
Selain
Ken (Dhea Seto) empat main aktor film ini bermain sangat baik, didukung
pembawaan peran yang tidak terkesan dipaksakan. Tokoh Baby yang menjadi Model
sengaja dibuat medok dan berasal dari Surabaya. Ini adalah bentuk kecerdasan,
dilema. Seksi namun medok, lucu. Saya senang dengan satu tokoh ini, menunggu
celetukan-celetukan yang keluar dari mulutnya. Akting singkat Maudy Koenadi berhasil juga mencuri perhatian saya. Benar-benar dimanfaatkan dengan amat baik. Film ini juga punya unsur komedi
yang dibalut lebih ke ironi dari para tokohnya. Dialog soal “tetek” bisa dengan
mudah menggelitik, terdengar lucu dan tidak sama sekali kotor.
Setiap
tokoh punya masalah dan motivasi yang membawa mereka pada satu garis besar
cerita. Soal persahabatan, soal perjuangan melawan Kanker Payudara. Meskipun
tetap, saya mempertanyakan kejelasan tokoh Chelsea Islan yang hanya menjadi
pengantar melalui suara. Chelsea tidak terlalu mendukung peran Vina, Tika, Ken
dan Baby. Seperti hanya menjadi pemanis.
Saya
suka artistik film ini, apapun yang berada di dalam rumah pink, saya
benar-benar suka. Dari cara menata buku dalam rak-rak. Kursi, lukisan, kenapa
harus memakai bata-bata. Saya mencintai kedetailan dalam sebuah film. Bagaimana
detail-detail kecil bisa membuat film terlihat hidup dan nyata. Pinky Promise
mendapatkan hal itu, detail-detail yang digarap dengan serius.

"Lo
bilang lo feminis. Tapi, pukul rata semua cowo".
Pinky
Promise, So Pink!!
Sekian,
terimaksih.
#BanggaFilmIndonesia
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar