Thursday, December 28, 2017

Recitativo #6


Mari kita bermain sebuah game, oke bilang saja ini permainan. Aku akan memberikan sebuah pertanyaan yang boleh kamu jawab boleh tidak. Tapi aku yakin kamu akan merenungkan hal ini. Jika kamu disuruh memilih, mana yang akan kamu pilih: Menikah dengan orang yang kamu cintai saat ini tapi sepuluh tahun lagi, atau. Menikah kurang dari sepuluh tahun lagi tapi tidak dengan seseorang yang kamu cinta saat ini.

Aku menanyakan hal ini ke beberapa orang, pria dan wanita. Kebanyakan dari wanita yang kutanyai memilih pilihan kedua. Sedangkan para pria memilih pilihan yang pertama. Ini sedikit banyak meyakinkan dugaanku terhadap sesuatu. Apakah benar para pria adalah makhluk yang lebih setia, lebih yakin daripada wanita? Jika iya barangkali kita harus bersyukur karena banyak yang kita dengar sehari-hari tidak seperti itu.

Kebanyakan wanita yang menjawab pilihan kedua beralasan sesuatu yang realistis, aku sendiri memaklumi itu. Tapi ketika aku menjawab; “Berarti menikah atas nama cinta itu bullshit, ya?” mereka masing-masing tertegun, seperti ingin mengganti pilihannya. Lalu apakah benar cinta hanya sebatas alasan palsu yang sering kita pakai untuk mendapatkan seseorang? Jika memang salah, mengapa kebanyakan wanita memilih yang kedua? Apakah benar tanpa cinta kita bisa menjalin hubungan dengan orang lain?

Mungkin memang benar, sejak abad pertengahan manusia tidak lagi “jatuh cinta” karena cinta. Kita hanya mengatasnamakan cinta untuk alasan yang sebetulnya bukan itu. Mungkin juga kamu pernah menemui seorang wanita entah di dunia nyata atau maya memberitahu kita tentang tipe pria yang akan ia nikahi, kita tidak asing dengan kata-kata ini; “Aku harus menikah dengan pria yang mapan,” seolah sulit sekali mereka bilang “pria yang kaya raya.” Inginnya setelah menikah mereka nyaman karena suaminya sudah memberikan hak dan kewajiban soal keuangan. Tapi apakah itu adil bagi pria? Seoalah ia menikahi harta suaminya bukan suaminya sendiri.

Kita juga tidak bisa buta, memang ada para wanita yang akhirnya menikah dengan seseorang yang “mapan,” dan meninggalkan seseorang yang benar-benar dicintainya untuk hal itu—kebanyakan public figure melakukan hal itu. Dan akhirnya hidupnya nyaman, aman, tidak perlu bekerja. Belum lagi mungkin anak akan diurus oleh pembantu. Coba ketika kita balik, pria yang berlagak seperti wanita barusan? Aneh bukan? Bahkan mungkin kedengarannya tidak ada.

No, aku tidak sedang mengkerdilkan peran wanita. Tapi ini pengalaman apa yang aku lihat dan dengar, bisajadi yang kamu lihat tidak seperti itu. Lantas mungkinkah kita hidup di abad kepalsuan? Semua yang ada hanyalah hal-hal palsu yang dibuat-buat. Lantas apa bedanya “mereka” dengan pelacur? Bisajadi bedanya; pelacur melacurkan diri untuk uang pada banyak orang, “wanita itu” melacurkan diri hanya pada satu pria demi uang belanja dan tentu kenyamanannya.

Menikah itu alamiah, tapi jangan main-main untuk hal itu.

----




Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar