Wednesday, January 6, 2021

yang dilakukan sepasang kekasih di dalam mobil


 

Waktu itu aku sedang menyesap rokok pertamaku di depan sebuah warung masakan padang. Di seberang jalan aku melihat honda jazz silver berhenti, mesinnya masih menyala, kacanya gelap namun aku masih bisa melihat ada seorang pria duduk di kemudi. Samar-samar aku membaca gerak bibirnya, bahkan sesekali aku mengikuti apa yang ia katakan. Aku baru saja selesai memakan daging rendang hangat yang baru saja masak untuk makan siang, aku tidak pernah sarapan, bagiku sarapan hanya untuk orang-orang lemah.

Setiap hari aku bangun pukul sepuluh pagi, membuka ponselku tepat setelah mata terbuka dan masih agak berat karena semalam aku begadang menghabiskan drama korea yang tiap episodenya bikin mata berair karena saking lamanya. Aku benar-benar tidak tahu apa yang aku lakukan pada ponselku tiap pagi, sama sekali tidak ada yang mengirimkan pesan, tidak ada notifikasi, tidak ada yang menarik, aku hanya scrolling sampai aku sadar jam dinding di kamarku sudah menunjuk pukul sebelas.

Aku juga tidak paham, mengapa drama korea bisa begitu lama. Mungkin itu mengapa mereka disebut drama. Aku bisa menaksir bahwa setiap satu episode, sebetulnya mereka bisa saja membuatnya menjadi setengah jam atau satu jam kurang lima belas menit. Tapi yasudah, kita semua butuh drama yang menarik, karena drama kita di hari-hari biasa jauh dari kata menarik. Drama korea membuatku berhalu-halu ria, nasib-nasib karakternya selalu saja baik dan jauh dari realitaku sendiri.

Aku selalu memikirkan nasib setiap karakter dari drama korea yang kutonton, bahkan saat aku masih melihat honda jazz silver yang lampu depannya kini mati. Aku sayup-sayup masih bisa mendengar mesin menyala, mungkin supaya orang di dalamnya tetap merasa nyaman. Perutku bungah, rendang terenak di bumi belum lama masuk dan membuat lambung, usus, dan seluruh organ dalamku bergelora, seperti memutar lagu Inikah Namanya Cinta dengan volume yang sangat keras.

Asap rokok terus keluar, bau-bau tembakau mulai tercium, aku terus menyesap rokok yang kubeli dari warung di samping masakan padang langganan tempatku bisa ngutang saat uang-uang di kantongku sedang berlibur entah ke mana. Aku melihat pria itu mulai bicara pada seseorang di sampingnya, yang kupikir pada awalnya ia hanya sendirian, ternyata seorang perempuan duduk sejak pertama aku melihat mobil itu berhenti di seberang jalan.

Mereka seperti terlibat dalam pertengkaran hebat, hampir mirip setiap pertengkaran dalam drama korea yang makin tragis karena gerak kamera dibuat berlebihan dan musik yang lebay karena diulang berkali-kali tiap pertengkaran terjadi. Aku bisa menduga apa yang mereka bicarakan, apa yang keduanya perdebatkan. Bisa jadi salah satunya ketahuan selingkuh, atau hubungan mereka tidak direstui salah satu orang tua.

Kupikir dua masalah ini selalu menjadi alasan sepasang kekasih pegat di tengah jalan. Aku setuju selingkuh merusak semuanya, aku juga setuju harusnya korban memutus hubungan itu. Selingkuh ada karena niat, ya mirip bang napi bilang kalau kejahatan datang karena niat pelaku. Bayangkan aja selingkuh itu kejahatan, dan aku membenci jika korban tetap jatuh cinta dan tetap ada di hubungan yang sebetulnya sudah rusak itu.

Ah untuk urusan orang tua, harusnya ibu bapak tidak perlu mencampuri asmara anaknya, untungnya bapak ibuku tidak begitu, yaa mereka sudah lama meninggal. Mau apalagi. Tapi pernikahan tidak hanya menyatukan sepasang kekasih saja, pernikahan juga menyatukan dua keluarga. Pernikahan adalah ekosistem yang dibuat dan harus dijaga, jika salah satu aspeknya tidak terbentuk atau tidak dipelihara dengan baik biasanya pernikahan akan berakhir tidak menyenangkan. Lagi-lagi sama seperti drama korea yang pernah kutonton. Aku heran, mengapa korea bisa membuat cerita yang beragam tapi kita tidak. Mungkin karena korea menghargai keberagaman, mereka haus hal-hal baru. Sedang kita? Selalu alergi dengan kebaruan, menolak yang beragam, bernafsu menyeragamkan lainnya.

Rokok pertamaku habis saat kulihat pria di kursi kemudi membuka kaca mobil, ia menunjuk warung masakan padang tempatku duduk. Kupikir awalnya mereka sedang membicarakanku, namun aku tersadar saat pria itu menciptakan sebuah gesture bahwa dirinya lapar dan butuh makan.

Aku mengambil rokok keduaku yang kutaruh di atas telinga, kubakar rokok di mulutku, dan melihat sepasang kekasih itu turun dari mobil, mataku terpaku, keduanya berdiri berdampingan, mereka menyebrang jalan dengan hati-hati. Keduanya masih terlibat dalam sebuah perdebatan yang tampaknya makin panas. Aku makin mendengar yang mereka perdebatkan tepat saat keduanya sampai di depan rumah masakah padang, tidak jauh dari tempatku duduk. Pria itu masuk lebih dulu, lalu diikuti kekasihnya yang tampak cantik berambut pendek dengan setelan jins longgar, sepatu putih dan hodie yang longgar.

Perdebatan mereka makin keras terdengar, dan aku terus menyesap rokokku. Ternyata keduanya memperdebatkan mana yang lebih enak di antara rendang dan ayam pop. Aku tertawa, tebakanku salah, haluku jauh entah ke mana, ini karena drama korea mempengaruhi penilaianku pada orang lain. Lalu aku teriak “Rendang!” keduanya menoleh, perempuan itu memukul pundak kekasihnya. Tanda perdebatan itu selesai, perempuan yang makin lama mirip Najwa Shihab itu memenangkan perdebatan paling tidak mutu yang pernah kulihat. Mungkin Najwa Shihab pun malu mendengarnya.

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar