Sunday, March 7, 2021

para pria bangsat


 

Temanku diperkosa. Sungguh aku tidak bisa lagi menyusun kalimat pembuka selain itu. Awal Februari temanku diperkosa, dan orang pertama yang ia ceritakan tentang masalah ini adalah aku, ia baru menceritakannya sekitar seminggu yang lalu, kira-kira hampir sebulan setelah kejadian itu. “Diperkosa” adalah kata yang tepat untuk menggambarkan kejadian itu, meski temanku ini membuka cerita dengan “aku dilecehin sama orang,” tentu aku tidak mencari detail dari peristiwa itu. Untukmu belajar juga, jangan bertanya tentang detail pemerkosaan pada korban, selain itu bukanlah hal bijak, sebenarnya juga tidak perlu ditanyakan.

Ini bukan cerpen, semua hal yang aku ceritakan adalah realita sesungguhnya, ini benar-benar terjadi, dan aku merasa perlu menceritakan ini. Malam itu, kami makan sate taichan di konicipi daerah Bergota, kalau kamu tahu, lalu menikmati kopi di Lika-Liku daerah Veteran. Waktu itu sudah jam sembilan, dan kami mencari tempat ngobrol yang paling tidak, tutup jam sebelas malam, karena kebijakan pemerintah tentang PPKM yang mewajibkan usaha untuk tutup lebih awal dari jam operasional biasa.

Malam itu adalah pertemuan kami secara langsung untuk kedua kalinya, kami saling mengenal setahun lebih dan hampir tidak pernah bertemu. Entah kenapa, ada energy yang menggerakkanku untuk bertemu perempuan ini. Pertemuan kami terjadi hari rabu di canofee daerah tembalang, kalo kamu tahu. Lalu pertemuan kedua terjadi tiga hari setelahnya, malam minggu. Temanku ini belum menceritakan masalah itu sampai kami memutuskan untuk pulang tepat di jam sebelas malam, karena para pekerja sudah mengingatkan kami bahwa coffeeshop itu akan tutup dalam lima belas menit lagi.

Aku tidak akan menceritakan latar belakang temanku ini, di mana dia tinggal, dan sebagainya. Aku ingin siapapun yang membaca ini fokus pada inti yang ingin aku sampaikan. Kira-kira sepuluh menit sebelum sampai di tempatnya, di atas montor malam itu, ia mendekatkan diri, ucapnya pelan, tapi aku masih sanggup mendengar. Aku masih ingat suaranya bergetar malam itu, ia nyaris tidak jadi menceritakannya. Namun pada akhirnya ia cerita, dan kecepatan montor berkurang saat ia memberitahuku, aku bahkan tidak sadar bahwa kecepatan laju montorku berkurang. Aku shock. Ada amarah membuncah.

Seolah, cerita dia adalah jawaban tentang suatu energy yang membawaku bertemu dengannya. Aku seringkali mengalami hal-hal aneh seperti ini. Seolah ada kekuatan dari alam lain yang ingin aku mendengarkan cerita orang, bukan hanya sekali ini. Aku bahkan hampir tidak bisa menghitungnya.

Aku ingin menggambarkan keadaanku saat ia menceritakannya, namun saat menulis ini pun aku menahan tangis, karena tiap kali seorang perempuan menceritakan pengalamannya dilecehkan oleh pria, aku selalu teringat kembaranku di rumah yang juga seorang perempuan, rasanya menyakitkan. Kupikir ia baik-baik saja, tapi seperti perempuan lain yang menceritakan kisahnya padaku, mereka menutup diri dan terlihat baik-baik saja, padahal ada hal buruk yang membuatnya hancur, di dalam.

Aku tidak akan menyebutkan namanya, aku ingin kamu memahami apa yang akan aku sampaikan. Perempuan ini masih menyimpan semua chat dari pria itu, yang pada awalnya aku menyarankan untuk memblokir dan berusaha menjauh, karena aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaannya jika pria itu masih tanpa malu menghubunginya. Namun dia punya alasan kuat mengapa ia tidak melakukan itu, ia menyimpan semua foto hasil kekerasan yang dilakukan pria itu, iya, pria itu melakukan kekerasan, makin melihat fakta-fakta itu aku makin terdiam, ia terus menceritakannya.

Di satu titik, aku benar-benar makin terdiam, jantungku berdebar hebat, ia cerita dengan menahan tangisnya, bahwa pria itu mengancam jika dirinya melawan atau berteriak pria itu akan mengeluarkannya di dalam. Di titik cerita itu, aku sadar, ia diperkosa. Aku tidak bisa berbuat banyak, aku menahan diri untuk memeluknya, aku tidak bisa melakukan itu. Aku berusaha membuatnya tenang, mengelus lengan dan punggungnya, ia masih menahan tangis meski pada akhirnya tangis itu pecah juga. Berulang kali aku menghapus air mata itu. Dan aku hampir tidak percaya bahwa air mataku akhirnya keluar juga.

Ada penyesalan darinya bahwa ia menceritakan kejadian itu padaku, ia tidak ingin terlihat menangis di depan orang lain. Aku tidak banyak mengeluarkan kata-kata, selain meminta ia menunjukkan pria itu. Aku tahu namanya, aku tahu Instagram dan twitternya. Tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa sampai tulisan ini ditulis, dan aku membenci itu, aku membenci saat aku tidak bisa melakukan apa-apa, meski sebetulnya aku sangat mungkin mengkonfrontasi pria itu. Tapi untuk apa? Perempuan itu bahkan lebih kuat, ia tidak ingin membahasnya dan menganggapnya sebagai angin lalu, meski aku percaya ia sedang menyiapkan sesuatu untuk menyerang balik pria itu.

Sebelum aku pulang, aku mengatakan padanya untuk tidak “menyebur ke kolam” karena akibat dari kejadian itu, ia menganggap dirinya hina, ia lalu memahami dirinya sebagai perempuan gampangan dan murahan. Aku marah mendengar itu, tapi kutahan. Aku bilang bahwa kejadian ini bukan salahnya, dan seperti hal yang pernah kulakukan pada setiap perempuan yang menceritakan hal serupa, aku mengatakan padanya, bahwa ponselku 24 jam aktif jika ia memerlukanku. Saat itu jam 12 malam, dan aku pulang dengan kenyataan pahit yang baru aku dengar, laju montorku tidak secepat biasanya, aku memikirkan semuanya, aku memikirkan jika kejadian itu terjadi pada kembaranku.

Kadang aku berpikir mengapa aku sering mendengar cerita-cerita semacam ini, sudah terlalu banyak, dan aku tidak sanggup menanggungnya, aku cerita kepada beberapa teman dan rasanya kurang, aku hanya ingin menetralkan kepalaku, agar tak meledak dan menyerang diriku sendiri, termasuk aku cerita pada ibuku, namun energy itu masih membuatku kalut, berhari-hari aku memikirkannya, berhari-hari aku berusaha menemaninya.

Tulisan ini dibuat sebagai kopingku, sudah saatnya cerita-cerita itu keluar dari kepalaku, sepanjang maret ini, aku akan menceritakan semuanya, supaya kita sama-sama mengerti bahwa ada banyak pria bangsat dengan kedok-kedok serupa, supaya kamu para perempuan yang membaca ini mengerti bagaimana tingkah laku pria sesaat sebelum kemungkinan hal itu terjadi.

Awalnya temanku ini mengalami musibah, montornya tidak bisa menyala, dan ia meminta tolong pria itu. Pria itu sigap menolong, membawanya ke bengkel, karena pengerjaan kerusakan montor tidak bisa ditunggu cepat, pria itu mengajak temanku ke kosnya untuk menunggu. Dan di sana hal itu terjadi. Aku sama sekali tidak memberikan judgement apa-apa sata kudengar kenyataan itu darinya, namun dari cerita ini kita bisa sama-sama belajar; Jangan percaya pada seseorang yang mengajakmu ke “save placenya,” terlebih jika seseorang itu mengajak ke tempat yang tidak kamu ketahui. Ajak ke tempat netral; tempat yang ramai, tempat yang di sana bukan hanya ada kamu dan orang itu.

Jangan merasa gak enakan, tolak aja. Biasanya pria seperti itu masih akan berusaha sampai hal yang diinginkan berhasil ia capai, saat itu terjadi jangan biarkan siapapun berhasil menguasaimu, memanipulasimu. Biasanya jika ditolak para pria bangsat ini akan bermain kasar entah fisik atau verbal, kamu harus siap itu. Dan jika itu terjadi tinggalkan dia, atau lari dan teriak sekencang mungkin. Jangan takut!

Aku paham polanya, aku belajar dari banyak cerita serupa yang aku dengarkan. Tidak berpikir negatif memang tidak salah, tapi menjaga diri dari segala kemungkinan sungguh sangat diperlukan.

 

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar