Friday, May 22, 2015

ARTHUR (Final Episode)


Jas yang dipakai Arthur sangat pas, tanpa dasi menambah kesan menarik untuk Arthur. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu ruangan Prof. Uru. Satu penjaga yang memakai jas sama persis dengan Arthur berada dibalik pintu itu, Prof. Uru mengenalkannya pada Arthur. Penjaga itu membawakan kacamata hitam untuk Arthur, dia yang akan menemani Arthur untuk menyelesaikan misi yang Arthur rancang sendiri. Memang sudah terlalu banyak orang jahat di Balai Kota, tapi tidak sedikit yang memilih untuk membelot. Penjaga itu buktinya. Bibi Ana dan tentunya Prof. Uru.

-09.19-

Arthur membawa semua perlengkapan yang dibelinya dari pasar gelap di lepas pantai Nanoi. Kecuali pisau Gurkha Nepal barang itu terlalu berat dan besar untuk dibawanya, Arthur meninggalkannya diruangan Prof.Uru. Keluar lalu mengatur frekuensi dan volume Handie Talkie yang dibawanya. Prof. Uru mengunci pintunya. Arthur memakai kacamata hitam setelah dia selesai mengatur Handie Talkie miliknya. Sasaran pertama Arthur belum juga terlihat, Askar Kecha. Malaikat pencabut nyawa Witson. Wali Kota yang dicintai rakyatnya. Sejauh ini belum ada kecurigaan dari siapa pun. Ini membuat Arthur tenang, setidaknya pertumpahan darah bisa dicegah. Arthur tidak ingin membunuh orang-orang yang tidak berdosa, dia hanya mencari orang dibalik kematian Ayahnya.

Penjaga itu memberikan isyarat pada Arthur untuk berjalan perlahan, kini mereka sudah sampai di markas prajurit dan polisi kota, letaknya masih satu komplek dan tidak jauh dari Balai Kota. Suasana ramai, gaduh akan membuat percakapan jadi tidak terdengar jika diucapkan pelan. Arthur menerima ajakan penjaga itu untuk berbaur dengan polisi kota dan prajurit yang lain. Meskipun Arthur tidak mengenal satupun diantara mereka, setidaknya pakaian dan kacamata hitam yang dipakai Arthur berhasil membuat mereka tidak curiga. Terdengar suara mesin jet yang menderu dimana-mana, latihan gabungan rutin baru saja selesai. Arthur menunggu, penjaga itu mengarah ke sebuah lorong, mengamatai sekitar lalu berbalik arah menuju tempat Arthur menunggunya. Penjaga itu berbisik, Arthur mengikutinya setelah dia selesai berbisik. Kini penjaga itu mengajak Arthur pergi ke lorong yang baru saja di cek oleh penjaga itu. Lorong panjang dengan lampu neon berjejeran di sudut atas lorong.

“Kau mau membawaku kemana?” Tanya Arthur

“Charles, kita tidak bisa menunggu prajurit sialan itu datang. Dia bukan orang yang bersedia ditunggu, pancing dia untuk keluar dari sarangnya”

“Kau pernah lihat wajah asli prajurit itu?”

“Belum, sepertinya susah untuk menemuinya tanpa topeng. Mungkin dia ada diantara gerombolan prajurit dan polisi kota tadi” Penjaga itu masih berjalan didepan Arthur, terus menyusuri lorong yang sesekali tidak ada lampu neon yang menyala.

“Lalu, kenapa kau ingin membantuku mencari Charles?”

“Aku tidak suka dengannya, dia tidak cocok menempati jabatan itu. Pengetahuannya tentang keamanan bahkan kalah dariku, sangat jarang aku melihatnya keluar dari ruangannya” Belum sempat Arthur menjawabnya mereka sudah hampir sampai di ujung lorong, dari kejauhan pintu besi dengan lampu merah yang berkedip diatasnya tidak dijaga. Pintu itu memilikki kode sendiri. Arthur mengelurakan kartu yang sudah diberikan Bibi Ana. Menggesek kartu itu, lalu memasukkan pin. 1991. Pintu itu berhasil terbuka.

Dinding ruangan itu sepenuhnya kaca, ada beberapa jendela yang terbuka lebar, kaca-kaca itu membentuk setengah lingkaran, membuat ruangan jadi nampak sempit. Charles berdiri membelakangi Arthur, menatap keluar jendela, Charles menyilangkan tangannya, berdiri tegap. Beberapa menit tanpa ada satupun yang membuka pembicaraan Arthur dan penjaga itu berdiri berdampingan menatap punggung Charles. Charles belum juga berbalik arah untuk menyapa. Belum selesai Arthur memulai pembicaraan Charles berbalik badan, mengarahkan tangan kanannya ke penjaga yang ada di samping Arthur. Ditanganya moncong pistol FN berwarna hitam buatan Belgia membuat penjaga itu ketakutan, penjaga itu belum sempat mengambil pistol yang dia bawa.

“Arthur, kenapa kau kesini? Siapa yang membawamu?” Charles semakin erat memegangi pistol yang ada ditangannya. “Dia yang membawamu?, Bajingan yang tidak punya keahlian apapun ini yang membawamu kesini?” mata Charles menatap ganas penjaga yang ada disamping Arthur. Kebencian nampak dari sorot mata Charles, penjaga itu adalah Anak dari Natalie namanya Rey. Satu-satunya prajurit yang paling dihormati tapi tidak punya keahlian selain menembak. Rey sudah sejak lama membenci Charles, Charles tidak pernah mengikutkannya pada misi yang diperintahkan. Rey hanya menjadi penonton membawakan barang-barang prajurit lain. Apalagi Rey tidak suka atas pencalonan Charles untuk menjadi Calon Wali Kota Nanoi peridoe berikutnya.

“Kau yang bajingan, ratusan orang tak berdosa mati sia-sia karenamu” Rey mengelak.

“Kalau bukan karena perintah ibumu, aku tidak akan melakukannya, Rey!! Kau tidak pernah mendengarkanku”

“Lalu, apakah aku harus membenci ibuku? Aku bukan orang gila yang dengan mudah membenci ibuku karena percaya kata-katamu” Arthur masih terdiam tanganya bergerak meraba saku berisi pisau lipat yang ada dibalik jasnya.

“Ibumu pembohong, Rey. Memangnya apa alasan dia menempatkanmu dibawah komandoku kalau bukan karena dia ingin mengawasiku?” Tangan Arthur meraih pisau lipat yang dia bawa lalu menekan tombol untuk membuka mata pisau di dalam sakunya.

“Anjing kau Charles…..” belum selesai Rey berbicara peluru dari pistol FN yang dibawa Charles sudah menembus jantung Rey. Arthur tahu hal ini akan terjadi,. Kurang dari dua detik Arthur melemparkan pisau lipat tepat ke arah Glabella Charles (Ruang antara alis mata). Mata Charles melotot, sebelum pistol dan tubuhnya jatuh ke lantai, tiga kali Charles menembak Arthur, Arthur berhasil menghindar. Darah dari tubuh Rey terus tumpah membasahi lantai, semuanya terjadi begitu cepat sampai Arthur tidak sadar dia sudah membunuh Charles. Arthur cemas dia baru tahu bahwa Rey adalah anak Natalie, Arthur melepaskan kacamata hitam yang dipakai Rey, menatap mata Rey dalam-dalam air matanya menetes, Arthur tidak bisa melihat orang tanpa dosa mati sia-sia. Belum sempat Arthur membersihkan air matanya, Handphone yang ada di saku kanan Charles berdering. Arthur merogohnya lalu berdiri membaca pesan dari nomor yang tidak dikenal.

“Terimakasih Arthur, kau membantuku membunuhnya. Untuk kematian anakku kau harus menebusnya. Jangan menatap ke arah jendela” –Askar Kecha

Arthur buru-buru, matanya memandangi situasi yang ada diluar jendela. Belum berhasil menemukan apa tujuan Askar Kecha melarangnya menatap ke jendela, anak panah meluncur cepat dari gedung yang ada di seberang ruangan Charles. Menembus mata kanan Arthur. Dalam hitungan detik tubuh Arthur jatuh, mata kanannya terbelah jatuh terpisah dari rongga mata Arthur...

Askar Kecha  menyembunyikan alat panah di tas berwarna hitam, dia tersenyum. Lalu pergi memakai kacamata hitam yang terselip di lubang leher bajunya.



-TAMAT-
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar