Dari
balik jendela kereta,
aku
menatap angin yang menyerupai panas dingin tubuhku
membuat
jantung berdebar tak tentu arah
Dari
balik jendela kereta,
hamparan
sawah hijau juga sapi yang meniduri para petani
menatapku
dalam kecepatan kereta yang konstan
Dari balik
jendela kereta,
pelayan
berseragam biru itu tersenyum serupa senyummu
menawarkan
perut yang lapar juga rindu yang kehausan
Dari
balik jendela kereta,
aku mendengar
denting jam yang memacu
membuat
telinga jadi entah mendengar apa
Dari
balik jendela kereta,
bunyi
rel bergesekkan seirama dengan detak jantungku
menjadi
irama yang terstruktur akur
Dari
balik jendela kereta,
kau menatapku
dalam kebisingan ibu-ibu
kau
bilang: sampai kapan aku terus menatap jendela kereta
sampai
cintaku habis ditelan kemarin, jawabku
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar