mas?” aku mengangguk pelan lalu tersenyum, “saatnya membuat sekte baru.” pikirku di tengah perasaan malu.

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Tuesday, January 12, 2021

yang dilakukan sepasang kekasih di atas honda astrea


 

Jadi, waktu itu aku sedang mengendarai scoopy merahku, aku baru saja selesai menikmati satu gelas jahe rempah yang nikmatnya sampai meninabobokan asam lambungku. Hari rabu, dan hujan berhenti pukul tujuh, setiap rabu aku terbiasa mengendarai scoopy pemberian ibuku. Orang sering menyebutnya “night ride,” aku lebih suka menyebut jalan-jalan malam.

Yaaa, biasa, jalan-jalan malam seringkali memberiku waktu untuk banyak berpikir dan merenung. Pernah suatu ketika aku dihadapkan sebuah pilihan yang membuatku bingung, antara membeli mogu-mogu rasa leci atau melon, orang bisa saja menyebutku gila, karena katanya rasa leci adalah varian paling enak dari mogu-mogu, yaa tapi kan aku sudah sering membelinya. Aku merasa empati dengan mogu-mogu rasa melon yang tiap kali aku ke indomaret varian itu selalu menjadi varian yang stoknya paling banyak.

Nah, waktu aku berhenti di persimpangan untuk menunggu lampu merah, aku berpikir bagaimana perasaan mogu-mogu melon jika orang-orang lebih memilih varian lain? Dari pikiran itu aku makin mantap untuk membeli mogu-mogu melon, terlebih warna hijau dari lampu lalu lintas seperti memberikanku tanda bahwa aku harus membeli mogu-mogu melon daripada rasa leci, karena tidak ada warna putih di lampu lalu lintas, jadi aku semakin kuat untuk membeli dan menghabiskan mogu-mogu melonku nanti.

Saat aku hendak mampir ke indomaret sebelum akhirnya pulang dari jalan-jalan malam yang lumayan panjang, aku melihat sepasang kekasih berboncengan mengendarai Honda astrea hitam yang tampak bersih dan kinclong, aku bahkan sempat naksir. Sepertinya itu adalah Honda astrea keluaran tahun 1991, pikirku sekelebat. 

Aku memperlambat kecepatan scoopy merahku untuk melihat keseksian montor antik itu, bahkan aku tidak sama sekali peduli pada sepasang kekasih yang tampak makin mesra di atas Honda astrea itu, sesuatu yang membuatku muak. Aku sendiri juga tidak bisa menebak kisaran umur mereka, karena keduanya memakai helm yang sama-sama antik tampaknya helm sepaket dari pembelian Honda astrea itu. Mereka juga memakai jaket oversized yang bisa memantulkan cahaya jika tersorot oleh lampu jalan.

Hampir lima menit aku mengikuti Honda astrea itu, perempuan yang membonceng di belakang memeluk pria di depannya. Aku seketika lupa kenikmatan rasa mogu-mogu, waktu itu yang ada di pikiranku hanyalah Honda astrea 1991 yang auranya mirip mantan pacarku dulu. Aura itu meneduhkan selalu membuatku senyum, sama sekali tidak sempat membuatku bosan. Aku bahkan sudah melewati dua Indomaret yang bukan 24 Jam.

Aku heran, mengapa Indomaret harus buka 24 jam, orang macam apa yang membeli indomie atau kondom saat jam dua pagi. Tapi sudahlah, tidak penting juga, aku lebih sering ke superindo daripada indomaret, meski sama-sama indo superindo jelas lebih lengkap dan luas, apalagi aku bisa memandangi setumpuk BH dan celana dalam wanita yang digelar di tengah-tengah gerai antara lorong tempat menaruh sereal dan susu, juga lorong tempat menaruh parfum dan alat-alat keperluan pria seperti pisau cukur kumis.

Aku jadi kepikiran celana dalam di superindo karena perempuan yang membonceng itu duduk makin maju, namun posisi bokongnya tetap sama, itu membuat celana dalam warna kuningnya sedikit terlihat. Aku bisa menebak itu bukanlah jenis celana dalam yang sering dipakai para perempuan muda seumuranku. Dari situ aku sadar sepasang kekasih yang berada di atas Honda astrea itu adalah dua orang yang sudah tua, atau sepasang suami dan istri.

Aku mulai familiar dengan jalanan yang dilewati Honda Astrea 1991 itu, ini jalanan yang sama tempat aku biasa melewatinya untuk menuju pulang ke rumah setiap kali jalan-jalan malam. Ah, ia berbelok ke arah yang sama di mana rumahku berada. Lalu ia belok kiri, melewati pos penjaga perumahan yang di dalamnya dua orang satpam sedang menikmati pertandingan sepakbola antara Barcelona melawan Real Madrid. Barcelona lebih bagus, tentu. Tidak perlu diperdebatkan.

Makin lama, aku makin disadarkan, bahwa sepasang kekasih yang mengendarai Honda astrea 1991 itu sedang menuju ke rumahku yang terletak di ujung jalan buntu perumahan tempat kutinggal. Aku makin penasaran karena Honda astrea itu berhenti tepat di depan gerbang rumahku, dan perempuan yang membonceng itu turun untuk membuka pagar tinggi hitam. Di situ aku baru benar-benar sadar, sepasang kekasih yang sedari tadi aku ikuti adalah orang tuaku sendiri. Ibu bapakku juga baru sadar bahwa aku mengikuti mereka. Aku juga baru sadar, Honda astrea 1991 itu adalah montor milik bapakku.

Aku tertawa, akhirnya aku berbalik, ibuku bertanya aku mau pergi ke mana lagi, kujawab bahwa aku akan membeli mogu-mogu melon di Indomaret. Ibuku menyuruhku menunggu, ia mau nitip, ibu memberikanku uang sepuluh ribu yang diambilnya dari dalam tas, dan minta dibelikan mogu-mogu leci.

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Wednesday, January 6, 2021

yang dilakukan sepasang kekasih di dalam mobil


 

Waktu itu aku sedang menyesap rokok pertamaku di depan sebuah warung masakan padang. Di seberang jalan aku melihat honda jazz silver berhenti, mesinnya masih menyala, kacanya gelap namun aku masih bisa melihat ada seorang pria duduk di kemudi. Samar-samar aku membaca gerak bibirnya, bahkan sesekali aku mengikuti apa yang ia katakan. Aku baru saja selesai memakan daging rendang hangat yang baru saja masak untuk makan siang, aku tidak pernah sarapan, bagiku sarapan hanya untuk orang-orang lemah.

Setiap hari aku bangun pukul sepuluh pagi, membuka ponselku tepat setelah mata terbuka dan masih agak berat karena semalam aku begadang menghabiskan drama korea yang tiap episodenya bikin mata berair karena saking lamanya. Aku benar-benar tidak tahu apa yang aku lakukan pada ponselku tiap pagi, sama sekali tidak ada yang mengirimkan pesan, tidak ada notifikasi, tidak ada yang menarik, aku hanya scrolling sampai aku sadar jam dinding di kamarku sudah menunjuk pukul sebelas.

Aku juga tidak paham, mengapa drama korea bisa begitu lama. Mungkin itu mengapa mereka disebut drama. Aku bisa menaksir bahwa setiap satu episode, sebetulnya mereka bisa saja membuatnya menjadi setengah jam atau satu jam kurang lima belas menit. Tapi yasudah, kita semua butuh drama yang menarik, karena drama kita di hari-hari biasa jauh dari kata menarik. Drama korea membuatku berhalu-halu ria, nasib-nasib karakternya selalu saja baik dan jauh dari realitaku sendiri.

Aku selalu memikirkan nasib setiap karakter dari drama korea yang kutonton, bahkan saat aku masih melihat honda jazz silver yang lampu depannya kini mati. Aku sayup-sayup masih bisa mendengar mesin menyala, mungkin supaya orang di dalamnya tetap merasa nyaman. Perutku bungah, rendang terenak di bumi belum lama masuk dan membuat lambung, usus, dan seluruh organ dalamku bergelora, seperti memutar lagu Inikah Namanya Cinta dengan volume yang sangat keras.

Asap rokok terus keluar, bau-bau tembakau mulai tercium, aku terus menyesap rokok yang kubeli dari warung di samping masakan padang langganan tempatku bisa ngutang saat uang-uang di kantongku sedang berlibur entah ke mana. Aku melihat pria itu mulai bicara pada seseorang di sampingnya, yang kupikir pada awalnya ia hanya sendirian, ternyata seorang perempuan duduk sejak pertama aku melihat mobil itu berhenti di seberang jalan.

Mereka seperti terlibat dalam pertengkaran hebat, hampir mirip setiap pertengkaran dalam drama korea yang makin tragis karena gerak kamera dibuat berlebihan dan musik yang lebay karena diulang berkali-kali tiap pertengkaran terjadi. Aku bisa menduga apa yang mereka bicarakan, apa yang keduanya perdebatkan. Bisa jadi salah satunya ketahuan selingkuh, atau hubungan mereka tidak direstui salah satu orang tua.

Kupikir dua masalah ini selalu menjadi alasan sepasang kekasih pegat di tengah jalan. Aku setuju selingkuh merusak semuanya, aku juga setuju harusnya korban memutus hubungan itu. Selingkuh ada karena niat, ya mirip bang napi bilang kalau kejahatan datang karena niat pelaku. Bayangkan aja selingkuh itu kejahatan, dan aku membenci jika korban tetap jatuh cinta dan tetap ada di hubungan yang sebetulnya sudah rusak itu.

Ah untuk urusan orang tua, harusnya ibu bapak tidak perlu mencampuri asmara anaknya, untungnya bapak ibuku tidak begitu, yaa mereka sudah lama meninggal. Mau apalagi. Tapi pernikahan tidak hanya menyatukan sepasang kekasih saja, pernikahan juga menyatukan dua keluarga. Pernikahan adalah ekosistem yang dibuat dan harus dijaga, jika salah satu aspeknya tidak terbentuk atau tidak dipelihara dengan baik biasanya pernikahan akan berakhir tidak menyenangkan. Lagi-lagi sama seperti drama korea yang pernah kutonton. Aku heran, mengapa korea bisa membuat cerita yang beragam tapi kita tidak. Mungkin karena korea menghargai keberagaman, mereka haus hal-hal baru. Sedang kita? Selalu alergi dengan kebaruan, menolak yang beragam, bernafsu menyeragamkan lainnya.

Rokok pertamaku habis saat kulihat pria di kursi kemudi membuka kaca mobil, ia menunjuk warung masakan padang tempatku duduk. Kupikir awalnya mereka sedang membicarakanku, namun aku tersadar saat pria itu menciptakan sebuah gesture bahwa dirinya lapar dan butuh makan.

Aku mengambil rokok keduaku yang kutaruh di atas telinga, kubakar rokok di mulutku, dan melihat sepasang kekasih itu turun dari mobil, mataku terpaku, keduanya berdiri berdampingan, mereka menyebrang jalan dengan hati-hati. Keduanya masih terlibat dalam sebuah perdebatan yang tampaknya makin panas. Aku makin mendengar yang mereka perdebatkan tepat saat keduanya sampai di depan rumah masakah padang, tidak jauh dari tempatku duduk. Pria itu masuk lebih dulu, lalu diikuti kekasihnya yang tampak cantik berambut pendek dengan setelan jins longgar, sepatu putih dan hodie yang longgar.

Perdebatan mereka makin keras terdengar, dan aku terus menyesap rokokku. Ternyata keduanya memperdebatkan mana yang lebih enak di antara rendang dan ayam pop. Aku tertawa, tebakanku salah, haluku jauh entah ke mana, ini karena drama korea mempengaruhi penilaianku pada orang lain. Lalu aku teriak “Rendang!” keduanya menoleh, perempuan itu memukul pundak kekasihnya. Tanda perdebatan itu selesai, perempuan yang makin lama mirip Najwa Shihab itu memenangkan perdebatan paling tidak mutu yang pernah kulihat. Mungkin Najwa Shihab pun malu mendengarnya.

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.