Wednesday, December 21, 2016

Aku Yang Bukan Kamu


Aku yang sedang berjuang, bukan Kamu.
Aku yang sedang berkorban, bukan Kamu.
Aku yang sedang menahan tangis, bukan Kamu.

Kamu yang tertawa, bukan Aku.
Kamu yang bahagia, bukan Aku.
Kamu yang menganggap semuanya normal, bukan Aku.

Kamu kira, mudah menjadi aku?
Kamu kira, menjadi orang ketiga adalah bahagiaku?
Kamu kira, aku ini sedang apa?

Aku tak punya angan-angan apalagi harapan.
Aku bingung, ada di posisi mana sekarang.
Dihatimu atau dipikiranmu.
atau jangan-jangan aku hanya bagian dari rasa bosanmu.

Kini aku tahu,
aku sedang berhubungan dengan orang jahat.
Yang memilih pertama tapi tak mau kehilangan lainnya.
Yang punya rasa pada satu orang,
tapi menanam rasa pada yang lain.

Mari kita sederhanakan.
Sebenarnya kamu memilih siapa?


Semarang, 21 Desember 2016

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Sunday, December 18, 2016

Dimana Dia Dilahirkan


Percakapan kita telah usai. Setelah ini, jika sebuah pertemuan tak bisa bicara banyak dan tak memengaruhi apa-apa. Tandanya masing-masing dari kita perlu menyerah dan mundur dari realita.

Setelah itu semua terjadi aku tidak akan merasa ada disini. Orang-orang pasti berubah. Berbeda, tidak ada yang saling mengenal. Semua menjadi orang asing. Teriakan anak-anak kecil yang berlari kesana, kemari. Suara perempuan-perempuan yang membicarakan temannya sendiri. Ruangan yang penuh dengan kaca ini disesaki orang-orang sakit. Tidak punya tujuan jelas selain menjadi terlihat keren ketika orang diluar melihat ke dalam. Sialnya, aku terjebak. Berada diantara orang-orang sakit.

Kita nggak pernah tahu orang benar-benar suka atau cuma pura-pura. Kamu bilang kamu bosan. Bosan biasanya terjadi karena kamu sudah mendapatkan apa yg kamu mau dan apa yang kamu cari dari seseorang. Lalu, kalau kamu sudah mendapatkannya apalagi yang kamu cari??

Kamu pikir aku sedang jatuh cinta?? Kamu salah. Aku sedang merasakan bagaimana hatiku ketika ada kamu yang berusaha menghuninya. Bagaimana responnya, bagaimana rasanya berada di sampingmu, rasanya kau tinggalkan, rasanya tak mendapat kabarmu, dan rasanya ketika kamu menyentuh sisi hatiku yang belum pernah di sentuh siapapun.

Karena aku takut pada perasaanku sendiri yang bahkan tak bisa lagi merasakan apa itu jatuh cinta. Apa itu merindu dan apa itu benci. Aku benar-benar mati, dia yang dulu benar-benar berhasil mengunci semua pintu. Sialnya hanya dia yang membawa kuncinya. Mau tidak mau, aku perlu menunggunya, entah berapa lama. Entah sampai kapan. Karena percuma ketika seorang datang hanya bisa mengetuk pintu hatimu saja, tidak bisa masuk bahkan menghuni karena tidak punya kuncinya.

Bagiku, hati adalah sebuah brankas. Brankas besar yang menampung banyak brankas kecil di dalamnya. Kamu punya kuasa untuk membuka dan menutup, menaruh orang yang kamu cinta di dalamnya. Menyimpan masa lalumu di dalamnya dan memilih tidak akan lagi membukanya. Bukankah begitu konstelasi hati diciptakan. Semua yang pernah ada di hatimu memang sebaiknya disimpan. Jangan membuangnya, mereka bukan sampah. Tapi kalau kamu masih berniat membuangnya berarti hatimu adalah tempat sampah sementara.

Dimana dia dilahirkan? Aku seperti masuk pada ruang yang dia ciptakan sendiri. Membagi diri diantara tangis malam ini, menolak pergi meski hati memaksa untuk menyendiri. Apakah aku menjadi salah ketika harus bertahan pada perasaan yang begitu lama telah dipelihara dengan begitu tenangnya. Kamu ini dilahirkan dimana?? Pikiranku terus meronta memanggilmu kembali.

Jangan bertanya balik, aku dilahirkan dimana. Aku dilahrikan di bola matamu, di sela jari-jarimu, di rongga dadamu, diantara percakapan kita malam kamarin. Diantara air mata yang menetes  karena ceritamu yang begitu mengiris hati. Aku dilahirkan di dalam hatimu. Meski bukan kamu yang mengandungku. Aku tahu telah lama kamu mengusirku, aku pun tahu pikiranmu sudah tidak lagi tentang aku. Aku juga tahu, saat aku menulis ini, Aku masih menunggumu. Disini. Di ruang yang kau ciptakan sendiri.

-----

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Sunday, December 11, 2016

Raja Tiga Ronde


            Setelah mengurusi beberapa berkas penting, Ananta memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Berpamitan dengan Maria, memohonnya untuk tidak mampir, karena Ananta ingin istirahat sehari penuh. Berulang kali kepalanya dilewati sosok Amanda dan Inneke. Dua wanita yang sudah tak lagi bisa tersentuh namun meminta untuk di rengkuh. Ananta tak memikirkan hal lain, ketika mereka berdua meminta untuk bertemu, hanya satu yang ada di kepala Ananta.

            Inneke dan Amanda telah masuk pada perangkapnya, meski sebagai orang yang telah dewasa, Ananta menganggap seks ada kebutuhan biologis seorang manusia, hal itu tak lagi tabu. Atau mungkin, Inneke dan Amanda lah yang telah melemparkan perangkap pada Ananta. Saat Inneke menghubungi Ananta tepat dalam satu pesawat yang sama, saat Amanda menghubungi Ananta saat berada di Belanda. Semuanya seperti punya pola. Tidak ada yang kebetulan.

            Sekalipun Geraldine yang akhirnya memutuskan untuk pulang ke Indonesia, Ananta yakin kepulangannya itu bukan untuk menemui Niko. Tapi, untuk menemui dirinya dan membayar tuntas semua janji untuk menikmati tubuh masing-masing. Ananta perlu berhati-hati, empat wanita yang pernah bersetubuh dengannya tidak akan jauh dari dirinya. Liburannya ke Jogja akan mengasyikan ketika Maria, Inneke dan Amanda juga ikut serta. Terbesit hal liar dalam kepala Ananta.

            Ananta memutuskan untuk mengajak Inneke dan Amanda untuk berlibur ke Jogja, tak lupa juga Maria. Ananta meminta izin pada Niko. Tak ada kalimat lain yang keluar dari mulut Niko selain mengiyakan permintaannya, itu akan menjadi liburan yang ramai sekaligus menyenangkan. Amanda dan Inneke menerima tawaran Ananta tanpa basa-basi. Mereka berjanji untuk bertemu di Jogja. Hanya Maria yang sedikit susah di bujuk untuk ikut.

            Rindu yang menguasai kepalanya tak bisa terbendung, Ananta terlalu liar dalam pikiran Maria. Sulit untuk sedetik saja tak membayangkan saat-saat berdua, menelanjangi masing-masing. Maria ingin menghabiskan waktu berdua. Ananta terus membujuknya. Diantara seks text mereka, hal yang biasa dilakukan Maria dan Ananta. Bersetubuh lewat kata, merasakan orgasm jarak jauh. Untuk memuaskan nafsu yang datang liar tanpa permisi. Pada akhirnya, Maria luluh, menyerah. Ikut Ananta.

            Pria memang sulit dijabarkan, mereka sulit untuk dibaca pikirannya. Tak seperti wanita yang sangat mudah untuk ditebak jalan pikirannya. Siapapun pria yang berani meruntuhkan semua sekat yang dibangun para wanita. Pria itu akan menjadi yang paling beruntung. Wanita hanya perlu disentuh pada satu titik jiwanya, lalu membiarkannya kesakitan menahan rindu, yang pada akhirnya merengek meminta prianya untuk tidak pergi menjauh. Disaat itulah wanita menjadi makhluk paling lemah yang bisa dikontrol dan dimainkan sesuka hati. Hanya perlu mengajaknya bermain-main dalam ruang lingkup yang sama. Memaksanya untuk tetap bertahan dan tak keluar dari permainan.

            Memang tak sedikit wanita yang memunafikkan dirinya sendiri, berkata tidak padahal ingin. Berkata semua baik-baik saja padahal tak semuanya baik-baik dan berjalan normal. Ada bagian dari diri seorang wanita yang mudah untuk ditembus dan diruntuhkan. Cukup dalam satu senyuman, mereka akan mengejar tanpa pernah berpikir untuk berhenti. Memang seperti itu konstelasi hati diciptakan. Untuk melemahkan kaum wanita yang dianggap selalu benar padahal tidak. Mereka terlihat begitu karena masih terlalu banyak pria yang tak sadar bahwa ada satu sisi dari seorang wanita yang mudah untuk ditaklukkan.

            Hari-hari berlalu, Geraldine telah sampai di Indonesia dua hari lalu. Ananta bersiap untuk penerbangannya ke Jogja bersama Maria. Niko dan Geraldine sudah lebih dulu sampai sehari sebelumnya. Dalam satu ponsel yang sama, Ananta mengendalikan tiga wanitanya, tanpa adapun dari salah satunya yang merasa keberatan. Inneke, Amanda, dan Geraldine telah mengetahui satu sama lain. Ananta bukan tipe pria yang sembunyi-sembunyi. Dia saling memberitahu ketiganya. Hanya Maria yang masih merasa semua berjalan normal, seperti biasanya. Untuk yang satu ini, Ananta hanya perlu bersabar sedikit untuk meluluhkannya.

            Mereka bertemu di satu hotel bintang lima di pusat Kota Jogja. Tak ada satupun yang merasa canggung melihat Maria bersanding bersama Ananta. Amanda dan Inneke tidak mempersoalkannya, apalagi Geraldine. Ananta sudah terlanjur menyentuh inti jantungnya. Bukankah begitu makna perselingkuhan diciptakan. Untuk dinikmati bukan dihindari. Mereka hanya perlu berdamai, menunggu permainan dimulai. Menikmatinya seperti biasa tanpa pikir dua kali. Karena dunia diatas ranjang adalah dunia paling liar.

            Niko dan Geraldine dalam satu kamar yang sama, Ananta dan Maria, Inneke bersama Amanda. Mereka akan menghabiskan tiga hari kedepan untuk menyusuri Jogja. Tak ada yang ditunggu Ananta di liburan kali ini selain bagian terpenting dalam nafsu manusia. Seks. Meski sebenarnya dia selalu bisa menahannya, hanya saja Ananta tak yakin, Inneke, Amanda, dan Geraldine bisa menahannya lebih lama lagi. Terlihat ketika Ananta menatap mata mereka bertiga. Ada perasaan yang minta ditebus tuntas, minta dipenuhi. Ananta hanya tertawa dalam hati, menantang seberapa kuat mereka bisa diam menahan semuanya. Ananta yakin, pikiran mereka telah dipenuhi dirinya.

            Hari pertama berlalu, malam di Jogja tidak sedingin ini. Sebelum pergi tidur Ananta memutuskan untuk mandi, membasahi tubuhnya dengan air hangat, di bawah guyuran shower. Maria melihat lekuk tubuh Ananta yang blur tertutup embun yang menutupi kaca-kaca ruangan itu. Senyum tercipta dibibirnya. Ananta melihat Maria yang mulai melepas bajunya, berjalan pelan menghampirinya. Sampai di depan pintu Maria telah sepenuhnya telanjang, Ananta membuka pintu, Maria menggoyangkan tubuhnya seperti penari diatas panggung—menggoda Ananta.

Hangatnya air menyentuh tubuh mereka, Maria terpojok, satu telapak tangan Ananta menyentuh tembok. Tubuh mereka bersentuhan. Ananta mencium bibir Maria yang hangat dan basah, tanganya masih menyusuri tubuh Ananta. Payudaranya menyentuh dada Ananta yang bidang. Air masih terus mengucur deras. Maria mulai memainkan penis Ananta yang juga hangat. Tanpa pikir dua kali, Ananta menjadi liar, membalikkan tubuh Maria—menatap tembok. Menanam cinta di lubang vaginanya.

Pagi tiba, dari balik selimut, Ananta mendengar notifikasi di ponselnya. Matahari belum terlihat. Maria masih telanjang dibalik selimut, memeluk Ananta. Tertidur dengan kepuasan yang terlihat pada senyum dan raut mukanya. Satu pesan masuk, Ananta membukanya. Pesan dari Geraldine. Ananta tersenyum, Niko sedang keluar untuk lari pagi, kata Geraldine dalam pesannya. Pelan-pelan Ananta turun dari ranjangnya, membiarkan Maria tetap tertidur, memakai baju lalu keluar. Kamar Geraldine tepat di depan kamarnya. Pintu sedikit terbuka, Ananta membuka lalu menutupnya rapat. Menyusuri ruangan itu, Ananta tidak melihat Geraldine diatas ranjang.

Ananta tersenyum, merasa terperangkap dalam permainan ciptaan Geraldine. Tidak sulit menemukan Geraldine yang telah telanjang di dalam bathtub. Geraldine membuka kran air tepat ketika Ananta melihatnya. Geraldine memegang snifter berisi champagne, meminumnya sedikit, meletakkannya tepat disamping. Mengambil satu butir Anggur, menggoda Ananta yang sudah telanjang dada dan bersiap membuka celananya. Geraldine menutup kran air. Bathtub telah terisi air hingga menutupi pusarnya. Ananta mendekat, masih memakai celana dalam, berdiri tepat disamping Geraldine, menatapnya, seperti seorang yang menantang.

Kedua tangan Geraldine mengelus lembut paha Ananta, melihat celana dalam itu mulai sesak. Geraldine membuka celana Ananta, menurunkannya setengah, apa yang ada dibaliknya membuat senyum tercipta di bibirnya, Geraldine melirik Ananta yang menurunkan celananya hingga menyentuh lantai dengan kedua kakinya. Ananta memegang kepala Geraldine, menyibak rambutnya yang menutup wajah. Lidah Geraldine memainkan penis Ananta seperti seorang anak yang menikamti es krim. Membuatnya basah, kedua tangannya ikut menyentuh. Hingga Ananta mendorong kepala Geraldine. Menanam cinta di mulutnya.

Hari kedua, pantai menjadi destinasi mereka berikutnya. Ananta melihat raut muka Amanda dan Inneke yang terlihat tak seperti biasanya. Sesekali Ananta melirik Geraldine yang bermesraan dengan Niko, sembari kembali memikirkan suasana bathtub tadi pagi. Saat Geraldine dan Ananta mengakhiri permainnanya di dinding bathtub dengan Ananta memangku Geraldine. Keringat membasahi tubuh mereka, Geraldine menghadap Ananta, merangkul lehernya. Memainkan ritme sesuka hatinya, naik turun, menggoyangkan pinggulnya. Ananta tersenyum memikirkan itu. Sesekali Geraldine melirik Ananta, tersenyum membalasnya.

Malam mulai membakar habis hari itu, mereka kembali dengan rasa lelah akibat perjalanan jauh. Maria langsung tertidur, begitu juga Geraldine dan Niko. Ananta masih memainkan ponselnya, tiba-tiba dikagetkan suara ketukkan pintu kamarnya. Ananta langsung membukanya, bertanya-tanya melihat Amanda  berdiri dibalik pintu. Amanda menarik tangan Ananta, mengajaknya masuk kamarnya yang berada tepat disamping kamar Geraldine.

Di ujung ranjang, Inneke telah duduk menunggu, membuka lebar-lebar pahanya, masih dalam balutan pakaian. Amanda memeluk Ananta dari belakang, membuka baju Ananta. Mendorong Ananta mendekati Inneke. Mereka bertiga duduk sejajar di ujung ranjang. Ananta telah telanjang dada. Amanda mulai mecium bibir Ananta. Inneke menciumi leher Ananta. Inneke dan Amanda bersamaan membuka bajunya, Ananta berganti mencium bibir Inneke, Amanda menciumi leher Ananta. Inneke dan Ananta saling menggigit bibir dan lidah, Ananta meremas payudara Inneke, melepas branya. Amanda menciumi tubuh Ananta, menyusurinya hingga perut. Membuka celana Ananta sepenuhnya, lalu melumat penisnya. Ananta menciumi payudara Inneke.

Suara rintihan mereka mulai terdengar hingga telinga Geraldine. Mendengarnya, Geraldine mulai penasaran, membuka mata, sekali lagi memastikannya. Geraldine tahu betul suara rintihan itu, memutuskan untuk turun dari ranjangnya, keluar menguping di pintu kamar Ananta, Geraldine tak mendengar apa-apa. Suara itu sesekali terdengar keras. Geraldine menemukan suara itu tepat disamping kamarnya, menguping di pintu lalu membukanya. Geraldine melihat Ananta menciumi vagina Amanda dan Inneke yang melumat penis Ananta. Mereka terdiam, melihat Geraldine yang terpaku. Ananta memangil Geraldine pelan. Tampak raut muka bingung di wajahnya. Beberapa detik terdiam, Geraldine menutup pintu, cepat membuka pakaiannya, bergabung naik keatas ranjang.

Permainan mereka makin liar, Geraldine dan Inneke bergantian melumat penis Ananta. Amanda masih memainkan payudaranya di depan wajah Ananta. Ananta memainkan puting Amanda yang memerah. Inneke bangkit, mengatur posisi duduknya diatas penis Ananta. Pelan-pelan vaginanya memakan habis penis Ananta. Ananta merintih menahan kenikmatan. Geraldine mengikuti Amanda, memainkan payudaranya tepat di wajah Ananta. Kedua tangan Ananta meremas payudara Amanda dan Geraldine, lidahnya bergantian mejilat puting Geraldine dan Amanda. Mereka bertiga bergantian memasukkan penisa Ananta ke vaginanya.

Hingga lewat tengah malam, mereka masih bermain, keringat membasahi tubuh hingga sprai ranjang. Maria terbangun, melihat Ananta tak ada disampingnya. Memanggil Ananta berulang kali, tak ada jawaban. Maria turun dari ranjangnya, memastikan keberadaan Ananta. Keluar dari kamar, menoleh kanan dan kiri, lorong hotel itu kosong, saat Maria hendak masuk, dia mendengar suara yang dikenalnya, Maria terpaku, memasang telinganya. Fokus mendengar. Suara itu makin dikenali Maria, matanya menyipit, dahinya beradu, suara itu makin keras terdengar.

Maria menempelkan telinganya pada pintu kamar Amanda. Sangat yakin dengan suara yang dia dengar. Dengan cepat Maria membuka pintu, mengagetkan Ananta, Geraldine, Inneka dan Amanda. Mereka terdiam. Mata maria melotot, menggeleng pelan, tanganya menutup bibir, menahan tangis, lalu keluar membanting pintu keras. Ananta bangkit, tapi dicegah. Inneke, Amanda dan Geraldine makin liar menyetubuhi Ananta. Ananta pasrah, tidak bisa memberontak, kenikmatan itu memengaruhi pikirannya, menggetarkan tubuhnya, membuat semua buluk kuduk berdiri. Ananta terus memikirkan respon Maria.

Kali ini Ananta terdiam, membiarkan tubuhnya dinikmati tiga wanita. Ini ketiga kalinya Ananta bersetubuh kurang dari tiga hari, menjadi raja dalam tiga ronde. Amanda melumat penis Ananta. Geraldine menciumi tubuh Ananta yang berkeringat. Inneke menciumi leher Ananta. Tiga wanita itu bergantian dan makin liar, Ananta memejamkan mata masih terdiam merintih nikmat. Beberapa menit berlalu, Ananta membuka matanya seorang membuka pintu kamar, mengagetkannya dan yang lain. Mereka melihat Maria yang tersenyum, menggoda. Maria menutup pintu dengan kaki, membuka kancing blusnya, melemparkannya ke lantai bersama pakaian lainnya. Bergabung naik ke atas ranjang.


Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Saturday, December 10, 2016

Hujan


Hari ini hujan turun lagi, aku tak bisa mendengar suaramu diantara rintik air yang jatuh menerpa atap rumah. Dini hari ini aku masih ingin kau temani, mata ini begitu berat, terbebani rutinitas sehari-hari, tapi rasanya enggan menutup. Biarkan sekali lagi aku membayangkanmu dalam rintik hujan yang labil, mengikuti suasana hatiku saat ini. Aku seperti merasakan tertidur di sampingmu dengan kamu yang mengelus lembut pipiku. Dalam satu ranjang dan bantal yang sama napas kita bertabrakkan. Sesekali aku memejamkan mata, mencoba mengusir semua keinginan yang terlanjur lewat dalam kepala.

Dini hari ini, kamu menceritakan harimu yang cukup melelahkan, aku mendengar suaramu yang bergetar, menahan tangis yang terus mengikat. Hujan dini hari ini benar-benar menyamarkan tetes air matamu. Sekali lagi, senyum kita bertemu hingga bibir kita tak lagi berjarak. Kita terdiam, merasakan kedekatan yang tercipta begitu sederhana, aku memelukmu, menghangatkanmu melebihi selimut-selimut itu. Kedua tanganmu menyentuh leherku, menghangatkanku. Aku mengelus punggungmu, kita masih terdiam, tersenyum dalam bibir yang tak berjarak. Akhirnya kita tertidur, menikmati semua keinginan dalam mimpi.

“Temani aku,” katamu yang tertidur di rongga dadaku. Merasakan debar jantung yang seirama. Kamu tertawa melihat bulu kuduk di tanganku berdiri.

"Kamu tak pernah tahu rasanya bulu kuduk berdiri karena kehangatan yang diberikan seorang wanita. Ini semua karenamu," kataku mengelak.

"Kamu juga nggak tahu rasanya menahan nafsu. Menunggu prianya memulai dulu," balasmu.

“Aku memang bodoh dalam urusan ini. Tapi aku mencitaimu yang sederhana dalam berkata,” kataku menatapmu yang tersenyum.

Hujan turun lagi, kamu menarik selimut, memelukku dibaliknya. Erat, semakin erat, seperti seorang yang tak ingin kehilangan. Ujung bibirmu menyentuh lembut pipiku, aku menahan geli, kamu terus melakukannya, menggodaku. Selimut menutupi tubuh kita sepenuhnya.

“Jangan main tangan,” kataku.

“Kenapa??” balasmu dengan suara pelan.

“Bahaya,” godaku menahan tanganmu.

“Aku kira kamu suka yang bahaya.”

Aku tersenyum, sekali lagi. Mencium semerbak wangi rambutmu. Kamu selalu bisa membuatku kehabisan kata.

“Kalo dijadiin cerita bagus ya??”

“Iya bagus,” kataku.

“Semenjak kamu masukin namaku di ceritamu, aku selalu membayangkan kalo tokoh utamanya itu kamu.”

“Kenapa gitu??” tanyaku.

“Aku lebih merasa bahagia, aku seperti hidup bersamamu.”

“Aku memang bisa membahagiakan kekasih orang.”

Hujan, begitukah rindu diciptakan?? Seperti dinding yang memisahkan dua tempat, begitu beratkah seorang perlu menanggungnya. Apakah dua manusia yang belum pernah bertemu boleh saling merindu?? Aku bertanya, suaramu menyamarkan suaranya di bilik ponselku. Bahkan kita berdua tak ingin menutup ruang obrolan, menunggu siapa dulu yang akan membalas, menunggu suara notifikasi.

“Aku senang kamu nggak bisa tidur. Puisimu bagus, Aku suka. Banget,” katamu.

“Aku senang Jerman belum larut,” kataku.

“Untung aku lagi jauh disini.”

“Emang kenapa??” tanyaku.

“Serius kamu tanya itu??”

“Aku sedang menggodamu.”

“Kamu berhasil menggodaku,” katamu tersenyum.

Pagi hampir saja tiba, subuh mulai berkumandang, rintik hujan masih turun, aku mendengarnya terus menerpa atap rumah. Aku tahu kamu belum tidur. Aku tahu kamu masih tersenyum membaca ini. Aku tahu kamu ingin terus melihatku membalas semua pesanmu. Baru kali ini aku melewati dini hari bersamamu, orang yang bahkan tak pernah ada dalam pandanganku. Aku tak pernah ragu atau risau, meski kita jauh, aku tetap merasa dekat. Bukankah begitu makna rasa diciptakan?? Untuk menjauhkan yang dekat.

“Terimalah, perasaanmu tidak pernah salah. Dimana dia disentuh disitu dia luluh,” kataku.

“Setiap malam aku selalu berpikir, mana yang benar, dan mana yang salah. tidak memulai percakapan adalah sesuatu yang benar. Karena setelah itu, semua akan jadi salah. Tapi apa daya, aku manusia biasa, yang akhirnya kalah dan salah.”

“Sayangnya ini bukan soal benar atau salah. Kalah atau menang. Ini soal pilihan dimana kemungkinan ada diantaranya. Memilih salah satunya tanpa meninggalkan lainnya,” balasku.

“Aku bingung mau jawab apa,” katamu pasrah.

“Satu dua tiga. Satu hal yg terbesit dipikiranmu sekarang. Jawab!”

“Ich will dich.”

“Itu bercanda kok,” katamu menambahi.

“Ich auch,” balasku.

“Yang ini nggak bercanda,” kataku menambahi.

“Du hast diese Dinge schwerer gemacht... Für mich,” balasmu.

“Ich habe dich nicht belasten belasten... Du hast die Wahl,” jawabku.

“Giliran kamu, Satu dua tiga. Satu hal yg terbesit dipikiranmu sekarang. Jawab!” katamu menantangku.

“Auf dich warten.”

“Aku bakal lama,” katamu setengah merenung.

“Lama atau jauh, kita perlu membuktikan, perasaanmu sekarang cuma karena kamu bosan atau apa. Lambat laun, kita bakal tahu. Kamu bakal tahu, mungkin kamu cuma lagi bosen, cuma penasaran.”

“Aku selalu memikirkan kemungkinan itu.. Sekarang aku gak tahu.”

“Jauh kalo tetap merasa dekat nggak pernah ada masalah buatku. Kita sama-sama menemukan kenyamanan yang selama ini kita cari.”

“Jadi mau apa kita setelah ini??” tanyamu.

“Aku nggak punya jawaban untuk itu.”

Hujan berhenti. Tepat pukul enam pagi aku menutup ponselku. Cuaca berubah cerah. Saat aku melanjutkan rutinitas sehari-hari, kamu baru akan pergi tidur, melanjutkan mimpiku, melanjutkan kisah kita yang tertunda beberapa waktu. Semoga yang telah lama memelihara hatimu kalah oleh aku yang baru masuk duniamu. Semoga…



Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Thursday, December 8, 2016

Sampai Jadi Sisa


Aku ingin menyentuhmu,
merasakan sisi gelapmu.
Merasakan ujung jarimu,
menyentuh lembut tanganku.

Menatap dalam kebisingan yang sama
Tersenyum dalam keinginan yang sama
Tersipu dalam kecanggungan yang sama

Aku hanya ingin menciptakan,
kemungkinan diantara kita
Bukannya menjadikanmu sebagai pilihan

Aku cukup melihatmu dari sisiku
Menunggumu merasa bosan,
lalu menghampiriku.

Bercengkrama
Menciumku
Mendengarkanku
Menikmati indahnya rasa, berdua...

Merasakan indahnya makna,
saling melempar doa dari kejauhan

Meski, 
tak ada jalan yang tercipta untuk kita.

Jadi, untuk apa kita disini??
untuk apa ada aku
untuk apa ada kamu

Kalau pada akhirnya,
kamu tetap tidak bisa,
melepas yang pertama

Aku rela menjadi yang kedua untukmu
tidak kau ikat namun terasa dekat
Bukankah begitu makna rasa diciptakan??
Untuk mendekatkan yang jauh

Aku siap kau jadikan sisa
Sisa kemunafikanmu
Sisa kebosananmu
Sisa-Sisa yang tak tersentuh

Saat nanti kita bertemu
Aku cukup menatapmu
Membalas senyummu

Lalu diam.
Menahan semua nafsu yang menyeruak masuk
Terus diam
Diam,
Tetap diam...

Sampai pada satu detik,
kamu membuka obrolan;
"Aku mau selingkuh denganmu".

Bahkan,
aku tak berpikir dua kali untuk itu.


Semarang, 9 Desember 2016


Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Mari Sembunyi


Aku membayangkan sebuah rumah,
di dalamnya seorang anak tumbuh
Sehat dan ceria

Sial!
Aku baru saja menyeka air mataku
Tiba-tiba menetes tanpa permisi

Aku bisa terima,
tetap saja kita tak akan bisa menyatu.

Tapi aku yakin,
kita bisa sembunyi-sembunyi,
dalam urusan rindu

Apalagi cinta.


Semarang, 9 Desember 2016


Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Malam Bersamamu


Aku berdoa,
malam ini ada di sampingmu

Memelukmu
Mengusap lembut rambutmu

Bercerita tentang mimpi bersama
Membicarakan cita-cita di ruang tidur

Dihangatkan dalam satu selimut yang sama
Mencium semerbak wangi rambutmu

Berbisik ditelingamu;
"Aku Mencintaimu".

Cukup.


Semarang, 9 Desember 2016

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Aku Tidak Mencintaimu


Aku tidak ingin kamu
Tapi aku ingin kamu

Suaramu
Hembusan napasmu
Keringat yang jatuh di keningmu
Tawamu yang masuk telingaku
Matamu yang meneduhkanku

Aku masih menghitung mundur waktu
Semoga kita bertemu,
saat masing-masing memutuskan,
melepas yang terikat

Memaksa diri mengikat bersama
Kamu menjadi bagian dari ceritaku yang terang

Semoga aku tidak sibuk mengobati hatiku
Karena aku pun menyerah
Memaksa mengobati diri sendiri adalah bunuh diri

Aku ingin mati di hatimu
di pikiranmu
di setiap lukamu
di setiap rintihan malammu
di setiap langkah kakimu

Bantu aku mengakhiri ini
aku jadi lupa diri saat mengingatmu

Aku tidak mencintaimu
tapi tidak,
tidak...
Tidak!

Aku bingung,
bingung...

Bantu aku menjawabnya.


Semarang, 9 Desember 2016


Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Semoga Hujan


Selamat malam, 
dari aku yang sibuk mengusirmu dalam kepala

Aku enggan tidur,
meski kantuk telah mengetuk kelopak mataku

Aku masih ingin mengetuk ruangmu,
ruang yang telah terisi orang lain

Aku tak ingin mengusikmu,
namun rasanya gila sehari tanpamu

Hujan benar-benar membawa,
pikiranku pada pikiranmu

Selamat malam
Aku mencintaimu,
seperti deras hujan sore lalu

Aku merindukanmu,
seperti ganas ombak malam lalu

Semoga yang telah lama mengendap dihatimu,
kalah oleh aku yang baru masuk duniamu

Semoga
Semoga,
Semoga...


Semarang, 9 Desember 2016


Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Seperti Gerimis


Gerimis pukul satu dini hari
Aku masih sibuk memikirkanmu

Seperti kabar burung pada angin
Seperti lembut awan pada langit

Seperti tangis yang menyentuh bibir
Seperti tatapan pada kekasihmu malam itu

Seperti gelap pada malam
Seperti puisi pada kata

Seperti lagu pada nada
Seperti ibu pada bapak

Seperti aku padamu
Seperti...



Semarang, 9 Desember 2016
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Thursday, December 1, 2016

Jujur Saja


Jujur saja, aku ini sedang gila.
Saat aku bilang; "Kita sudah terlalu jauh".
Kau balas; "Tidak sejauh yang kamu kira".

Jujur saja, aku ini sedang sakit.
Karena setelah ini aku punya tugas,
melupakan semuanya,
mengembalikan pikiran seperti semula,
seakan tak ada apa-apa.

Jujur saja, aku ini sedang bingung.
Bisa jadi aku cuma sekoci diatas kapal feri,
atau pilihan yang cuma jadi kemungkinan.

Jujur saja, aku ini sedang ragu.
Mengira-ngira siapa yang lebih dulu kembali,
aku yang tanpa rasa atau kamu yang tanpa logika.

Jujur saja, aku ini sedang takut.
Saat mungkin kamu kembali, 
kamu tak akan menemukan hal yang sama lagi
dalam diri ini.

Jujur saja, aku ini sedang pasrah.
Memangnya aku bisa apa??
kamu sudah pergi, memilih jalan berputar,
padahal ada aku di depanmu.

Jujur saja, kesalahanmu cuma satu.
Melupakan yang dekat,
untuk mencari yang jauh.

Jujur saja ku katakan.
Aku tak bisa kembali,
tapi aku tetap mencintaimu.

Jujur saja.
Sebelum semuanya hilang,
aku akan menunggumu di tempat ini,
siap untuk kau jadikan sisa.

Jujur saja.
puisi ini bukan soal siapa-siapa
puisi ini tentang isi hati kita.

Jujur saja. 


Semarang, 2 Desember 2016


Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Bahas #TerjebakNostalgia


Terjebak Nostalgia adalah film yang jatuh bangun mengatur ritme ceritanya bahkan sejak menit awal film ini dimulai. Detail di film ini juga tidak bisa dibilang bagus, contohnya, saat pakaian Sora dan Raisa yang basah karena kehujanan diawal film. Gambar menunjukkan pakaian itu kering setelahnya, hujan yang diciptakan juga sangat kentara dengan cahaya matahari. Lalu saat Reza dan Raisa terjebak hujan di dalam mobil. Saat mereka sampai di rumah Raisa, gambar menunjukkan bahwa mobil tidak basah alias kering.

Terjebak Nostalgia tidak bisa membuat saya kesusahan menebak lajur ceritanya, alur bahkan endingnya. Bahkan ketika film belum setengahnya saya sudah bisa menebak ending dari film ini. Sesungguhnya menampilkan tokoh baru di akhir film adalah pilihan yang tidak tepat, maka dari itu Rako selaku penulis skenario tidak melakukannya, tapi juga kesalahan kepenulisan yang hanya menghadirkan tiga tokoh, membuatnya sangat mudah ditebak. Film ini sebenarnya hanya tentang dua orang. Raisa dan Reza, dengan harapannya bertumpu pada teka-teki permainan. Maruli tidak dalam performa yang bagus, bahkan sekalipun Raisa yang kita tahu punya paras yang begitu cantik. Film ini benar-benar ditolong oleh Reza dan Obin. Juga musik yang bisa menyatu dengan “kata-kata” yang diungkapkan ketiga tokoh utamanya.

Sedikit membosankan karena cerita yang begitu cepat berlalu, penonton tidak dibuat benar-benar percaya bahwa Sora dan Raisa memang saling jatuh cinta. Keberhasilan film ini hanya terletak pada tokoh Reza yang membuat saya benar-benar sangat percaya bahwa dia memang jatuh cinta kepada Raisa. Kalau saja akhir film ini tidak tertebak mungkin akan menjadi keberhasilan lain yang bisa dicapai. Namun layaknya sebuah bangunan, Terjebak Nostalgia memang kurang bisa memilih pilar yang digunakkan untuk menopang bangunan diatasnya.


Bagi saya film bergenre drama romance yang hanya menawarkan kata-kata indah nan manis adalah film yang kehilangan arah, yang akhirnya memlih jalan untuk memakai kata-kata “gombal” untuk memuaskan pasar penontonnya. Padahal tugas utama pembuat film genre ini sebenarnya untuk meyakinkan bahwa memang terdapat perasaan cinta diantara tokohnya. Saya merasakan kelebayan di setiap adegan Sora dan Raisa, terasa mengganggu apalagi saat mereka berpisah di bandara. Karena kurangnya chemistry antar keduanya, film ini jadi tidak terasa spesial.

#TerjebakNostalgia
#BanggaFilmIndonesia
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.