Tuesday, August 11, 2015

SURAT KENAPA


Ada hal yang tidak aku mengerti atau mungkin belum aku ketahui. Bagaimana cara galaksi diciptakan, bagaimana cara bintang mempunyai cahaya atau sinarnya sendiri, kenapa matahari yang berukuran besar seperti itu masih saja ada yang melebihi ukurannya. Kenapa? Aku bertanya kenapa Albert Einsten bisa sangat terkenal, padahal dia sama sekali tidak bisa menyelesaikan sekolahnya. Apa hanya karena dia mengemukakan teori relativitas lalu dia terkenal? Hanya itu kah? Kalau memang begitu, orang-orang biasa bisa menemukan teorinya masing-masing lalu jadi terkenal? Nyatanya tidak. Tidak ada orang biasa yang terkenal – melejit langsung seperti Einstein. Kenapa? Adakah jawaban yang bisa memuaskanku?

Lalu kenapa aku ditakdirkan untuk menulis? Untuk membaca? Untuk menemuimu? Untuk mencintaimu? Kenapa? Kenapa harus kamu? Aku dicintai orang lain. Tapi, aku mencintaimu yang dicintai orang lain. Tapi, kamu tidak mencintainya. Karena kamu mencintai orang yang bertolak belakang denganmu. Kamu bilang itu seimbang karena alam saja butuh penyeimbang. Aku bilang itu aneh. Bukankah menjadi sama adalah impian banyak orang? Bukankah beras yang ditimbang harus sama dengan ukuran pemberatnya? Lalu, kenapa banyak orang berpikiran bahwa seimbang itu berarti berbeda? Kenapa?

Kenapa aku harus pergi jauh untuk menemuimu, kenapa harus mengorbankan waktu. Tempatmu bukan jarak yang dekat. Itu sangat jauh. Sangat. Meskipun pada akhirnya kita berbaring bersama untuk melepas rindu. Aku tidak akan melarangmu untuk selingkuh. Tapi, aku akan marah jika kau meninggalkanku. Sendiri.

Rindu ini mengeras lalu berubah menjadi bubur ketika kamu menemuiku. Sore itu, di depan gedung bertuliskan “Kantor Gubernur” dalam bahasa belanda. Aku melihatmu melukis bangunan itu dengan aku yang duduk disampingmu, memegang pundakmu. Kamu bilang: Aku tenang jika setiap saat kita begini.


Aku menggambarkanmu disetiap tulisanku, kamu menuliskanku disetiap lukisanmu. Kamu melengkapi sela-sela jariku, mengisi setiap relung & guratan takdir perjalananku. Terimakasih untuk satu hari di Jakarta, untuk satu pelukanmu sore itu. Terimakasih karena kamu melihatku dari apa yang aku lakukan, bukan lainnya. Terimakasih untuk satu ranjang yang kita bagi berdua malam itu, dengan tangan kita yang saling menyentuh wajah yang merona dan merindu. Aku selalu takut akan waktu yang melesat cepat ketika kita bersama, terimakasih sayangku..
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar