Semalam
itu apa, aku seperti kehilangan kendali atas diriku. Membalas pesan Rain bahkan
berkali-kali. Apa yang aku lakukan mungkin dianggap lampu hijau olehnya.
Untungnya aku cepat menyadari dan tidak membalasnya lagi.
Pagi
musim panas di Belanda, musim yang baik, cuaca yang baik, Aku tidak merelakan
tubuhku untuk bermalas-malasan di kasur. Pagi ini milikku dan Sean, bersepeda
menjelajahi Amsterdam di bawah paparan sinar matahari. Hari musim panas biasa
di Amsterdam, lalu lalang sepeda dan pejalan kaki menghiasi sudut-sudut kota,
perahu-perahu menghiasi kanal-kanal Amsterdam yang indah, para pemandu wisata
berteriak memandu para turis untuk menikmati keindahan kota Amsterdam. Membacakan
peraturan yang harus dipegang teguh oleh para turis. Seperti dilarang membuang
apapun dari atas perahu ke kanal-kanal yang dilewati.
Pagi
ini aku menunggu Sean di depan Ran Fleuriste bersama sepedaku yang terparkir
tepat didepanku. Kami sengaja menutup toko. Scarlet Tee, kedai teh milik kakek
Winskel tetap buka seperti biasa, lalu lalang orang-orang tua sudah menghiasi
toko sejak aku berdiri menunggu Sean. Rain Coffee juga sudah buka beberapa
menit lalu.
Lama
aku menunggu Sean yang tidak kunjung datang. Aku mendengar lonceng sepeda dari
kejauhan, lonceng sepeda yang tidak terdengar asing bagiku. Itu Sean, menaiki
sepeda yang sudah lama tidak aku lihat. Melambaikan tangan ke arahku, aku
membalasnya sembari tersenyum dan berteriak memanggil namanya.
“Ayo”
kata Sean setelah sampai di depanku.
“Kelamaan
nunggu aku nih.”
“Yaa, maaflah.
Belum ada sejam kan” Canda Sean.
“Iih,
jahatnya. Ayo deh jalan.”
Sean
mengikutiku sembari membunyikan lonceng sepeda, menggodaku yang berada di
depan. Aku melambatkan kayuhanku, membuatku sejajar dengan Sean.
“Mau
kemana kita” Tanyaku.
“Udah
ikutin aku aja” Kata Sean yang mendahuluiku.
Kini
aku berada di belakang Sean, berganti menggodanya dengan lonceng sepedaku yang
terus kubunyikan.
Masyarakat
Belanda sangat menghormati para pejalan kaki dan pesepeda yang berlalu lalang
di jalanan. Belanda telah memulai aksi nyata untuk menyelamatkan bumi dengan
kegemarannya bersepeda, sebuah cara yang
sangat mudah dan murah. Sebagai negara yang pernah mengalami krisis
bahan bakar minyak di tahun 1972, Belanda terus melakukan inovasi agar sepeda
tetap menjadi pilihan transportasi bagi warganya. Penggunaan sepeda membuat
Belanda sangat efisien dalam konsumsi bahan bakar. Di Belanda para pesepeda bagaikan
raja yang diutamakan kepentingannya, dan selalu didahulukan jika ingin melintas
atau menyeberang jalan. Bahkan orang-orang rela menempuh hingga 20 Km, hanya
untuk bersepeda.
“Sean
tunggu aku” Kataku pada Sean yang semakin jauh meninggalkanku.
“Cepat
Sean, susul aku kalau bisa” Teriak Sean.
“Tunggu
aku, Sean!”
Belanda
memiliki 400 km jalur sepeda dan sekitar 40 persen transportasi komuter
dikuasai oleh sepeda. Belanda mengembangkan rute sepeda tematik sejauh 20-50 km.
Belanda juga menciptakan sepedanya sendiri. VanMoof 10 Electrified, sepeda yang
dilengkapi dengan peralatan canggih. Seperti sensor khusus yang berfungsi untuk
memonitor para pesepeda di jalanan, dan pelacak GPS terkomputerisasi untuk
untuk menunjang aspek keamanan sepeda. Rangka sepeda jenis VanMoof 10
Electrified diklaim paling ringan karena dibuat dari bahan alumunium khusus.
Sehingga tidak membebani saat mengayuh sepeda. Ada juga indikator tenaga dan
pengukur baterai yang berfungsi sebagai remote control.
VanMoof
10 Electrified juga bisa menyimpan energi listrik. Energi yang bisa dihasilkan
saat mengayuh pedal sepeda, dan dapat diubah menjadi tenaga kinetis ketika
kelelahan menggenjot sepeda. Banyak inovasi sepeda di Belanda mulai dari lampu
Pixio hasil pabrikan Rydon, Sumber energi lampu ini berasal dari tenaga surya
yang ditangkap oleh panel-panel surya yang terpasang di bagian dalam lampu.
Belanda
juga memiliki jalan layang lingkar pertama di dunia yang dikhususkan untuk para
pesepeda. Hovenring, Jalan memiliki ketinggian 70 meter yang dibuat oleh Ipy
Delft. Hovenring berada di daerah Eindhoven, Veldhoven, dan Meeerhoven. Lumayan
jauh dari Ran Fleuriste.
Di
Amsterdam juga terdapat banyak persewaan sepeda yang biasanya didatangi para
turis mancanegara, seperti MacBike Amsterdam di Central Station dan
Waterlooplein 99 dan Yellow Bike – Nieuwezijds Kolk 29 dan Oudezijds Armsteeg
22 sekitar 3 menit berjalan kaki dari Central Station. Para turis sering
melintasi sepanjang kanal yang mempesona, menyeberangi Dam Square yang
terkenal, dan melewati Rijksmuseum yang megah.
“Akhirnya
berhenti juga kamu, Sean” Keringat membasahi seluruh wajahku.
“Lihat
deh, Ranum. Ada siapa itu” Sean menunjuk seorang pesepeda yang tidak terlalu
jauh dari tempat kami berhenti.
“Siapa
sih” Tanyaku.
“Itu,
yang itu.”
“Rain?”
“Iya
itu Rain, ayo kesana” Sean meninggalkanku menuju Rain yang melambaikan tangan
ke arahnya.
“Sean!!”
Aku
curiga Sean sengaja mengajak Rain. Aku belum bergerak dari tempatku berhenti
tadi, melihat Sean sudah berada di samping Rain dan mengobrol, melambaikan tangan
ke arahku. Mengajakku ikut bergabung. Ada perdebatan di dalam otakku, antara
menghampiri mereka atau pergi kembali ke Ran Fleuriste. Jelas Sean menjebakku,
agar Rain bisa berdekatan denganku. Aku mati gaya, memilih meninggalkan mereka
pasti akan terasa aneh, bukan sekedar aneh bagi mereka dua, tapi juga aneh
bagiku. Aku menuntun sepedaku, menghampiri Sean dan Rain yang tersenyum ke
arahku.
Mataku
memandangi jalanan dan rangka sepeda. Sesekali memandang Sean yang melirik cepat
ke arah Rain, Sean menggodaku, aku menahan tawa. Kelakuan Sean membuatku
luluh, kehilangan amarah.
Ini
momen paling canggung yang pernah terjadi dalam hidupku, berhadapan lagi dengan
Rain. Jantungku berdebar kencang ketika Sean menyuruh Rain menjabat tanganku.
(BERSAMBUNG)
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar