Sudah
10 menit sejak kelembutan Arthur dan Ana saling bertemu, suasana menjadi sangat
canggung, lautan yang tenang berubah. Ombak mulai ganas menyapu pantai, angin
besar datang dari selatan membuat pohon-pohon kelapa menari. Tidak ada yang
berani memulai pembicaraan, Ana hanya terdiam menatap lautan yang tidak lagi
tenang. Arthur sibuk merapikan rambut dan bajunya pertanda tidak ada yang bisa
dilakukan Arthur selain basa-basi yang tidak jelas. Sesekali Arthur menatap Ana
dan tersenyum meski Ana tidak membalas senyum Arthur. Ana masih tidak percaya
setelah apa yang terjadi diantara mereka. Nafasnya tidak teratur, dadanya
seperti dimasuki batu besar. Sesak.
“Dia
Ana yang baru, baru kukenal tatapan matanya yang indah begitu membuai. Membuat keinginan,
menjadi hal yang tidak bisa ditolak. Tatapan matanya belum pernah seindah ini,
rasa ini bertahan lama untuk memandanginya, dadaku sesak, jantungku tidak mau
kompromi, Ana kini hadir dengan pesonanya yang bertambah anggun seiring waktu.
Tidak jera mata ini untuk memandanginya” suara hati Arthur melambangkan
ketertarikan pada Ana.
“Sinar
matamu menari-nari, menyinari jiwa yang terguncang, menerangi perasaan yang
gusar. Aku tak berdaya. Ingin rasanya menyingkap apa yang ada dibaliknya, aku
ingin merasakan kelembutannya, kehangatannya. Beberapa kali ingin membawanya
masuk ke kamarku dan bercumbu barang sekali. Apa itu tadi? Berapa lama waktu
yang harus kutempuh untuk menyentuhnya lagi?” suara hati Ana seakan membalas
Arthur tanpa sadar.
“Arthur,
aku ke kamar mandi sebentar ya” Ana berdiri, meminta ijin lalu pergi. Ana
berlari kecil membuka pintu sambil menatap punggung Arthur lalu tersenyum,
pipinya memerah, matanya berkaca-kaca. Arthur tahu Ana tidak pergi ke kamar
mandi, hanya basa-basinya untuk menghindari suasana canggung yang semakin
menjadi-jadi. Di dalam Ana hanya mondar-mandir merayakan kegembiraannya, wajahnya
sumringah, bibirnnya tersenyum, berbicara sendiri “Apa itu tadi tuhan”
berulang-ulang membuat jantungnya semakin bedebar kencang. Sampai bunyi langkah
kaki Arthur yang mendekati pintu, Ana berpura-pura menutup pintu kamar mandi
dengan keras untuk menimbulkan bunyi, ketika Arthur tepat membuka pintu rumah
Ana.
“Ana?,..Ana?”
Arthur masuk, melangkah pelan sambil memandangi perabotan rumah Ana. Berhenti
pada satu foto dengan frame hitam
didekat piano hitam. Arthur memandanginya beberapa detik hingga Ana keluar dari
kepura-puraanya lalu menghampiri Arthur yang berdiri di depan piano hitam
.
“Maaf
Arthur aku lama ya?” Ana menatap mata Arthur dari samping.
“Siapa
disamping ayahmu, itu?” Arthur membalas tatapan Ana sambil menunjuk foto yang
ada didepannya.
“Oh
itu, itu ibuku Arthur, meninggal dalam kecelakaan ketika umurku 6 bulan” Arthur
terdiam sejenak, Arthur ingat cerita ibunya tentang ibu Ana malam itu.
“Hey,
Arthur. kenapa kamu diam?” Ana bertanya sambil memegang pundak Arthur.
“Ibumu
terlihat cantik sepertimu, Ana. Aku bisa melihat kelembutan dari sorot matanya,
kehangatan dari senyumannya” mata Arthur berkaca-kaca.
“Mulai
deh, puitisnya keluar. Terus aku gimana?” Ana sebal, duduk di sofa yang tidak
jauh dari tempat Arthur berdiri..
“Aku
tidak bercanda, Ana. Aku hanya memuji, kenapa kamu jadi cemburu gitu?” Arthur
menghampiri Ana duduk di ujung sofa yang sama.
“Eh,
eh, eh.. siapa yang cemburu, kamu terlalu pede, Arthur”
“Kamu
tidak pandai berbohong, Ana”
Arthur
dan Ana menghabiskan pagi bersama, sesekali memainkan piano dan bernyanyi
bersama. Menunggu Prof. Uru yang masih belum datang. Bercerita tentang masa
kecilnya dulu. Sesekali Arthur berfikir untuk menceritkan tentang Ibu Ana yang
diceritakan ibunya tempo hari, tapi niat itu urung dilakukan untuk menjaga
suasana tetap nyaman. Arthur takut Ana jadi membencinya karena menyembunyikan
sesuatu tentang ibu Ana.
Telefon
rumah Ana berdering, Ana mengangkatnya setelah dering ke dua. Ayahnya memberi
kabar akan pulang dalam satu jam. Ana menyambut kabar itu dengan antusias,
Arthur tersenyum bahagia karena tujuannya kerumah Ana untuk menemui Prof. Uru
sebentar lagi akan terpenuhi.
(Bersambung)
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar