Friday, February 5, 2016

Ran Fleuriste #2 Episode 6


Semalam itu apa, aku seperti kehilangan kendali atas diriku. Membalas pesan Rain bahkan berkali-kali. Apa yang aku lakukan mungkin dianggap lampu hijau olehnya. Untungnya aku cepat menyadari dan tidak membalasnya lagi.

Pagi musim panas di Belanda, musim yang baik, cuaca yang baik, Aku tidak merelakan tubuhku untuk bermalas-malasan di kasur. Pagi ini milikku dan Sean, bersepeda menjelajahi Amsterdam di bawah paparan sinar matahari. Hari musim panas biasa di Amsterdam, lalu lalang sepeda dan pejalan kaki menghiasi sudut-sudut kota, perahu-perahu menghiasi kanal-kanal Amsterdam yang indah, para pemandu wisata berteriak memandu para turis untuk menikmati keindahan kota Amsterdam. Membacakan peraturan yang harus dipegang teguh oleh para turis. Seperti dilarang membuang apapun dari atas perahu ke kanal-kanal yang dilewati.

Pagi ini aku menunggu Sean di depan Ran Fleuriste bersama sepedaku yang terparkir tepat didepanku. Kami sengaja menutup toko. Scarlet Tee, kedai teh milik kakek Winskel tetap buka seperti biasa, lalu lalang orang-orang tua sudah menghiasi toko sejak aku berdiri menunggu Sean. Rain Coffee juga sudah buka beberapa menit lalu.

Lama aku menunggu Sean yang tidak kunjung datang. Aku mendengar lonceng sepeda dari kejauhan, lonceng sepeda yang tidak terdengar asing bagiku. Itu Sean, menaiki sepeda yang sudah lama tidak aku lihat. Melambaikan tangan ke arahku, aku membalasnya sembari tersenyum dan berteriak memanggil namanya.

“Ayo” kata Sean setelah sampai di depanku.

“Kelamaan nunggu aku nih.”

“Yaa, maaflah. Belum ada sejam kan” Canda Sean.

“Iih, jahatnya. Ayo deh jalan.”

Sean mengikutiku sembari membunyikan lonceng sepeda, menggodaku yang berada di depan. Aku melambatkan kayuhanku, membuatku sejajar dengan Sean.

“Mau kemana kita” Tanyaku.

“Udah ikutin aku aja” Kata Sean yang mendahuluiku.

Kini aku berada di belakang Sean, berganti menggodanya dengan lonceng sepedaku yang terus kubunyikan.

Masyarakat Belanda sangat menghormati para pejalan kaki dan pesepeda yang berlalu lalang di jalanan. Belanda telah memulai aksi nyata untuk menyelamatkan bumi dengan kegemarannya bersepeda, sebuah cara yang  sangat mudah dan murah. Sebagai negara yang pernah mengalami krisis bahan bakar minyak di tahun 1972, Belanda terus melakukan inovasi agar sepeda tetap menjadi pilihan transportasi bagi warganya. Penggunaan sepeda membuat Belanda sangat efisien dalam konsumsi bahan bakar. Di Belanda para pesepeda bagaikan raja yang diutamakan kepentingannya, dan selalu didahulukan jika ingin melintas atau menyeberang jalan. Bahkan orang-orang rela menempuh hingga 20 Km, hanya untuk bersepeda.

“Sean tunggu aku” Kataku pada Sean yang semakin jauh meninggalkanku.

“Cepat Sean, susul aku kalau bisa” Teriak Sean.

“Tunggu aku, Sean!”

Belanda memiliki 400 km jalur sepeda dan sekitar 40 persen transportasi komuter dikuasai oleh sepeda. Belanda mengembangkan rute sepeda tematik sejauh 20-50 km. Belanda juga menciptakan sepedanya sendiri. VanMoof 10 Electrified, sepeda yang dilengkapi dengan peralatan canggih. Seperti sensor khusus yang berfungsi untuk memonitor para pesepeda di jalanan, dan pelacak GPS terkomputerisasi untuk untuk menunjang aspek keamanan sepeda. Rangka sepeda jenis VanMoof 10 Electrified diklaim paling ringan karena dibuat dari bahan alumunium khusus. Sehingga tidak membebani saat mengayuh sepeda. Ada juga indikator tenaga dan pengukur baterai yang berfungsi sebagai remote control.

VanMoof 10 Electrified juga bisa menyimpan energi listrik. Energi yang bisa dihasilkan saat mengayuh pedal sepeda, dan dapat diubah menjadi tenaga kinetis ketika kelelahan menggenjot sepeda. Banyak inovasi sepeda di Belanda mulai dari lampu Pixio hasil pabrikan Rydon, Sumber energi lampu ini berasal dari tenaga surya yang ditangkap oleh panel-panel surya yang terpasang di bagian dalam lampu.

Belanda juga memiliki jalan layang lingkar pertama di dunia yang dikhususkan untuk para pesepeda. Hovenring, Jalan memiliki ketinggian 70 meter yang dibuat oleh Ipy Delft. Hovenring berada di daerah Eindhoven, Veldhoven, dan Meeerhoven. Lumayan jauh dari Ran Fleuriste.

Di Amsterdam juga terdapat banyak persewaan sepeda yang biasanya didatangi para turis mancanegara, seperti MacBike Amsterdam di Central Station dan Waterlooplein 99 dan Yellow Bike – Nieuwezijds Kolk 29 dan Oudezijds Armsteeg 22 sekitar 3 menit berjalan kaki dari Central Station. Para turis sering melintasi sepanjang kanal yang mempesona, menyeberangi Dam Square yang terkenal, dan melewati Rijksmuseum yang megah.

“Akhirnya berhenti juga kamu, Sean” Keringat membasahi seluruh wajahku.

“Lihat deh, Ranum. Ada siapa itu” Sean menunjuk seorang pesepeda yang tidak terlalu jauh dari tempat kami berhenti.

“Siapa sih” Tanyaku.

“Itu, yang itu.”

“Rain?”

“Iya itu Rain, ayo kesana” Sean meninggalkanku menuju Rain yang melambaikan tangan ke arahnya.

“Sean!!”

Aku curiga Sean sengaja mengajak Rain. Aku belum bergerak dari tempatku berhenti tadi, melihat Sean sudah berada di samping Rain dan mengobrol, melambaikan tangan ke arahku. Mengajakku ikut bergabung. Ada perdebatan di dalam otakku, antara menghampiri mereka atau pergi kembali ke Ran Fleuriste. Jelas Sean menjebakku, agar Rain bisa berdekatan denganku. Aku mati gaya, memilih meninggalkan mereka pasti akan terasa aneh, bukan sekedar aneh bagi mereka dua, tapi juga aneh bagiku. Aku menuntun sepedaku, menghampiri Sean dan Rain yang tersenyum ke arahku.

Mataku memandangi jalanan dan rangka sepeda. Sesekali memandang Sean yang melirik cepat ke arah Rain, Sean menggodaku, aku menahan tawa. Kelakuan Sean membuatku luluh, kehilangan amarah.

Ini momen paling canggung yang pernah terjadi dalam hidupku, berhadapan lagi dengan Rain. Jantungku berdebar kencang ketika Sean menyuruh Rain menjabat tanganku.


(BERSAMBUNG)



Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar