Sunday, December 11, 2016

Raja Tiga Ronde


            Setelah mengurusi beberapa berkas penting, Ananta memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Berpamitan dengan Maria, memohonnya untuk tidak mampir, karena Ananta ingin istirahat sehari penuh. Berulang kali kepalanya dilewati sosok Amanda dan Inneke. Dua wanita yang sudah tak lagi bisa tersentuh namun meminta untuk di rengkuh. Ananta tak memikirkan hal lain, ketika mereka berdua meminta untuk bertemu, hanya satu yang ada di kepala Ananta.

            Inneke dan Amanda telah masuk pada perangkapnya, meski sebagai orang yang telah dewasa, Ananta menganggap seks ada kebutuhan biologis seorang manusia, hal itu tak lagi tabu. Atau mungkin, Inneke dan Amanda lah yang telah melemparkan perangkap pada Ananta. Saat Inneke menghubungi Ananta tepat dalam satu pesawat yang sama, saat Amanda menghubungi Ananta saat berada di Belanda. Semuanya seperti punya pola. Tidak ada yang kebetulan.

            Sekalipun Geraldine yang akhirnya memutuskan untuk pulang ke Indonesia, Ananta yakin kepulangannya itu bukan untuk menemui Niko. Tapi, untuk menemui dirinya dan membayar tuntas semua janji untuk menikmati tubuh masing-masing. Ananta perlu berhati-hati, empat wanita yang pernah bersetubuh dengannya tidak akan jauh dari dirinya. Liburannya ke Jogja akan mengasyikan ketika Maria, Inneke dan Amanda juga ikut serta. Terbesit hal liar dalam kepala Ananta.

            Ananta memutuskan untuk mengajak Inneke dan Amanda untuk berlibur ke Jogja, tak lupa juga Maria. Ananta meminta izin pada Niko. Tak ada kalimat lain yang keluar dari mulut Niko selain mengiyakan permintaannya, itu akan menjadi liburan yang ramai sekaligus menyenangkan. Amanda dan Inneke menerima tawaran Ananta tanpa basa-basi. Mereka berjanji untuk bertemu di Jogja. Hanya Maria yang sedikit susah di bujuk untuk ikut.

            Rindu yang menguasai kepalanya tak bisa terbendung, Ananta terlalu liar dalam pikiran Maria. Sulit untuk sedetik saja tak membayangkan saat-saat berdua, menelanjangi masing-masing. Maria ingin menghabiskan waktu berdua. Ananta terus membujuknya. Diantara seks text mereka, hal yang biasa dilakukan Maria dan Ananta. Bersetubuh lewat kata, merasakan orgasm jarak jauh. Untuk memuaskan nafsu yang datang liar tanpa permisi. Pada akhirnya, Maria luluh, menyerah. Ikut Ananta.

            Pria memang sulit dijabarkan, mereka sulit untuk dibaca pikirannya. Tak seperti wanita yang sangat mudah untuk ditebak jalan pikirannya. Siapapun pria yang berani meruntuhkan semua sekat yang dibangun para wanita. Pria itu akan menjadi yang paling beruntung. Wanita hanya perlu disentuh pada satu titik jiwanya, lalu membiarkannya kesakitan menahan rindu, yang pada akhirnya merengek meminta prianya untuk tidak pergi menjauh. Disaat itulah wanita menjadi makhluk paling lemah yang bisa dikontrol dan dimainkan sesuka hati. Hanya perlu mengajaknya bermain-main dalam ruang lingkup yang sama. Memaksanya untuk tetap bertahan dan tak keluar dari permainan.

            Memang tak sedikit wanita yang memunafikkan dirinya sendiri, berkata tidak padahal ingin. Berkata semua baik-baik saja padahal tak semuanya baik-baik dan berjalan normal. Ada bagian dari diri seorang wanita yang mudah untuk ditembus dan diruntuhkan. Cukup dalam satu senyuman, mereka akan mengejar tanpa pernah berpikir untuk berhenti. Memang seperti itu konstelasi hati diciptakan. Untuk melemahkan kaum wanita yang dianggap selalu benar padahal tidak. Mereka terlihat begitu karena masih terlalu banyak pria yang tak sadar bahwa ada satu sisi dari seorang wanita yang mudah untuk ditaklukkan.

            Hari-hari berlalu, Geraldine telah sampai di Indonesia dua hari lalu. Ananta bersiap untuk penerbangannya ke Jogja bersama Maria. Niko dan Geraldine sudah lebih dulu sampai sehari sebelumnya. Dalam satu ponsel yang sama, Ananta mengendalikan tiga wanitanya, tanpa adapun dari salah satunya yang merasa keberatan. Inneke, Amanda, dan Geraldine telah mengetahui satu sama lain. Ananta bukan tipe pria yang sembunyi-sembunyi. Dia saling memberitahu ketiganya. Hanya Maria yang masih merasa semua berjalan normal, seperti biasanya. Untuk yang satu ini, Ananta hanya perlu bersabar sedikit untuk meluluhkannya.

            Mereka bertemu di satu hotel bintang lima di pusat Kota Jogja. Tak ada satupun yang merasa canggung melihat Maria bersanding bersama Ananta. Amanda dan Inneke tidak mempersoalkannya, apalagi Geraldine. Ananta sudah terlanjur menyentuh inti jantungnya. Bukankah begitu makna perselingkuhan diciptakan. Untuk dinikmati bukan dihindari. Mereka hanya perlu berdamai, menunggu permainan dimulai. Menikmatinya seperti biasa tanpa pikir dua kali. Karena dunia diatas ranjang adalah dunia paling liar.

            Niko dan Geraldine dalam satu kamar yang sama, Ananta dan Maria, Inneke bersama Amanda. Mereka akan menghabiskan tiga hari kedepan untuk menyusuri Jogja. Tak ada yang ditunggu Ananta di liburan kali ini selain bagian terpenting dalam nafsu manusia. Seks. Meski sebenarnya dia selalu bisa menahannya, hanya saja Ananta tak yakin, Inneke, Amanda, dan Geraldine bisa menahannya lebih lama lagi. Terlihat ketika Ananta menatap mata mereka bertiga. Ada perasaan yang minta ditebus tuntas, minta dipenuhi. Ananta hanya tertawa dalam hati, menantang seberapa kuat mereka bisa diam menahan semuanya. Ananta yakin, pikiran mereka telah dipenuhi dirinya.

            Hari pertama berlalu, malam di Jogja tidak sedingin ini. Sebelum pergi tidur Ananta memutuskan untuk mandi, membasahi tubuhnya dengan air hangat, di bawah guyuran shower. Maria melihat lekuk tubuh Ananta yang blur tertutup embun yang menutupi kaca-kaca ruangan itu. Senyum tercipta dibibirnya. Ananta melihat Maria yang mulai melepas bajunya, berjalan pelan menghampirinya. Sampai di depan pintu Maria telah sepenuhnya telanjang, Ananta membuka pintu, Maria menggoyangkan tubuhnya seperti penari diatas panggung—menggoda Ananta.

Hangatnya air menyentuh tubuh mereka, Maria terpojok, satu telapak tangan Ananta menyentuh tembok. Tubuh mereka bersentuhan. Ananta mencium bibir Maria yang hangat dan basah, tanganya masih menyusuri tubuh Ananta. Payudaranya menyentuh dada Ananta yang bidang. Air masih terus mengucur deras. Maria mulai memainkan penis Ananta yang juga hangat. Tanpa pikir dua kali, Ananta menjadi liar, membalikkan tubuh Maria—menatap tembok. Menanam cinta di lubang vaginanya.

Pagi tiba, dari balik selimut, Ananta mendengar notifikasi di ponselnya. Matahari belum terlihat. Maria masih telanjang dibalik selimut, memeluk Ananta. Tertidur dengan kepuasan yang terlihat pada senyum dan raut mukanya. Satu pesan masuk, Ananta membukanya. Pesan dari Geraldine. Ananta tersenyum, Niko sedang keluar untuk lari pagi, kata Geraldine dalam pesannya. Pelan-pelan Ananta turun dari ranjangnya, membiarkan Maria tetap tertidur, memakai baju lalu keluar. Kamar Geraldine tepat di depan kamarnya. Pintu sedikit terbuka, Ananta membuka lalu menutupnya rapat. Menyusuri ruangan itu, Ananta tidak melihat Geraldine diatas ranjang.

Ananta tersenyum, merasa terperangkap dalam permainan ciptaan Geraldine. Tidak sulit menemukan Geraldine yang telah telanjang di dalam bathtub. Geraldine membuka kran air tepat ketika Ananta melihatnya. Geraldine memegang snifter berisi champagne, meminumnya sedikit, meletakkannya tepat disamping. Mengambil satu butir Anggur, menggoda Ananta yang sudah telanjang dada dan bersiap membuka celananya. Geraldine menutup kran air. Bathtub telah terisi air hingga menutupi pusarnya. Ananta mendekat, masih memakai celana dalam, berdiri tepat disamping Geraldine, menatapnya, seperti seorang yang menantang.

Kedua tangan Geraldine mengelus lembut paha Ananta, melihat celana dalam itu mulai sesak. Geraldine membuka celana Ananta, menurunkannya setengah, apa yang ada dibaliknya membuat senyum tercipta di bibirnya, Geraldine melirik Ananta yang menurunkan celananya hingga menyentuh lantai dengan kedua kakinya. Ananta memegang kepala Geraldine, menyibak rambutnya yang menutup wajah. Lidah Geraldine memainkan penis Ananta seperti seorang anak yang menikamti es krim. Membuatnya basah, kedua tangannya ikut menyentuh. Hingga Ananta mendorong kepala Geraldine. Menanam cinta di mulutnya.

Hari kedua, pantai menjadi destinasi mereka berikutnya. Ananta melihat raut muka Amanda dan Inneke yang terlihat tak seperti biasanya. Sesekali Ananta melirik Geraldine yang bermesraan dengan Niko, sembari kembali memikirkan suasana bathtub tadi pagi. Saat Geraldine dan Ananta mengakhiri permainnanya di dinding bathtub dengan Ananta memangku Geraldine. Keringat membasahi tubuh mereka, Geraldine menghadap Ananta, merangkul lehernya. Memainkan ritme sesuka hatinya, naik turun, menggoyangkan pinggulnya. Ananta tersenyum memikirkan itu. Sesekali Geraldine melirik Ananta, tersenyum membalasnya.

Malam mulai membakar habis hari itu, mereka kembali dengan rasa lelah akibat perjalanan jauh. Maria langsung tertidur, begitu juga Geraldine dan Niko. Ananta masih memainkan ponselnya, tiba-tiba dikagetkan suara ketukkan pintu kamarnya. Ananta langsung membukanya, bertanya-tanya melihat Amanda  berdiri dibalik pintu. Amanda menarik tangan Ananta, mengajaknya masuk kamarnya yang berada tepat disamping kamar Geraldine.

Di ujung ranjang, Inneke telah duduk menunggu, membuka lebar-lebar pahanya, masih dalam balutan pakaian. Amanda memeluk Ananta dari belakang, membuka baju Ananta. Mendorong Ananta mendekati Inneke. Mereka bertiga duduk sejajar di ujung ranjang. Ananta telah telanjang dada. Amanda mulai mecium bibir Ananta. Inneke menciumi leher Ananta. Inneke dan Amanda bersamaan membuka bajunya, Ananta berganti mencium bibir Inneke, Amanda menciumi leher Ananta. Inneke dan Ananta saling menggigit bibir dan lidah, Ananta meremas payudara Inneke, melepas branya. Amanda menciumi tubuh Ananta, menyusurinya hingga perut. Membuka celana Ananta sepenuhnya, lalu melumat penisnya. Ananta menciumi payudara Inneke.

Suara rintihan mereka mulai terdengar hingga telinga Geraldine. Mendengarnya, Geraldine mulai penasaran, membuka mata, sekali lagi memastikannya. Geraldine tahu betul suara rintihan itu, memutuskan untuk turun dari ranjangnya, keluar menguping di pintu kamar Ananta, Geraldine tak mendengar apa-apa. Suara itu sesekali terdengar keras. Geraldine menemukan suara itu tepat disamping kamarnya, menguping di pintu lalu membukanya. Geraldine melihat Ananta menciumi vagina Amanda dan Inneke yang melumat penis Ananta. Mereka terdiam, melihat Geraldine yang terpaku. Ananta memangil Geraldine pelan. Tampak raut muka bingung di wajahnya. Beberapa detik terdiam, Geraldine menutup pintu, cepat membuka pakaiannya, bergabung naik keatas ranjang.

Permainan mereka makin liar, Geraldine dan Inneke bergantian melumat penis Ananta. Amanda masih memainkan payudaranya di depan wajah Ananta. Ananta memainkan puting Amanda yang memerah. Inneke bangkit, mengatur posisi duduknya diatas penis Ananta. Pelan-pelan vaginanya memakan habis penis Ananta. Ananta merintih menahan kenikmatan. Geraldine mengikuti Amanda, memainkan payudaranya tepat di wajah Ananta. Kedua tangan Ananta meremas payudara Amanda dan Geraldine, lidahnya bergantian mejilat puting Geraldine dan Amanda. Mereka bertiga bergantian memasukkan penisa Ananta ke vaginanya.

Hingga lewat tengah malam, mereka masih bermain, keringat membasahi tubuh hingga sprai ranjang. Maria terbangun, melihat Ananta tak ada disampingnya. Memanggil Ananta berulang kali, tak ada jawaban. Maria turun dari ranjangnya, memastikan keberadaan Ananta. Keluar dari kamar, menoleh kanan dan kiri, lorong hotel itu kosong, saat Maria hendak masuk, dia mendengar suara yang dikenalnya, Maria terpaku, memasang telinganya. Fokus mendengar. Suara itu makin dikenali Maria, matanya menyipit, dahinya beradu, suara itu makin keras terdengar.

Maria menempelkan telinganya pada pintu kamar Amanda. Sangat yakin dengan suara yang dia dengar. Dengan cepat Maria membuka pintu, mengagetkan Ananta, Geraldine, Inneka dan Amanda. Mereka terdiam. Mata maria melotot, menggeleng pelan, tanganya menutup bibir, menahan tangis, lalu keluar membanting pintu keras. Ananta bangkit, tapi dicegah. Inneke, Amanda dan Geraldine makin liar menyetubuhi Ananta. Ananta pasrah, tidak bisa memberontak, kenikmatan itu memengaruhi pikirannya, menggetarkan tubuhnya, membuat semua buluk kuduk berdiri. Ananta terus memikirkan respon Maria.

Kali ini Ananta terdiam, membiarkan tubuhnya dinikmati tiga wanita. Ini ketiga kalinya Ananta bersetubuh kurang dari tiga hari, menjadi raja dalam tiga ronde. Amanda melumat penis Ananta. Geraldine menciumi tubuh Ananta yang berkeringat. Inneke menciumi leher Ananta. Tiga wanita itu bergantian dan makin liar, Ananta memejamkan mata masih terdiam merintih nikmat. Beberapa menit berlalu, Ananta membuka matanya seorang membuka pintu kamar, mengagetkannya dan yang lain. Mereka melihat Maria yang tersenyum, menggoda. Maria menutup pintu dengan kaki, membuka kancing blusnya, melemparkannya ke lantai bersama pakaian lainnya. Bergabung naik ke atas ranjang.


Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar