Ranum terbangun dari mimpinya, terdiam
bingung di atas kasur. Apa yang dia lihat bukan yang ingin dia lihat. Mimpinya
membawanya pergi ke masa lalu yang dipenuhi orang-orang sakit. Pembicaraanya
dengan Sean tentang Rain Galvin membuatnya memimpikan pria itu. Ranum
memimpikannya sedang melambaikan tangan ke arahnya, tersenyum dengan riang
seolah baru pulang dari ekspedisi yang memakan waktu bertahun-tahun. Ranum
bermimpi berada di taman yang dipenuhi bunga-bunga. Mimpi itu habis ketika
tiba-tiba ada pria yang datang dari masa lalunya masuk ke mimpi Ranum. Pria
yang membuat Ranum sangat membenci Italia dan Tropea Beach.
Ranum bangkit dari kasurnya, meminum
habis air dalam gelas yang sudah disiapkannya sebelum tidur. Ranum buru-buru
mencari kartu nama Rain Galvin. Ranum ingat kartu nama itu dia simpan
di celemeknya. Setelah menemukan celemeknya
yang menggantung di pintu kamarnya, Ranum mengambil kartu nama itu. Menyadari
bahwa ada nomor handphone di kartu
nama Rain Galvin. Lalu Ranum menyimpan nomor handphone Rain Galvin di handphone
miliknya.
Di atas kasur Ranum bimbang. Mengirim
pesan atau tidak. Beberapa menit Ranum tertahan dalam situasi bimbang tak
menentu, Ranum memutuskan untuk mengirim pesan. Ranum hanya menuliskan namanya
di badan pesan, lalu melanjutkan tidurnya lagi.
Mendekati pagi Ranum belum juga bangun
dari tidurnya. Cahaya matahari mulai menyinari langit timur, sebuah bintang
berkedip lalu menghilang dari langit Amstedam. Handphonenya berdering, ada satu pesan masuk dari Rain Galvin.
Ranum masih belum bangun, hanya sesekali mengubah posisi tidurnya. Selimut
menutupi hampir seluruh tubuhnya kecuali kepalanya. Raut wajah Ranum saat tidur
adalah gambaran paling indah. Seperti melihat hamparan bunga di Anna Paulowna,
ekspresi natural yang tidak dibuat-buat. Alarm yang berada di samping kasur dua
menit lagi akan berbunyi. Ranum mulai membuka matanya pelan-pelan dan sesekali
berkedip cepat. Beberapa detik setelah itu Ranum bangun, duduk di atas kasur
tepat ketika Alarm berbunyi. Ranum mematikan alarm itu, membasuh mukanya dengan
tangan lalu bergegas bersiap-siap pergi ke Ran Fleuriste. Ranum menggunakan sepeda
untuk pergi ke Ran Fleuriste, jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat
tinggalnya, hanya sekitar satu kilometer.
Ranum belum menyadari pesan yang
dikirim Rain Galvin. Beberapa meter dari Ran Fleuriste Ranum melihat Savage Rivale
warna hitam milik Rain Galvin terparkir persis di depan Ran Fleuriste. Ranum
turun dari sepedanya, menuntun sepedanya lalu memarkirkan tepat di samping Ran
Fleuriste. Wajahnya bingung karena tidak ada orang di dalam mobil itu. Scarlet
Thee dan Queen Of Sean sudah dibuka sebelum Ranum datang. Ranum membuka pintu
tokonya sambil menatap bingung keluar jendela. Ranum membuka pintu belakang Ran
Fleuriste lalu menghampiri Sean yang sedang memakan roti di kebun Ran Fleuriste.
“Sean,
kamu tahu mobil yang ada di depan?”.
“Iya
tahu, pemiliknya ada di Scarlet Thee sejak 10 menit tadi” Jawab Sean sembari
mengunyah roti.
“Itu
Savage Rivale miliknya, Sean”.
“Miliknya?
Siapa yang kamu maksud? Sean menghabiskan gula roti yang ada di jari-jarinya.
“Rain
Galvin, yang aku ceritakan tempo hari”.
“Oh
Rain Galvin. Hahaha, cieee Ranum” lalu Sean masuk ke tokonya. memberikan sisa
rotinya untuk Ranum.
Ranum
menghabiskan roti pemberian Sean. Tepat ketika roti habis lonceng pintu Ran
Fleuriste berbunyi. Ranum tersentak melihat Rain Galvin yang membawa gelas teh khas
Scarlet Thee masuk ke Ran Fleuriste lalu memanggil namanya. Ranum buru-buru
menghampirinya.
“Ada
yang bisa saya bantu?” Tanya Ranum.
“Seperti
biasa, saya pesan sembilan tangkai bunga tulip, persis seperti tiga hari yang
lalu”.
“Maaf,
tapi toko belum dibuka” jawab Ranum.
“Kalau
begitu, akan saya tunggu” Rain Galvin tersenyum, belum sempat Ranum membalas Rain Galvin sudah berjalan menuju kursi tunggu yang ada di Ran Fleuriste.
Rain
Galvin menunggu dengan santai sembari menghabiskan teh yang dia beli dari kedai
teh kakek Winskel, sesekali melihat Ranum yang sibuk dengan aktivitas paginya
di Ran Fleuriste. Ranum belum menyiapkan sembilan tangkai bunga tulip pesanan
Rain Galvin. Dia masih sibuk membersihkan kaca dan merapikan bunga yang ada di
depan Ran Fleuriste. Setelah itu Ranum mulai menyiapkan sembilan tangkai bunga
tulip. Rain Galvin menghampiri Ranum untuk menyanyakan beberapa hal.
“Kenapa
pesan balasanku tidak kamu jawab, Ranum?”.
“Ha? Maksudnya?”.
“Kamu
kan yang tadi malam mengirimkan pesan untuk saya?” Ranum kaget, jantungnya
bedebar mendengar pertanyaan Rain Galvin.
“Iya,
itu saya. Saya tahu nomor anda dari kartu nama yang anda berikan tempo hari” Rain
Galvin tertawa mendengar jawaban Ranum yang terdengar kaku ditelinganya.
“Oh
iya Ranum, saya mau tanya. Kenapa ada tisu kertas yang agak basah di buket
tulip yang kemarin saya beli?”.
Ranum
menghentikan pekerjaanya. “Itu untuk memastikan
supaya tulip tidak mengering saat perjalanan pulang. Kekurangan air bisa
menyebabkan tulip mengering setiap saat”.
“Oh begitu, saya baru tahu. Untung saja tulip-tulip itu langsung saya
letakkan di vas berisi air”.
Ranum sudah selesai menyipakan sembilan tangkai bunga tulip, lalu
memberikannya pada Rain Galvin. Ranum memberi sedikit penjelasan cara merawat
tulip. Mulai dari memilih vas yang sesuai dengan tinggi bunga tulip, memberikan
air dingin dan menjauhkannya dari sinar matahari. Air dingin akan menjaga
batang bunga tulip agar tetap segar dan keras.
Setelah membayar Rain Galvin pergi meninggalkan Ranum dengan
secarik kertas yang berada di bawah uang pemberiannya. Ranum
membukanya setelah Savage Rivale milik Rain Galvin meninggalkan Ran Fleuriste.
“Set a meet, Ranum?” Ranum tersenyum, Ialu memasukan kertas itu ke kantong celemeknya.
(Bersambung)
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar