Wednesday, October 14, 2020

Seorang Pria yang Melupakan Nama-Nama Eps. 1


 

Oke. Sebelum kita memulai cerita ini, kita akan mengenal tokoh utama dengan sebutan “Seorang Pria,” atau sesekali dengan sebutan “Pria itu,” karena nama tidaklah penting. Biarkan ia tetap menjadi anonim. Ia selalu melupakan nama-nama, untuk itu ia tidak ingin kita mengetahui bahkan mengingat namanya. Percaya atau tidak, ia bukan seperti pria yang banyak kamu kenal. Nasibnya lebih mirip nasib seorang perempuan malang. Dan kisah ini, akan memberitahumu bahwa ada bagian dari hidup yang ternyata juga tidak adil bagi seorang pria. Simpan segala pikiran dan imajinasi yang ada di kepalamu tentang pria ini. Jangan buru-buru menebak, tidak akan asik. Menebak hanya akan membuatmu memanipulasi cerita, dari yang ada dan sedang kamu baca menjadi cerita yang hanya ingin kamu nikmati.

Oke. Sore itu pria yang tidak ingin disebut namanya ini, sedang mengeringkan keringat setelah ia lari di gelanggang olahraga yang tidak jauh dari tempatnya bekerja. Ia mengaku sering ke sana untuk olahraga setiap pulang kantor, rutin mulai hari senin sampai kamis. Tidak ada yang menarik dari sore itu. Hanya sore-sore biasa yang penuh muka-muka kelelahan berkeliaran di jalanan. Orang-orang menggeber kendaraannya seperti seorang yang sedang marah. Mengendarai roda empat atau roda dua seperti seorang pembalap di arena.

Pria itu melihat pesan di ponselnya, ia mematikan semua notifikasi seluruh aplikasi di dalamnya, sehingga ia harus membuka aplikasi itu untuk mengetahui notifikasi yang masuk. Ia mendapati seorang perempuan mengirimkan pesan padanya. Sebelum kita melanjutkannya, cerita ini juga tidak akan menyebut nama-nama perempuan. Pria itu benar-benar tidak ingin mengingatnya, baginya melupakan adalah bagian paling bebas dari yang bisa dilakukan seorang manusia. Anyway. Kita bisa menyebut perempuan itu sebagai “perempuan a,” mewakili perempuan pertama yang ingin ia ceritakan. Kamu boleh menyebutnya perempuan anjing, asu, astaga, terserah yang penting berawalan dengan huruf a. Tapi sebut saja ia “perempuan a.”

“Besok sibuk gak,” kira-kira seperti itu pesan yang ia baca. Ia tidak langsung menjawabnya. Ia masih perlu mengganti baju dan celananya yang kuyup oleh keringat. Ia membiarkan dua centang biru itu mengintimidasi perempuan a. Hal yang tidak biasa ia lakukan. Pria itu selalu menjawab pesan dengan cepat, itu yang membuatnya disukai, kadang ada juga yang menyebutnya membosankan, karena tidak membiarkan orang menunggu pesannya dibalas. Pria itu tidak suka membuat orang lain menunggu. Tapi untuk si perempuan a ini, ia harus melakukannya. Ada cerita yang kekecewaannya belum juga kering.

Percayalah, pria itu juga terintimidasi karena berusaha menahan balasan pesan itu. Ia tidak sadar, ia mengganti pakaiannya lebih cepat, lalu meraih ponselnya dan membalas pesan itu. “Enggak, kenapa?” Setelahnya pria itu justru masuk perangkapnya sendiri. Ia menatap layar ponsel itu sampai perempuan a membalas lima menit kemudian. Matanya awas, tidak melihat ke manapun selain layar ponsel yang baru saja diganti pelapisnya.

“Aku mau ketemu, mau cerita,” pria itu tersenyum membaca pesan balasan itu. Percaya atau tidak, ia adalah pendengar yang baik. Perempuan a bukanlah satu-satunya yang merengek pada dirinya untuk didengarkan ceritanya. Nanti kamu akan tahu. Untuk saat ini mari kita kembali pada perempuan a. Selayaknya perempuan lainnya. Perempuan a sedang menghadapi hari yang berat, dan tidak ada dari salah satu temannya yang ia percayai untuk mendengar ceritanya. Konsep pertemanan yang aneh. Perempuan a justru mencari pria itu.

“Boleh, mau di mana?” pria itu membalas.

“Nah itu aku gak tahu.”

Pria itu lalu merekomendasikan satu tempat dan perempuan a setuju dengan satu pesan tambahan yang memuji pria itu. “Enak kalo mau ketemu sama kamu, gak bilang terserah-terserah kayak yang lain. Gak ribet. Langsung tahu tempat.”

“Besok siang ya jam satu,” pria itu menambahi.

“Oke nanti aku kabari lagi.”

Lalu pria itu pulang. Di antara azan maghrib yang berkumandang dari toa-toa yang corongnya bebas mengudara di langit-langit. Ia tidak memikirkan banyak hal. Hanya tentang menu apa yang akan ia makan setelah ia sampai di rumah. Pria itu sudah tahu, hari-harinya akan berlalu seperti biasanya. Rutinitas yang lain, rasa lelah yang lain. Dan kesialan-kesialan yang lain. Ia tidak banyak berharap apalagi menaruh ekspektasi.

Ponselnya akan dipenuhi para perempuan yang merengek minta ceritanya didengar. Lalu pergi setelah merasa baik-baik saja, pria itu sudah biasa dilupakan. dibuang, padahal jadi aktor penting yang meredakan banyak air mata. Menyembuhkan banyak luka. Ia melemparkan tasnya di kursi ruang keluarga, memasukkan pakaian olahraganya ke dalam mesin cuci. Mengambil ponselnya, menyalakan wifi, tidak lupa mengisi dayanya. Lalu ia mengambil nasi panas. Pria itu membiarkan nasi panas itu kurang lebih lima menit. Ia tidak terlalu suka dengan nasi panas. Lauk sisa pagi tadi ia makan dengan lahap. Ia tidak pernah mempedulikan harus makan apa, karena baginya rasa dari sebuah makanan hanya sebatas rongga mulut. Setelah itu semua akan menjadi tai juga.

Sudah kubilang, tidak ada yang menarik setelah kita pulang ke rumah. Hanya ada obrolan-obrolan kecil dan film-film atau video youtube yang biasa kita tonton. Pria itu memilih melanjutkan episode Friends musim kelima. Series itu tidak pernah membuatnya kecewa, karena series itu tidak berjenis kelamin perempuan. Menurutnya Friends tidak berjenis kelamin.

Ia menghabiskan waktu satu jam untuk menonton kebodohan Joey Tribiani dan sarkastiknya Chandler Bing, juga naturalnnya Phoebe Buffay. Pria itu masuk ke kamarnya, melanjutkan rutinitas malam seperti biasanya. Saat ponselnya ramai dengan para perempuan yang menceritakan hubungan spesialnya, ia selalu senang mendengarkan. Meski dalam hati ia ketawa dan bertanya-tanya, kenapa dalam hubungan romantis perempuan selalu bego dan laki-laki selalu jahat. Perempuan bego, karena tidak menyadari bahwa hubungannya berakhir sebagai hubungan formalitas belaka, karena para perempuan takut sendiri dan kesepian atau para perempuan hanya menyukai konsep dicintai tanpa peduli siapa yang mencintainya. Sebuah kenyataan bodoh yang menimpa para perempuan bego.

Para pria seringkali jahat, karena menganggap perempuannya hanya sekadar objek. Tidak memandangnya sebagai manusia. Bagi pria itu, seharusnya para laki-laki paham apakah hubungan itu berjalan dengan baik dan jujur atau sekadar ingin memuaskan kelaminnya. Perayalah, para laki-laki rentan dengan seksualitasnya, mereka tidak berani dengan teguh dan terang-terangan menunjukkan pandangannya soal konsep seksualitas seperti tokoh Barney dalam series How I Met Your Mother. Itu yang membuat para perempuan akhirnya kaget, melihat lelakinya ternyata sebajingan itu. Karena kerentanan itu sembunyi di ruang sempit yang kosong, menunggu korbannya.

Para perempuan rentan dengan konsep laki-laki. Mereka hanya bisa menjadi penurut. Tidak mampu berdiri sendiri, berpikir sendiri, mengambil keputusan sendiri. Sehingga mereka menyukai konsep pria menuntun perempuan yang sangat aneh dan bodoh. Tiap hari pria itu menerima cerita yang pada dasarnya sama; Jika ia lajang, seorang akan cerita bahwa ia mencintai orang lain, namun orang lain itu tidak balik mencintainya. Padahal ada orang lain yang jatuh cinta padanya, tapi ia tidak balik mencintai. Dan saat ia sadar bahwa ia tidak bisa memiliki seseorang yang ia cintai, ia akan mengejar seseorang yang mencintai dia. Dan ternyata orang itu sudah tidak lagi jatuh cinta dengannya. Masalahnya sebetulnya sama saja, hanya cara bercerita orang beda-beda.

Atau mereka yang terikat dalam hubungan romantis; Masalahnya kemungkinan hanya dua, bosan atau mencium perselingkuhan. Dan dari dua masalah itu ada tiga jenis manusia; yang benar-benar tahu, tidak sadar, atau yang pura-pura tidak tahu hanya untuk menolak dan menyangkal realita yang sedang ia hadapi. Dan pria itu sudah tahu apa yang akan perempuan a ceritakan besok. Bahkan sejak perempuan a pertama kali mengirimkan pesan padanya.

“Jadi, kan hari ini?” pria itu mengirimkan pesan keesokan harinya, setelah ia menunggu perempuan a yang berjanji mengabari. Pria itu sudah duduk di sebuah coffeeshop tampat janji bertemu, ia membuka laptop membiarkan Microsoft word kosong. Ia menikmati segelas cokelat panas dan cake savory yang terkenal dari coffeeshop itu.

Setengah jam kemudian perempuan itu membalas, ia tidak bisa datang. Katanya ada urusan mendadak. Tapi lalu pria itu melihat story Instagram perempuan a yang berada di sebuat tempat wisata bersama teman-temannya. Amarah membuncah. Tidak hanya sekali ini, ia meluangkan waktu untuk seorang perempuan yang secara terang-terangan menghubunginya lebih dulu untuk bertemu. Seharusnya ia tidak kaget, namun rasanya tetap menyakitkan. Bahkan perempuan itu tidak benar-benar meminta maaf, karena setelah kejadian itu perempuan a terus menjadi perempuan menyebalkan bagi pria itu. Bahkan perempuan a sama sekali tidak tahu bahwa pria itu sudah berada di coffeeshop itu.

Dan benar. Pria itu sudah berusaha melupakan memori sialan itu. Tapi memori itu selalu datang setiap kali perempuan a yang tidak pernah merasa bersalah mengirimkan pesan padanya lagi hanya untuk sekadar menanyai kabar. Tapi percayalah, perempuan a selalu meninggalkan rasa sakit pada tubuh pria itu tiap kali ia berkirim pesan. Mulai dari hal sederhana seperti tidak membalas pesan pria itu lagi padahal perempuan a yang pertama kali membuka obrolan. Sampai secara terang-terangan mengeluarkan kata-kata yang tidak menyenangkan.

Pria itu bahkan menulis cerita tentang perempuan a di coffeeshop itu saat perempuan a yang dengan seenaknya membatalkan janji tanpa mengabarinya. Ia sempat berpikir mungkin perempuan a tidak akan pernah mengabarinya kalo pria itu tidak mengirimkan pesan lebih dulu. Dan baginya itu kemungkinan terburuk. Dan jika benar, itu adalah perilaku bejat yang seharusnya tidak dimaafkan. Namun Pria itu menganggap mungkin memang perempuan a punya watak dan sifat yang suka seenaknya sama orang lain. Yang jelas tidak akan berubah karena perempuan a hampir selalu melakukannya pada pria itu.

Dan ternyata orang semacam itu bukan hanya perempuan a, ada banyak perempuan serupa yang hidup di dunia pria itu. Dan sialnya ia harus merasakan perlakuan dan sifat yang sama. Pria itu hampir mati gila, mengapa harus ada orang-orang seperti itu yang seharusnya sudah mati dibakar dan dimutilasi, alias tidak pantas hidup karena tidak mampu menghargai waktu orang lain. Mungkin juga tidak akan sanggup menghargai segala bentuk kehidupan di dunia.

Percayalah, pria itu selalu bersikap baik. Meski memori-memori menyakitkan itu selalu datang. Dan ia berhak marah, berhak meluap. Karena tidak pernah ada yang mau dan mampu mendengarkannya. Padahal ia sudah lama menjadi pendengar yang baik. Ternyata menjadi pendengar yang baik memang pekerjaan susah, dan orang-orang bodoh tidak mungkin bisa melakukannya. Orang-orang bodoh bagi pria itu hanya bisa menyakiti orang lain, apalagi menyakiti tanpa merasa menyakiti, tanpa merasa bersalah, tanpa merasa perlu minta maaf.

Pria itu selalu mengingat perlakuan buruk yang pernah ia terima. Supaya ia bisa belajar untuk tidak melakukannya pada orang lain. Sebagai gantinya, ia tidak peduli pada orang-orang yang melakukannya, ia melupakan nama-nama orang itu. Tidak akan menawarkan bantuan apapun. Tapi ia tetap akan membantu jika orang-orang sialan itu masih jadi orang-orang menyebalkan yang tak tahu diri. Yaa, hidup memang membutuhkan orang-orang seperti itu, supaya kita bisa membedakan mana manusia, mana setan.

Pria itu sering menghadapi orang-orang problematik, dan ia tidak sombong. Ia akan membagikan cerita itu, supaya kita tahu bagaimana menghadapi orang-orang semacam itu. Terlebih supaya kita sadar mereka masih eksis. Dan masih sangat menjengkelkan. Untuk itu ia menitipkan ceritanya untuk ditulis. Sebagai anonim. Sebagai yang selalu disakiti.

 

Semarang, 15 Oktober 2020

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar