Satu lagi, film drama berbalut komedi menghiasi perfilman Indonesia. Berlatar seputar kedokteran, Cado Cado membuktikan bahwa untuk menciptakan tawa dalam sebuah film tidak perlu repot menggunakan komika yang katanya akan lebih lucu karena pembawaannya memang sudah lucu. Kelucuan dalam film ini timbul dari akting seorang yang bukan berlatar komedian ataupun komika. Kehebatan Sutradara yang berhasil menggambarkan dialog komedi yang ada di skrip menjadi bahasa gambar. Jelas, kita tidak bisa bohong, komedi dalam film Cado Cado sangat efektif mengundang tawa. Tawa timbul hanya dari celetukan dialog setiap pemainnya dan tingkah laku absurd, dengan tidak berusaha untuk menjadi lucu (trying to be funny)
Tentu
saja, kita tidak bisa meragukan akting setiap pemainnya. Saya suka penampilan
Adipati Dolken di film ini, bagi saya ini film dengan penampilan terbaik
Adipati Dolken dalam sebuah film, bahkan melewati aktingnya sebagai Jenderal
dalam film Soedirman. Chemistry yang dihadirkannya bersama Tika Bravani
benar-benar mencuri perhatian penonton. Tidak diragukan lagi bahwa mereka telah
lama saling mengenal dan dekat. Film ini tidak melewatkan kemungkinan yang bisa
terjadi pada pemain lain. Terbukti, masing-masing tokoh di buat mempunyai
keunikkan. Keunikkan itu langsung dihadirkan melalui suara dari Riva, diawal
film. Lagi-lagi film ini efektif menciptakan tokoh yang benar-benar mendukung
unsur komedinya. Apalagi Adi Kurdi, sangat pantas jika dia masuk dalam Nominasi
Pemeran Pendukung Pria Terbaik FFI 2016. Aktingnya natural, seperti diberi
kebebasan dialog oleh Ifa Ifansyah selaku sutradara.
Membangun
kepercayaan penonton dalam sebuah film memang gampang-gampang susah. Cado Cado,
pun sebenarnya mengalaminya. Pesan dalam judul tidak tersampaikan dengan baik.
Kata “dodol” dalam film ini tidak benar-benar diketahui maknanya secara utuh.
Apakah “dodol” yang dimaksud berupa bentuk kelakuan atau pencerahan dari setiap
scene juga dialog-dialog. Ini menjadi sedikit kelemahan, bahkan kata “dodol”
hanya muncul sekali dalam dialog antar Riva dan Evi di perpustakaan saat Evi
mengeluh tentang betapa menyebalkannya Vena.
Awal
saya mengetahui film ini adalah dari seorang teman yang sekolah di Jogja Film
Academy. Sebagai seorang yang menyukai gaya penyutradaraan Ifa Ifansyah sejak
Sang Penari, saya langsung dibuat penasaran akan film ini. Awalnya hanya nama
Ifa yang membuat saya tertarik. Namun, kepercayaan saya terhadap film ini
bertambah ketika nama Tika Bravani, Adipati Dolken dan Adi Kurdi menjadi salah
satu yang menghiasi Cado Cado. Film ini benar-benar memfokuskan diri pada
kehidupan seorang dokter dan Koass, bagaimana kesehariannya dan bagaimana
ketika seorang Koass menghadapi seorang pasien. Bahkan kisah cinta satu arah
antar Riva dan Evi hanya menjadi pemanis bukan inti cerita. Saya bilang satu
arah, karena kecemburuan Evi terhadap Riva hanya digambarkan sebagai
kecemburuan antar seorang sahabat saja. Bagi saya ini menarik, fokus penonton
tidak hanya pada satu inti cerita, penonton bisa menikmati cerita masing-masing
tokoh. Meskipun dalam jumlah porsi sedikit untuk tokoh selain Vena, Riva dan
Evi.
Film
ini memenuhi tujuannya sebagai suguhan tontonan yang berlatar dunia kedokteran.
Satu hal yang pasti dan tidak bertele-tele. Mungkin hal itu menjadi penyebab
terpilihnya Cado Cado sebagai salah satu Official Selection Tokyo International
Film Festival. Film ini memang pantas mendapatkan gelar itu, sama halnya pantas
mendapatkan Nominasi Skenario Adaptasi Terbaik FFI 2016. Detail-detail
penulisan skrip juga tersampaikan dengan baik melalui bahasa gambar. Gimana
jahitan dikening benar-benar ada secara utuh, ketika operasi mata dan ketika
jarum suntik menembus kulit punggung pasien. Tanpa detail-detail itu, Cado Cado
akan terasa hambar dan kita justru akan bertanya-tanya juga kehilangan
kepercayaan karena film ini bercerita tentang dunia kedokteran.
Hal
yang menarik bagi saya, film ini memenuhi tugasnya sebagai pembawai pesan. Ada
dialog-dialog sarkasme yang memperlihatkan keadaan Indonesia pada saat ini.
Bagaimana diawal film adegan sinetron dihadirkan secara sarkas atau
terang-terangan. Contoh ketika Riva mengeluh tentang berita negatif yang terus
ada di TV pada ayahnya dalam satu adegan. Celetukkan tentang dunia kedokteran
yang muncul dari setiap bibir para tokohnya. Saat Riva beralasan menjadi dokter
karena ingin menyembuhkan orang dan Prof. Burhan hanya tertawa meremehkan
alasan Riva. Hal-hal lain yang nyata terjadi di jurusan kedokteran. Ada yang
sekedar ikut-ikutan teman, ada yang karena hidup seorang dokter bisa terjamin
apalagi dokter spesialis.
Hadirnya
tokoh Vena juga sebenarnya menipu penonton, persis yang dikatakan bahwa dirinya
manipulatif. Penonton akan mengira bahwa hadirnya tokoh ini untuk membuktikan
bahwa Evi punya perasaan terhadap Riva. Kemungkinan itu ada, tapi film sebagai
bahasa gambar tidak menunjukkan hal itu. Evi yang menolak stetoskop pemberian
Riva jadi salah satu contoh perasaan tokoh yang lagi-lagi dengan baik digambarkan.
Bagaimana tiba-tiba film ini mengalami loncatan cerita, pada akhir film
masing-masing Koass seperti menemukan jodohnya. Saya suka adegan ketika Vena
mencium bibir Riva, “Masih ragu jadian sama aku??” dialog menggoda yang
mengubah haluan perasaan Riva. Adegan itu benar-benar membuat saya sebagai
penonton cemburu, natural, apa adanya. Awalnya saya kira kok aneh, tapi pada
akhirnya saya mendapatakan jawaban keefektifan
adegan itu ketika dialog Vena di dalam kamar mandi bersama Evi, yang bilang
bahwa “Cowo baper kalo dicium”. Semacam
propaganda, menciptakan pesan berantai kepada penonton.
Saya
tidak sama sekali terganggu oleh gambar yang ditangkap mata kamera. Meskipun awalnya
saya merasa aneh ketika rak-rak buku di perpustakaan justru minim buku. Itu
telihat saat adegan Riva dan Evi di perpustakaan. Tim artistik dan Sutradara
jelas punya maksud juga tujuan tersendiri. Saya membayangkan akan terganggu
ketika rak-rak buku itu justru dipenuhi buku. Padahal dalam waktu yang sama,
adegan itu termasuk menjadi salah satu adegan penting perihal chemistry antara
Riva dan Evi.
Terakhir!
Saya suka Cado-Cado, chemistry antar tokoh terutama Riva dan Evi, skrip yang efektif,
tidak bertele-tele dan jelas. Juga Soundtrack yang easy listening.
Sekian,
Terimakasih.
#BanggaFilmIndonesia
#CadoCadoTheMovie
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar