Thursday, October 22, 2020

Seorang Pria yang Melupakan Nama-Nama Eps. 2


 

Pria itu baru saja pergi ke pernikahan seorang teman. Yang perlu kamu tahu, ia adalah tipe manusia yang tidak biasa pergi ke pernikahan dan pemakaman. Aku tidak benar-benar paham apa alasannya. Tapi barangkali aku bisa menerka-nerka; mungkin ia tidak ingin terlihat menangis. Menangis sedih di pemakaman, dan menangis bahagia di pernikahan. Tapi yang satu ini adalah pernikahan teman baiknya. Ia tidak mungkin melewatkannya begitu saja. Apalagi manusia yang ia anggap teman hanya beberapa. Ia tidak percaya pada konsep sahabat, ia tidak suka pada keterikatan, karena sesuatu yang terikat baginya adalah awal dari bencana. Bukannya hidup untuk saling memiliki jatuhnya justru saling mengontrol.

Ada yang aneh dari konsep ini, gak heran; memang selalu ada yang aneh di dunia ini. Pasti kita pernah melihat teman kita berkeluh bahwa semakin dewasa lingkar pertemanan kita makin sempit. Pertanyaannya kan satu, apakah orang ini dari dulu memang punya lingkar pertemanan yang luas, atau memang gak punya temen aja, sehingga kalimat-kalimat yang sering dijadikan keluh-kesah orang-orang putus asa ia jadikan pembenaran. Ya namanya juga manusia, suka membela diri sebagai bentuk naluri bertahan hidup. Tapi ya gak harus gitu terus, berlebihan jatuhnya aneh dan jijik.

Oke sebelum emosinya jauh gak terkontrol, aku akan menceritakan apa yang terjadi di pernikahan itu dan kenapa cerita ini menarik untuk dibicarakan lagi. Pria itu bertemu seorang perempuan, saat ia menceritakan padaku, pria itu tidak bisa menyebut perempuan ini sebagai seorang teman. Dia hanya kenal, jadi anggap saja pria itu bertemu seorang kenalan. Dulu pria itu bertemu perempuan b, katakanlah begitu, di sebuah projek. Pria itu membantu perempuan b dalam sebuah acara. Sayangnya pria itu tidak bercerita mendetail apa yang ia lakukan untuk perempuan b. Katanya gak penting juga, gak perlu diinget. Baginya ingatan-ingatan yang menetap hanya untuk sesuatu hal yang baik dan membahagiakan.

Perempuan b memuji pria itu karena penampilannya yang casual membuatnya terlihat charming dan stunning. Pria itu ikut memuji perempuan b, meskipun outfit yang perempuan itu pakai sama sekali tidak cocok membalut tubuh perempuan b. Tapi kita sama-sama tahu, basa-basi itu perlu, bahkan pada sesuatu yang tidak perlu. Anyway. Lanjut. Pria itu dan perempuan b terlibat dalam obrolan yang agak panjang, pria itu mengaku terpaksa meladeni, karena sepanjang obrolan itu perempuan b menguasai obrolan tanpa henti, ia menceritakan semua hal, mulai dari apa yang dikerjakan di kampus sampai beberapa pria yang mendekatinya. Lucunya pria itu tidak peduli. Ya kita tahu, kita ada di kultur yang lebih memilih diam daripada mengatakan sesuatu yang buruk. Bagiku pria itu baik, masih mau mendengarkan.

Singkat cerita saat pria itu punya celah, ia menceritakan ketertarikannya pada night riding. Berkendara di malam hari, dan menikmati kuliner pinggiran. Bagi pria itu, cara-cara ini adalah cara terbaik untuk mengenal suatu kota. Apakah kota itu aman, nyaman, dan ramah. Yang terjadi di antara keduanya hampir sama dengan apa yang terjadi di antara pria itu dan perempuan a yang sebelumnya sempat kita baca ceritanya. Pria itu mengajak perempuan b untuk membuktikan perkataannya tentang night riding. Perempuan b langsung mengiyakan tanpa terbata, tanpa banyak alasan. Keduanya mengatur jadwal dan sama-sama setuju.

Yang terjadi sama, kesamaannya dengan perempuan a adalah keduanya sama-sama tidak punya basic manner, yaitu menepati janji dan menghargai waktu orang. Saran, kalo kamu lagi deket sama orang yang tipikalnya persis, tinggalin. Gak akan worth it, dia gak seserius itu menghargai kamu sebagai manusia. Waktu itu harta paling berharga yang bisa kita kasih ke orang lain, karena menyediakan waktu buat orang lain itu butuh niat baik yang gak semua orang mampu. Yang mampu pun belum tentu mau. Itu mengapa disebut waktu adalah uang, karena tidak melakukan apa-apa pada waktu yang seharusnya bisa kita gunakan untuk menghasilkan uang adalah pemborosan dan kebodohan.

Janji temu itu terjadi pada hari selasa pukul sembilan malam, waktu itu hujan turun pukul tujuh, dan perempuan b mengkhawatirkan bahwa hujan akan deras dan reda untuk waktu yang lama. Ia juga belum makan, hujan harus menundanya untuk mengisi perut dengan penyetan yang ingin ia coba dengan temannya. Pria itu meyakinkan perempuan b bahwa hujan akan cepat reda. Dan pria itu benar, ia memang selalu benar. Bahkan aku pun tidak paham kenapa pria itu selalu mengatakan hal-hal benar padahal belum terjadi. Hampir pukul sembilan, teman dari perempuan b juga tidak membalas pesan ajakannya untuk makan bareng. Pria itu menawari untuk menemani perempuan b makan. Tapi perempuan b menyuruh pria itu menunggu lima menit, dan masih berharap temannya membalas pesannya.

Kamu pasti udah mikir kalo pertemuan itu gak terjadi? Kamu gak salah. Seratus persen bener. Pria itu menunggu lebih dari lima menit—setengah jam. Perempuan b takut tidak bisa lagi bertemu dengan teman yang membuatnya menunggu. Dalam hati si pria, perempuan b kenapa bisa loyal sama orang yang gak menghargai waktunya. Bikin orang nunggu itu perlakuan paling sialan dari basic manner yang harusnya setiap orang punya. Singkat cerita pria itu mengganti pakaiannya lagi, ia hanya tinggal berangkat untuk menjemput perempuan b sebelum akhirnya pertemuan itu gagal. Perempuan b lebih memilih bertemu dengan teman perempuan yang membuatnya menunggu, dan parahnya membuatnya harus mengecewakan orang lain.

Pria itu sempat berpikir harusnya ia tidak terlalu kaget, karena ia sering menerima perlakuan semacam itu dari perempuan-perempuan yang tidak paham prioritas, saran dari aku yang mendengar cerita pria itu. Kalo kamu sudah ada janji sama orang lain, jangan pedulikan janji yang datang setelah itu, jangan buat janji dengan orang lain lagi. Sekalipun itu teman baikmu, kekasihmu bahkan keluargamu, kecuali untuk hal-hal yang sifatnya emergency.

Why? Karena kalo kamu melakukan itu kamu berhasil memanusiakan manusia, karena waktu adalah satu-satunya hal terpenting yang pasti menempel pada manusia. Sejak ia lahir hingga mati. Jadi mengapa kita harus memainkan waktu orang lain tanpa merasa bersalah dan perlu minta maaf. Padahal itu sangat menyakitkan. Apalagi pria itu bukan sekali dua kali merasakan momen kampret itu. Bahkan aku sulit mencari kata-kata untuk menerjemahkan situasi apa yang pas untuk menggambarkan kejadian itu.

Lalu apa yang terjadi setelah itu? Pertanyaan yang sangat menarik. Perempuan b menjanjikan untuk bertemu keesokan harinya. Bahkan sudah memilih tempat-tempat mana saja yang perlu dikunjungi. Tapi pria itu mengatakan untuk tidak perlu memberikan janji, karena logikanya perempuan b baru saja tidak menepati janjinya. Pria itu mengatakannya dalam situasi setengah kesal dan emosi. Bukan murni dari perempuan itu, tapi karena ia sering menerima perlakuan itu. Ia selalu bertanya-tanya kenapa dirinya selalu menerima perlakuan brengsek macam itu. Di akhir percakapan, si pria mengiyakan, dan bilang untuk melihat situasi besok. Karena pria itu tidak benar-benar yakin bahwa perempuan b akan memegang janjinya. Yaa semacam traumatik yang menghantui, dan tidak juga keluar dari tempurung kepalanya.

Tidak jauh beda dari hari sebelumnya, malah justru lebih parah. Tepat pukul lima sore, pria itu mengirimkan pesan setelah ia selesai olahraga yang biasa ia lakukan setiap kali pulang kerja. Pria itu menanyai kabar dan di mana perempuan b. Tapi si perempuan b tidak kunjung membalas pesan itu sampai satu jam kemudian, tepat setelah pria itu selesai mandi—membersihkan tubuhnya. Kurang lebih aku bisa menggambarkan bagaimana isi percakapan itu.

“Di mana?” 17.02

“Kak : (((((((( “ 18.05

“I told you.” 18.05

Bahkan pria itu membalas dalam menit yang sama. Detik itu juga ia kehilangan respek. Perempuan b benar-benar merusak mood, dan menghancurkan pikiran pria itu tentang perempuan b. Bahkan perempuan b tidak lagi membalas pesan itu sampai hampir tengah malam, itu pun ia baru membalas saat pria itu kembali mengirimkan pesan. Sebuah pesan ujian untuk membuat perempuan b setidaknya tahu bahwa dirinya salah.

“Aku masih nunggu.” 22.17

“KAKAK MARAH BANGETTT GAKKKKK,” perempuan itu mengirimkan foto potretnya yang sedang berada di sebuah coffeeshop, ia mengerjakan sebuah deadline yang bahkan pria itu tidak peduli. Melihat itu, ia tidak membalas pesan perempuan b. Pria itu pergi tidur dengan sekali lagi memori buruk yang ia bawa dalam tidurnya. Ia tidak pernah merasa nyaman pergi tidur dengan memori sialan yang terus ia rasakan.

Pria itu tidak membalas pesan perempuan b hingga satu minggu. Di sela-sela waktu seminggu itu bahkan perempuan b masih membalas story dari pria itu, tanpa merasa bersalah tanpa mengirimkan kata maaf. Pria itu tidak peduli. Masih tidak membalas pesannya. Sampai suatu malam, perempuan b kembali megirimkan pesan. Pria itu memperlihatkan isi pesannya

“KAKAK MARAH GA SAMA AKU *emot sedih tiga biji* (alay emang) 18.38

Pria itu membacanya tapi tidak langsung ia balas.

“parah bgt gadibales.” 19.16

Dalam hati si pria; "anjir lo aja gak dibales bisa bilang parah. Aku nahan-nahan marah biar gak dikira jahat. Ni orang ada hatinya apa engga sebenernya." Tapi pada akhirnya pria itu membalas, kalo ia tidak marah, secara to the point ia merasa kesal, dan menjabarkan sepuluh hal yang membuatnya kesal. Perempuan b minta maaf. Pria itu memaafkan, karena kata maaf adalah akhir dari pertengkaran, gak ada gunanya kalo kita sampe gak memaafkan. Tapi pria itu dengan jujur mengatakan kalo untuk saat ini ia kehilangan respek. Perempuan b memahami itu.

Dan sisa malam dihabiskan dengan percakapan-percakapan biasa, Pria itu secara gamblang memberitahu perempuan b bahwa ia akan begitu merindukannya. Karena ternyata perempuan b sedang pulang ke tempat asalnya sampai kemungkinan akhir tahun. Kalau kamu melihat percakapan di antara keduanya, kamu akan setuju denganku. Bahwa ada percikan dari pria itu untuk perempuan b. Pria itu semacam menaruh perasaan. Meski aku yakin perempuan b tidak peduli.

Ya kadang hidup memang lucu. Meski perlakuan buruk berulang kali dilakukan, pria itu tidak serta mengubur perasaannya. Percikan itu masih merah dan masih ada. Entah sampai kapan. Pelajaran yang kudapat dari cerita pria itu adalah. Bahwa pria itu menjadi pemenang, selalu menjadi pemenang karena ia yang terbaik. Memaafkan, dan tidak mengubur perasaannya. Ia yakin perempuan b bisa memabalas tuntas perlakuan buruk yang ia lakukan pada dirinya. Aku juga berdoa. Aku harap kamu ikut mengamini.


Semarang, 22 Oktober 2020

 

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar