Saturday, November 29, 2014

Harapan yang hilang


            Aku ingat sering aku melihatnya di sebuah restoran jepang yang selalu ramai tiap makan siang. Dia selalu membawa karung putih yang kumal, tubuhnya tidak lebih besar dari karung yang dia bawa.

            “Kamu kenapa disini?”
            “Ini rumahku kak”
            “Rumahmu?”
            “Iya, sejak dua tahun lalu tempat ini jadi rumahku”
            “Orang bodoh-pun tahu kalu ini restoran jepang, jadi ini bukan rumahmu”
            “Ini rumahku”

            Dia terus saja mengatakan “ini rumahku” dengan suara yang samar-samar, sepanjang hari. Dari matanya aku bisa melihat rasa kecewa yang begitu mendalam, perasaan yang seharusnya tidak dirasakan olehnya.
Sampai saat ini, aku masih melihatnya duduk di depan restoran itu. Dia, pria kecil yang berjuang sendiri mengais sampah-sampah sisa restoran, dia menunggu.

“Aku tidak menunggu sampah, kak”
“Lalu?”
“Aku menunggu sebuah harapan, yang masih ingin aku perjuangkan”
“Kemana ibumu?”
“Tuhan bersamanya”
“Maaf”
“Ibuku meninggal dua tahun lalu”
“Bapakmu?”
“Aku takut dia meninggalkanku dan memilih menikahi orang lain daripada                                   mengurusku”
“Lalu, apa yang kamu lakukan disini?”
“menunggunya datang menemuiku”
“Dimana dia sekarang?”

“Duduk nyaman di sebuah restoran jepang miliknya sendiri yang dirintis bersama         istrinya”.

("Harapan yang hilang" sebuah tulisan yang terinspirasi dari mimpiku kemarin malam)
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar