aku melamun;
menatap ke luar jendela yang basah oleh deras hujan. Seorang
anak bermain, membasahi tubuhnya, berguling pada aspal hitam. Kulihat sepasang
kaki mungilnya yang kotor tersapu air, juga rambut yang acak-acakan.
dan di dalam sini, aku duduk bersamamu, rambut hitam legam
yang berkilau itu, senyum kecil dan tawa lepas menggetarkan dadaku. Dengan
segala cerita yang bebas berkelana dari bibir tipismu. Lipstik merah tempat
seharusnya aku mengadu.
Gelas-gelas kopi mulai habis, es-es dingin menyejukkan kening
yang basah. Bahkan setelah banyak pertemuan aku masih harus menutupi canggungku.
Takut keringat terus mengucur, dan kau bertanya; apakah aku baik-baik saja?
Akan kujawab dengan senang hati; aku tak pernah sebaik ini,
duduk bersamamu dan merasa hidup, bersyukur kau dalam keadaan tenang dan sehat.
Aku suka ketika kau tertawa pada lelucon aneh yang
mati-matian kususun, pada segala pertanyaan tentang rasa penasaranmu, atau saat
kau menguncir rambutmu, memakai kacamatamu, melipat kedua tanganmu di atas
meja. Tatapan itu; meneduhkan. Melegakan.
Selalu kubayangkan, bagaimana jika kita hidup lama, menua
dalam kursi sofa di ruang keluarga, melihat cucu-cucu kita yang berdebat rasa
es krim apa yang paling enak. Atau menjawab pertanyaan sulit dari anak-anak
kita, tentang; apakah benar pernikahan adalah jebakan paling mengerikan dalam
hidup.
dan kita menjawab dengan lembut tanpa tergesa apalagi
menghakimi, saling tatap lebih dulu, dengan debar jantung yang kencangnya serupa
saat ciuman pertama kita yang singkat malam itu. Kulihat ekor matamu yang
lentik, dan kau melihat hidungku yang kembang-kempis.
Pernikahan adalah obat dari umur yang panjang, jebakan
paling indah dan melegakan. Tapi siapa yang tahu sebelum akhirnya kita
sama-sama menemukan yang kita cari, dan tak terburu-terburu mengungkap apa yang
kita rasa. Kita menikmati perasaan aneh ini, merayakannya dengan suka cita.
Lalu tiba-tiba ada kekuatan dalam diri yang meminta lebih,
pelan-pelan tatapan berganti jadi genggaman, pelukan, elus lembut pada
ubun-ubun. Hingga basah pada bibir yang bergetar hebat.
Kubayangkan rumah di pinggiran kota, dengan lahan hijau
luas, tempat kau menulis sebagai persembahan pada dunia, pada alam semesta,
atau saat kau memasak di dapur mungil kita, yang aromanya melebihi parfummu
sehari-hari.
Akan kulukis The Starry Night di kulitmu, di tubuh sintalmu,
mengarungi setiap lekuk tubuhmu, dari perutmu yang menua bersama keriput di
wajah tuamu yang tetap manis dan cantik. Kuas-kuas dengan warna-warna pastel kesukaanmu. Sambil sesekali kukecup bibir dan keningmu,
lalu kita tertawa bersama.
Lupakan rasa takut yang menguasai kepalamu, atau kegagalan
yang menghantuimu, sayang. Bersamamu membuatku melupakan hal-hal buruk. Kau memberiku
nyawa baru, kesempatan baru, kemungkinan baru, yang selama ini melarikan diri
dari hidupku.
Kata-kata ini tak akan pernah habis, seperti kekagumanku
pada caramu berpikir, caramu melihat dunia, dan caramu memperlakukanku. Aku
harus berhenti sebelum tangis basah dari mata yang berkaca-kaca tak kunjung
berhenti.
Sudah kupikirkan baik-baik, bagaimanapun, selayaknya
kebahagiaan sederhana yang kau cari dan terus kau kejar. Bahwa dengan melihatmu
baik-baik saja, aku merasa bahagia. Lebih dari hidup. Lebih dari hari ini.
Lebih dari apapun.
Semoga kau membayangkannya,
Semoga kau merasakannya,
Semoga kau mensyukurinya,
Semoga.
Semarang, 15 November 2021
Selamat ulang tahun, hiduplah dalam keceriaan.
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar