Friday, May 11, 2018

Mengunjungi Mimpimu



Sebelum kamu membaca inti dari kisah ini, aku ingin memberi tahu; ini adalah sebuah cerita pendek tentang cerita yang sangat pendek. Apa yang ada dibenakmu saat aku bilang, aku sedang tertarik pada seorang perempuan yang akhir-akhir ini sejak dua bulan lalu, menghantuiku. Iya, aku bahkan tak mampu meyakini bahwa ini adalah bagian dari perasaan jatuh cinta. Kenapa? Karena aku percaya sebelum kita berpijak pada satu konsep yang kita kenal dengan cinta, kita selalu harus melewati tiga fase.

Fase pertama; mengenal. Karena seperti seorang penulis yang melakukan riset sebelum memulai menulis, aku, kamu, kita semua agaknya selalu perlu untuk mengenal siapa dia yang membuat pikiran kita jauh tersita, membuat kita jatuh pada pandangan pertama, tertarik di awal. Fase ini sudah aku lewati, dan tulisan yang sedang kamu baca adalah pentup fase pertama. Aku tidak betul-betul mengenalnya, hanya beberapa omongan dari teman sekelas atau sosial medianya, dan untuk itu aku butuh fase kedua.

Fase kedua: pekenalan, perkenalan adalah fase di mana obrolan di antara dua manusia mulai terjalin. Pria percaya pada jatuh cinta pada pandangan pertama. Wanita? Kukira tidak, mereka adalah nyawa yang spesifik perlu dirumuskan. Tapi, aku percaya, pada obrolan pertama wanita bisa saja mulai tertarik atau bahkan jatuh cinta. Aku belum memulai fase ini, dan mungkin kamu bisa menebak bahwa tulisan ini adalah pembuka fase keduaku, sebelum aku berani untuk masuk pada fase selanjutnya, fase ketiga.

Fase ketiga; fase ketika kita sama-sama harus memutuskan, menerjemahkan arah relasi, arah hubungan pada seorang yang membuat kita tertarik. Apakah hanya akn menjadi sebatas teman, rekan kerja, atau mungkin bisa menjadi sepasang kekasih. Fase ketiga memang sedikit rumit, karena keduanya harus sama-sama yakin untuk merumuskan mau dibawa ke mana arah hubungan. Tidak akan sama-sama bertemu, jika keduanya berbeda dalam menerjemahkan.

Lalu, ada di mana kamu sekarang? Apakah kamu sudah berani memulai? Aku sendiri sudah selalu hampir ingin memulai, ketika aku melihat wanita ini ada di sudut-sudut kampus, aku bahkan pernah sekali menyapanya. Uniknya aku tak pernah melihat langsung wajahnya. Di hari pertama aku melihatnya, aku hanya melihat dia duduk merunduk menggunakan celana panjang putih dan baju berbunga merah muda. Instingku saat itu berbicara, “That’s my love.” Aku mengejarnya, karena ketika mengejar kita tahu kapan harus berhenti, dan kenapa harus tetap mengejar. Aku tidak ingin dikejar, karena aku tak pernah tahu kapan harus berhenti.

Aku perlu menunggu seminggu lamanya untuk bisa melihatnya lagi, kita seringkali berpapasan, namun tetap saja, aku belum berani memulai obrolan, karena aku belum mengenal betul wanita ini. Sampai suatu ketika, aku benar-benar melihatnya duduk sendirian, aku hanya mampu melihatnya dari kejauhan, seolah detik itu juga perasaan ragu membuat tubuhku beku. Aku selalu berpikir, apakah orang sepertiku layak dicintai, atau layak mencintai?

Pernahkah kau melihat seseorang dan berpikir seketika untuk bisa hidup dan menjaling hubungan dengannya? Ini sedikit rumit untuk dijelaskan, namun tuhan menciptakan manusia dengan pikiran juga insting. Aku memutuskan menulis ini, setelah sekian lama berpikir matang-matang, semoga ia membacanya, semoga ia tergerak membalas ini. Paling tidak aku telah melakukan sesuatu yang berarti buatku. Bukankah itu makna cinta? Ketika kita bergerak untuk sesuatu.

Lalu aku selalu yakin, pada seseorang yang membuatku jatuh hati, ketika orang itu masuk ke dalam mimpiku. Aku percaya, mimpi adalah ruang yang netral. Di sana, semua kemungkinan bisa terjadi, yang kita inginkan atau bahkan tidak kita inginkan. Artinya, aku ingin mengunjungi mimpimu, Ev. Izinkan aku berada di sana meski hanya sedetik. Biarlah aku menunjukkan perasaan yang entah tentang apa ini. Aku pun bingung menerjemahkannya, maka bantu aku.

Kalau kamu berpikir, lagi-lagi aku menulis sebuah cerita nyata, kali ini harus kubilang kau 100% benar. Kalau kau bilang ini adalah pilihan yang berisiko, itu juga benar. Karena bisa saja tulisan ini akan terabaikan, atau bahkan tidak dibaca. Tapi, apa salahnya mengambil risiko?

Namanya Eva, perempuan yang bahkan belum pernah kulihat wajahnya, belum pernah kudengar suaranya, belum pernah kuselami cara berpikirnya, belum pernah bertanya tentang apa makna hidup baginya. Dan segala ketidak-pernahan lainnya. Kali ini aku sangat yakin dengan gejolak yang muncul dari dalam. Lalu ketika gejolak itu muncul, adakah yang bisa menggantikan gejolak itu?

Aku belum ingin memulai fase kedua, sebelum Eva mengenalku. Ada baiknya perkenalan dimulai ketika keduanya paling tidak tahu sama tahu. Dan sama-sama percaya bahwa semua kemungkinan itu pasti ada, kemungkinan yang membawa kita dari A sampai ke Z. Kemungkinan yang meruntuhkan sekat-sekat yang menghalangi, bahwa cinta selayaknya perlu dicaritahu, diterjemahkan, lalu diperjuangkan. Aku ingin istirahat, Eva. Bangunkan aku ketika kamu menyadarinya.

-----

Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar