Tuesday, February 21, 2023

Bagian 3: Ruh.


 

Para pembohong tak akan pernah punya kesempatan untuk mati. Mereka akan hidup seratus bahkan seribu tahun lagi. Apa yang lebih menyiksa dari hidup tanpa punya ujung? Kebohongan adalah satu sifat yang akan mengekspose seluruh sifat buruk seseorang.

Kau mungkin setuju, melihat cara hidup mereka yang sembrono, hanya mementingkan yang ada dalam dirinya, mereka barangkali tak pernah sadar bahwa satu sifatnya itu bisa menghancurkan orang lain—berkeping-keping dari yang bahkan bisa mereka kira—bisa mereka pikir, itu pun kalo mereka punya pikiran.

Aku seratus persen bingung, mengapa mereka merasa nyaman ketika seluruh sifat buruknya terekspose, itu yang terjadi pada Romy. Seluruh hidupnya adalah kebohongan, dan sayangnya Ema dan Sarah terlalu naif, sungkan mengakui itu. Romy sudah terlalu banyak mengekspose keburukannya, bahkan ia menarik keluar seluruh sifat yang seharusnya privat pada diri Ema dan Sarah. Pada awalnya Ema selalu merasa tak enak jika harus menolak—padahal ia selalu punya hak untuk mengatakan tidak.

Ini sifat yang tak aku suka dari kebanyakan perempuan yang kutemui termasuk Ema dan Sarah; Mereka tak cukup berani untuk bilang tidak, tak cukup sanggup untuk menolak. Mungkin sepanjang hidupnya mereka terlalu mementingkan perasaan orang lain, tak merasa enak ketika harus menolak dan bilang tidak. Mereka selalu punya banyak alasan untuk mengubah iya menjadi tidak, selalu banyak alasan menggagalkan janji, padahal dengan satu kata sederhana yaitu “tidak,” bisa membuat mereka terbebas dari konfrontasi. Sehingga sepanjang sisa hidupnya mereka tak perlu terus menghindar.

Bukankah itu ruh menjadi manusia? Harus tahu apa yang perlu dan tak perlu, apa yang dibutuhkan dan yang tidak. Peran Romy di circle kami adalah merusak ruh hidup Ema, pada awalnya. Lalu belakang kuketahui ia juga mendekati Sarah, dan entah apa yang ia incar. Sarah tak pernah detail menceritakan apa yang terjadi dengan dirinya dan Romy.

Ema mungkin lepas dari hubungannya dengan Romy. Namun setelah satu kejadian aneh yang membingungkan pada tahun baru lalu, kami kembali ke tahun 2020, dan semua orang yang tak ada di coffeeshop itu menganggap semuanya normal. Tampaknya hanya kami yang mengalami turbulensi ini. Malam itu, hanya orang-orang di coffeeshop yang mengalami garis waktu antara 2022 ke 2023, mereka yang di luar merasakan bahwa itu pergantian tahun biasa dari 2019 ke 2020.

Coffeeshop itu jadi pusat tubulensi. Seperti sebuah kubah isolasi, yang tak tersentuh dari luar. Dan sialnya Ema harus pura-pura kembali pada hubungan awalnya bersama Romy, karena Romy termasuk orang-orang di luar coffeeshop malam itu, Romy menganggap ini adalah 2020, awal pertemuannya dengan Ema, dan Ema meski ia mengetahui bahwa selama hampir tiga tahun Romy terlah menghancurkannya lebih dari yang bisa Ema tahan. Dan seharusnya Ema sudah terbebas. Namun Ema percaya pada kesempatan kedua, dan akan memberikannya pada Romy—meski Romy tak tahu apa yang sedang terjadi. Kami yang mengalami ini masih bungkam apa yang terjadi malam tahun itu.

Singkatnya, Ema kembali menjalani hubungan dengan Romy—dari awal, tanpa kesadaran yang adil di antara keduanya tentang apa yang terjadi, tanpa tahu apakah perjalanan sebelumnya akan terulang, atau apakah kita semua yang mengalami hal aneh malam itu akan hidup dalam sebuah lingkaran yang sama—kejadian yang pernah kita lewati. Sebuah garis waktu yang sama—dan diulang.

Kini Ema dengan kesadaran penuh hidup dalam sebuah kebohongan, masuk ke goa yang gelap dan pengap, entah apa yang ia rencanakan, namun bagiku ia mengambil ulang kesempatan yang sebetulnya sudah usang. Tapi ini sebenarnya lebih rumit dari itu. Karena kabar tentang Romy dan Sarah yang kudengar dari Ema sebelum tahun baru adalah benar. Sarah dan Romy terlibat dalm satu intrik penuh adrenalin yang sepenuhnya hanya tentang nafsu.

Dan setelah kejadian itu, Romy tak ingat apa yang terjadi antara dirinya dan Sarah, seolah itu tak pernah terjadi. Namun Sarah jelas mengingatnya lantang, dan begitu dalamnya. Ia tak terima bahwa setelah malam itu, Romy dan Ema kembali, dan dirinya merencanakan sesuatu yang gila.

Aku tahu, aku telah menjanjikan sebuah cerita tentang apa yang terjadi antara aku, Ema, dan Sarah, namun aku justru berpikir apakah itu jadi relevan. Sudah satu bulan sejak kejadian malam tahun baru. Kami menyebut diri penyintas, dan masih sering mengunjungi coffeeshop untuk sekadar bertukar informasi, cerita, dan sebagainya. Seperti seorang yang mengalami trauma akut dan butuh psikolog.

Romy punya jalan pintas, ia langsung ada di circle kami, dan sungguh menggelikan melihat Ema dengan kepura-puraannya berusaha memperbaiki sekaligus berusaha menggagalkan apa yang akan terjadi di hubungan sebelumnya.

Lalu Sarah yang berusaha menggoda Romy—Sarah jelas merindukan dan menginginkan situasi sebelumnya kembali. Sarah belum cerita apa yang terjadi antara dirinya dan Romy. Namun dari semua fakta itu, aku belum menceritakan apa efek samping yang aku alami dari kejadian tahun baru itu. Ema dan Sarah apalagi Romy tak mengetahui sama sekali.

Sudah satu bulan tidurku tak tenang, diganggu oleh mimpi-mimpi buruk yang terus berlanjut. Dalam mimpi-mimpi itu aku seperti menjalani hidup di tahun 2023. Bukan hanya terasa nyata, namun aku benar-benar melihat, merasakan, dan mengalami apa yang terjadi di tahun itu—meski hanya melalui mimpi. Sederhananya, seperti ada dua diriku yang menjalani hidup bersamaan. Aku kehilangan akal, mana yang nyata dan mana yang maya. Seperti berpisah pada roh di tubuhku.

Selepas satu malam di bulan kedua aku mendapati diri berada pada sebuah mimpi yang asing, bukan mimpiku. Aku hidup di mimpi malam Sarah yang begitu penuh adrenalin, aku mengakses isi kepala Sarah, dan lambat laut kemampuan itu menempel pada diriku, pelan-pelan makin jelas setelah tiga bulan kejadian aneh itu. Sarah adalah orang pertama yang mengetahui kemampuanku. Antusiasmenya bahkan agak mengkhawatirkan.

“Jadi kamu bisa tahu apa yang dipikirin orang?”

“Bukan cuma pikirannya sekarang.”

“Terus?”

“Aku bisa lihat apa yang terjadi nanti.”

“Caranya?”

“Cuma perlu lihat mata aja.”

“Coba lihat aku..” Sarah tak tahu apa yang sedang ia hadapi. Aku bukan hanya bisa mengakses isi kepalanya, namun juga melihat apa yang akan terjadi pada dirinya hingga lima tahu kedepan. Aku hanya perlu lima detik untuk melihat apa yang sedang Sarah pikirkan, dan sepuluh detik untuk melihat seluruh gambaran lima tahun kedepan nasibnya.

“Romy…” dari banyaknya informasi yang kuketahui dari isi kepalanya, aku hanya menyebutkan nama Romy, dan Sarah langsung berubah ekspresi. Ia seolah menghindar, dan setengah marah karena aku mengakses bagian itu.

Hanya dengan menyebutkan satu nama itu antusiasme Sarah berubah, namun Sarah tetaplah Sarah, hidupnya penuh adrenalin. Kau mungkin penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Malam sebelum tahun baru, Romy dan Sarah ada dalam satu mobil yang terparkir di coffeeshop itu, namun Romy memilih tak turun, keduanya berada di dalam lebih dari satu jam. Apa yang terjadi di dalam adalah keahlian Sarah. Aku tak peduli sentuhan yang terjadi malam itu atau teriakan yang menggema ke dinding-dinding mobil. Aku justru merasa jijik tentang apa yang keduanya bicarakan, yang keduanya rencanakan.

“Kamu belum bilang Ema?”

“Udah… Tapi Romy ga inget memorinya.”

“Respon Ema?” tanyaku penasaran.

“Dia mau.”

“Serius?”

Sarah mengangguk, mengigit bibirnya. Menatap mataku. Meski hanya empat detik, aku justru makin dalam melihat apa yang Sarah dan Ema rencanakan. Seolah Sarah langsung memberitahuku dengan gambar yang jelas di pikirannya. Awalnya Sarah dan Romy yang merencanakan hal gila ini. Namun karena kejadian malam itu, Romy yang berada di luar coffeeshop tak memiliki memori kolektif seperti kami yang ada di dalam. Romy benar-benar menjadi asing, tak mengenal kami semua. Lalu Sarah justru berbalik merencanakan dan mengajak Ema.

Itu adalah alasan mengapa Ema memberi kesempatan kedua pada Romy. Meski bagi Romy itu adalah kesempatan pertamanya mengenal Ema. Kata orang makin lama kita mengenal seseorang kita akan makin memahami mereka sebagai manusia. Namun yang kulihat aku justru jadi sama sekali tak mengenal keduanya, ada lapisan baru dalam sifat mereka yang baru kuketahui.

“Terus udah bilang Romy?”

“Udah.”

“Terus?”

Sarah sekali lagi tak menjawab, ia menatapku, dan dari caranya itu, aku tahu, Romy setuju. Sarah mengizinkanku mengakses apa yang sedang ia pikirkan. Sebuah momen ketika Romy, Ema, dan Sarah duduk bersama, dan merencanakan sebuah malam yang akan terjadi dua minggu lagi.

Aku hanya terdiam.

Tak sepatah katapun keluar.

Pelan-pelan, semakin aku memaksa untuk tak mengakses masa depan itu, justru makin jelas gambaran yang terjadi lewat di kepalaku. Sebuah malam yang dingin, dengan Ema, Sarah dan Romy.

Kau mungkin tahu maksudku.

 

 

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar