Friday, April 10, 2015

ARTHUR (Episode 4)


Malam ini Arthur merenung, duduk di bangku kayu berwarna cokelat yang mengkilap karena pantulan cahaya lampu. Ibunya sudah tidur satu jam lalu sejak perdebatan masalah upah yang diterima. Tiba-tiba terdengar rintik hujan yang jatuh di atap rumah Arthur. Suaranya makin keras menyentuh genting rumah yang umurnya sudah tidak tua.

Arthur menatap langit-langit rumah, jarinya beradu sapuan hujan membuatnya mengingat kenangan masa kecilnya bersama ayahnya.. Witson. Dulu Arthur sering diajak ayahnya memanjat pohon kelapa di pantai dekat rumah Ana. Ayahnya mengenalkannya pada Ana, perempuan yang menjadi satu-satunya tempat mengadu bagi Arthur selain ibunya.

Bagi Arthur ayahnya bagaikan kaktus di gurun yang luas, yang mampu menyerap air di tubuhnya. Ayahnya mampu bertahan hidup di suasana yang serba tidak jelas. Ayahnya mampu menganalisa setiap masalah yang dihadapinya, mampu membaca gerak-gerik lawan bicaranya, tenang dan pemikir. Ayahnya sangat pintar menerapkan teori gauche, tidak heran banyak orang yang dengan mudah terpikat dengan ucapannya. Bahwa tanpa disadari orang-orang ada dibawah pengaruhnya.

Ayah Arthur seorang kidal. Ayahnya sangat menyayangkan adanya diskriminasi yang ditujukan kepada mereka yang kidal. Di kota Nanoi kidal dianggap tidak baik. Padahal sebagian kegiatan yang dilakukan manusia berorientasi dari kiri ke kanan, seperti : menulis, membaca, turun dari angkot, bahkan seorang ibu yang menyusui anaknya lebih sering menggunakan payudara sebelah kiri untuk menyusui anaknya.

Witson selalu mengajarkan Athur tentang kedisiplinan, kejujuran, dan keberanian baginya dengan tiga hal itu manusia dapat hidup sebagai manusia seutuhnya yang dicintai tuhannya.. Kota Nanoi sudah sejak lama membutuhkan orang dengan tiga sifat itu. Bagi Witson masalah yang paling bahaya di kota Nanoi adalah korupsi. Terutama oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan. Berkembangnya budaya korupsi di kota Nanoi dikarenakan minimnya kejujuran. Bagi Witson, tanpa kejujuran segala peraturan hanya akan menjadi hiasan tanpa mampu memberi kontribusi bagi perbaikan nasib rakyat di Kota Nanoi. Kejujuran seakan menjadi barang langka bagi para Birokrat dan Anei. Sebaliknya tindakan culas dan tipu-tipu menjadi trend baru yang wajib dilakukan…

Arthur merebahkan dirinya dikursi panjang yang tidak jauh dari kursi kayu yang didudukinya tadi. Matanya masih memandangi langit-langit rumah. Dia melihat sosok ayahnya yang tergambarkan pada atap rumah yang berwarna putih. Nampak nyata, Arthur menyapanya, tapi bayangan itu tidak menjawab. Arthur tersadar itu hanya imajinasinya.

Hujan makin deras, angin makin kencang, sapuan hujan membuat pemandangan diluar rumah tertutup kabut putih halus. Arthur ingat lagi, dia mengingat percakapan bersama ayahnya di suatu sore di taman kota. Dibawah langit tanpa noda ayahnya bercerita tentang para anei yang menyalahgunakan kekusaannya. Sebelum menjadi Wali Kota, Witson adalah salah satu anei yang mengurusi sistem birokrasi dan aspirasi rakyat. Juga sesekali menjadi pengawas kebijakan dan proyek-proyek yang ada di kota Nanoi.

Witson bercerita tentang proyek pengembangan kawasan terpadu untuk para anei. Ada percobaan Mark-Up dana yang tercium oleh Witson. Witson mempertanyakan kebenaran informasi itu kepada anei lainnya. Anei menertawakan Witson yang hidup terlalu jujur. Mereka mencemooh Witson mengatakan bahwa: berbohong itu menyenangkan dan jujur itu menyakitkan . Witson membalas nyinyiran para anei “Kejujuran memang menyakitkan tapi tidak mematikan, Kebohongan memang menyenangkan tapi tidak menyembuhkan.”

Arthur tersentak. Prinsip ayahnya mengajarkan dia untuk berani jujur dan berani mengungkap kebenaran. Arthur ingat nasehat ayahnya di taman kota sore itu.
“Arthur, kamu tahu kenapa kejujuran jadi barang langka bagi orang-orang?”
“Karena kejujuran bukan barang yang murah, ayah”
“Benar, maka dari itu kamu harus menghargai kejujuran setiap orang meskipun kecil dan sederhana. Kejujuran itu menyangkut masalah hati, hanya manusia yang hatinya bersih yang mampu berkata jujur. Kejujuran adalah perhiasan jiwa yang lebih bercahaya daripada berlian. Kamu harus ingat itu, Arthur”

Arthur terbangun, tiba-tiba tubuhnya mengajaknya untuk duduk. Matahari mulai muncul. Sinar matahari perlahan menerpa menembus jendela-jendela kaca. Lukisan besar didepan Arthur mendadak mendapatkan pencahayaan yang kuat dan menjadikannya lebih hidup. Itu adalah Lukisan Ayahnya. Arthur berdiri menghampiri lukisan itu. Menghelai nafas panjang. Mengajak lukisan berbicara.

“Ayah, kejujuran memang membutuhkan pengorbanan dan pengorbanan membutuhkan kesabaran. Izinkan aku untuk meneruskan perjuanganmu, Akan kubuktikan bahwa kejujuran tidak akan menjadi barang langka lagi”


Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar