Thursday, June 23, 2016

Arthur #2 Eps. 8


Prof. Uru tidak kesusahan untuk membuat satu alat panah. Dengan kayu dan beberapa tulang hewan, Prof. Uru sudah dapat membuat satu alat panah untuk Arthur. Prof. Uru meruncingkan bagian depan sebuah batang kayu yang dijadikannya sebagai anak panah. Prof. Uru melubangi sedikit bagian ujung kayu lainnya, sebagai Arrow Rest atau tempat untuk meletakkan anak panah pada tali busur.

Busur buatan Prof. Uru terdiri dari kayu yang melengkung, dengan tali busur yang terikat pada kedua ujungnya. Kayu akan melengkung lebih dalam ketika tali busur ditarik. Prof. Uru menggunakan tali yang digulung di bagian tengah kayu sebagai pengganti Grip, atau tempat untuk memegang busur. 

Busur telah ditemukan pada masa Paleolitik atau awal periode Mesolitik. Panah dibuat dari kayu pinus, terdiri dari poros utama dan sebuah poros depan sepanjang 6-8 inci. Dulu, sebagian besar tentara Assirian dan Persian, menggunakan alat panah sebagai alat perang melawan musuh. Dalam Pertempuran Crecy, Pasukan Inggris yang lebih kecil menang atas pasukan Perancis yang jauh lebih besar. Inggris menggunakan busur panjang untuk memenangkan pertempuran. Busur panjang menjadi senjata yang dapat lebih cepat dibidikkan daripada busur silang. Busur panjang yang digunakan Pasukan Inggirs dapat dengan mudah menembus setelan baju baja tentara Perancis.

“Jadi bagaimana?? Semenarik apa buku itu untukmu??” Prof. Uru menunjukkan busurnya pada Arthur.

“Tetap saja teori nggak berbicara banyak,” Arthur mengambil busur panah dari tangan Prof. Uru.

“Ini beberapa anak panah, aku membuatnya dari sisa kayu pembuatan rak buku di gudang Boulgetse yang ada di belakang,” Prof. Uru menyerahkan beberapa anak panah pada Arthur.

“Tali busur??” Tanya Arthur, mengambil anak panah dari tangan Prof. Uru.

“Untuk tali busur, harus dengan tali yang benar-benar kuat. Sialnya disini nggak ada,” Jelas Prof. Uru.

“Lalu??” Tanya Arthur bingung.

“Kau harus kerumahku, ada tali yang cukup kuat untuk dipakai. Tali itu ada di ruang bawah tanah. Kamu pasti tahu,” Prof. Uru melipat kedua tangannya di dada.

“Kenapa tidak Prof saja yang mengambilnya??”

“Ini saatmu Arthur, uji penyamaranmu. Jarak dari sini ke rumahku tidak terlalu jauh. Kau pasti bisa,” Senyum Prof. Uru.

Dengan penyamaran yang pernah dipakai Prof. Uru. Arthur menuju rumah Ana dengan menumpang truk setelah beberapa menit berjalan kaki. Diperjalanan Arthur mengecek ponsel yang lama tidak dia sentuh. Satu pesan dari Ana muncul di layar ponsel. Arthur membukanya. Bola matanya membesar membaca pesan dari Ana. Tidak ada waktu bagi Arthur untuk memikirkan pesan dari Ana, kebingungan sempat lewat dipikirannya. Beberapa kali Arthur terpikir untuk menelpon Prof. Uru.

Tepat di ujung gang menuju rumah Prof. Uru dengan deretan pohon kelapa yang tertata rapi di sepanjang jalan. Jantung Arthur berdebar, fokusnya terbagi akbiat pesan Ana yang dia baca. Arthur mempercepat langkahnya menuju ruang bawah tanah melalu pintu dibagian samping rumah. Tidak susah bagi Arthur untuk mencari kunci yang terselip diantara bebatuan tepat di depan pintu. Prof. Uru selalu meletakkannya disana.

Arthur menemukkan tali busur yang dimaksud Prof. Uru setelah membuka beberapa peti. Arthur membawanya pada tas yang dia bawa. Sebelum keluar, mata Arthur tertumbuk pada satu kotak dibawah beberapa barang bekas. Arthur mendatanginya—berlutut menyingkirkan barang-barang itu. Rongga matanya menyempit seperti seorang dengan mata sipit. Arthur melihat nama Ana pada kotak itu. Rasa penasaran Arthur membuatnya dengan cepat membuka kotak itu.

“Ini Prof,” Arthur menyerahkan tali busur pada Prof. Uru.

“Kau kenapa??” Tanya Prof. Uru, melihat Arthur tampak bingung.

“Ha?? Oh, No... No Problem,” Jawab Arthur terbata.

“Apa yang kau temukan??” Tanya Prof. Uru, mulai mengotak-atik alat panah buatannya.

“Nothing,” Singkat Arthur.

“Kau tidak pintar berbohong, Arthur. Seperti Ayahmu,”

“Aku melihat satu kotak kayu dengan tulisan Ana di ruang bawah tanah,” Arthur tampak bingung.

“Ha?? Maksudmu??” Prof. Uru menghentikan pekerjaannya.

“Kotak... Dibawah tumpukkan barang-barang lain,” Arthur menjelaskan sebuah kotak dengan isyarat tangan.

“Terus apa masalahnya??” Tanya Prof. Uru.

“Tidak ada masalah dengan kotaknya,” Arthur menatap Prof. Uru.

“Terus??” Tanya Prof. Uru penasaran.

“Isi kotak itu...” Lidah Arthur terasa kelu, kalimatnya dibiarkan tidak selesai—mengambang.

“Apa??” Prof. Uru penasaran.

“Aku melihat satu set alat panah... Apakah itu punya Ana?? Apa benar Ana, Askar Kecha??” Tegas Arthur bertanya, matanya memerah menatap Prof. Uru yang terdiam.



 (BERSAMBUNG)
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar