Seekor
merpati terbang melintasi Taman Bunga Keukenhof ketika mataku tertumbuk pada
seekor kelinci berwarna putih yang mondar-mandir didepanku, menghalangiku untuk
melihat jajaran bunga warna-warni yang tertata rapi dan membentuk pola
lingkaran yang bercabang. Tak biasanya merpati terbang melintasi Keukenhof yang
terletak diantara kota Hillegom dan Lisse. Situasi ini langka, apalagi
Keukenhof hanya dibuka setahun sekali pada
minggu terakhir bulan Maret hingga pertengahan bulan Mei. Keukenhof bagai magnet
untukku, aku seperti dibangunkan oleh malaikat. Tarikan itu membawaku hingga ke
Duin en Bollenstreek. Daerah sejuk dan tenang yang mengelilingi Keukenhof.
Orang-orang berkeliling mengitari jalan setapak sejauh 15 kilometer untuk
melihat lebih dari tujuh juta bunga Tulip, Daffodil dan Hyacints tapi
tidak denganku, aku memilih duduk di bangku kayu berwarna putih dekat kumpulan
tulip berwarna putih. Merpati itu masih saja terbang diatasku berputar-putar
seperti orang yang mabuk. Seperti ada pesan yang hendak ia sampaikan. Kelinci
putih itu juga masih terus mondar-mandir didepanku membuat kesan nyaman jadi
sedikit hilang. Tema taman Keukenhof tahun ini adalah United Kingdom – Land of
Great Gardens. Kombinasi bunga-bunga yang
membentuk mozaik Big
Ben dan Tower Bridge khas London tempat yang juga ingin aku
kunjungi selain Amsterdam.
Fashion memang berubah setiap enam bulan sekali,
tapi ada satu hal yang tetap sama: AKU, gadis beralis hitam dan berkumis tipis
dengan sejuta mimpi untuk mengubah dunia dari Eropa. Tempat yang membuatku
jatuh cinta dengan kultur dan budayanya, Aku jatuh cinta pada mereka yang hidup
tenang dan tidak terduga. Diam dalam balutan kain putih yang bersih, sangat
bersih. Hidup tanpa dosa karena tak pernah sekalipun mengurusi hidup orang
lain. Stabil atau mungkin Stagnan. Siang ini aku menemukan keanehan di langit
Keukenhof, seperti ada garis horizontal lurus yang tak jelas dimana ujungnya
aku melongo benar-benar tak percaya.
Pria itu mengejarku, mengikutiku hingga sejauh ini. Jarak dari Manhattan ke
Amsterdam sangat jauh butuh berjam-jam naik pesawat. Dia berdiri di Paviliun Oranje
Nassau yang memamerkan koleksi beragam
bunga tulip. Aku menutupi wajahku dengan guidebook
yang aku bawa. Hampir tak percaya, aku meraih handphoneku untuk memastikan
bahwa itu memang dia. Hanya satu dering sebelum dia mengambil handphonenya di
saku kiri celana jeans warna biru dongker. Dahinya
mengkerut, beberapa detik dia melihat layar handphonenya lalu memasukkan
kembali ke saku kirinya. Aku menelponya
dengan nomor yang tidak dia kenal, hanya untuk memastikan.
Merpati dan kelinci itu semakin gila dengan gerak-geriknya
saat pria itu berjalan menuju kearahku, membawa bunga tulip berwarna putih
ditangan kanannya. Terakhir aku bertemunya di Tropea Beach, Italia. Bercerita bahwa dia telah menceraikan
istrinya untukku, matanya berbinar “Akhirnya aku menemukan orang yang
benar-benar kucintai” katanya. Setalah kejadian itu, aku hidup denganya selama
tujuh tahun lalu putus. Sesudah itu aku hampir tak pernah bertemu dia, meskipun
dia sering menuliskan surat yang tak pernah aku balas. Pernah dia menulis surat
bahwa dia putus dengan salah seorang pacarnya di hari Valentine, dia memutuskan
pacarnya hanya karena gaun yang dipakai tidak dia sukai. Lalu pria itu menamparnya,
mengusirnya, memaki. Dia bilang, dia masih mengingatku dan masih mencintaiku.
Aku tergoda untuk menjelaskan pemahamanku tentang cinta. Tapi
batal, tidak ada gunanya membahas hal itu dengan pria yang tak pernah mengerti
esensi dari berjuang atas nama cinta. Yang dia tahu hanya Cinta = Sayang.
Padahal cinta lebih dari dua kata itu. Aku mengamatinya baik-baik seperti
seorang ilmuwan yang mengamati kuman di bawah mikroskop. Tiba-tiba ia menangkap
mataku yang tak sempat mengelak. Memoriku bekerja keras mengaduk tumpukan imaji
dalam kepala. Bukan karena pria itu . Tapi karena Laki-laki yang mencintaiku
dalam diam, dalam bias tak menentu, mengorbankan wanita demi orang yang dia
cinta. AKU.
Dia menghampiriku. Apakah dia tak tahu? Bahwa aku adalah
wanita yang pernah menjalin rasa denganya selama tujuh tahun?. Dia membuatku
gemas, sebal. Dia tak takut mati, dia menggodaku. Aku tak bisa mengelak.
Pembual. Merpati dan kelinci itu tiba-tiba menghilang, menjauhiku. Merpati
terbang bersama merpati lainnya. Kelinci itu bersembunyi diantara bunga-bunga
di Keukenhof. Dia benar-benar tak mengingatku lagi, aku bersyukur. Wajahnya
mesum, seperti pria yang baru saja selesai memperkosa wanita di toilet umum,
baju dan rambutnya berantakan. Meski matanya berbinar. Mata seorang pembual.
Dia mengambil batang rokok di saku bajunya, menyalakan korek
kayu yang terus saja mati akibat angin dingin di Keukenhof. Sebatang rokok
terselip di bibirnya, menatapku seolah minta izin. Aku mengangguk tanpa pikir
lalu pergi. Aku tak suka asap rokok.
Diantara bunga-bunga
Aku merenung
Menunggu pria yang menangis dalam
diam
Pria yang aku anggap tukang bohong
…………………….
Laki-laki
itu memukul meja kuat-kuat, mukanya merah padam, suaranya penuh rasa amarah. Dia
membenci dirinya sendiri. Pengakuan terlarang terlanjur keluar dari bibirnya.
Wanita yang ada di Keukenhof penyebabnya. Dia memandangi dinding kamar yang
mulai samar-samar matanya diselimuti air mata yang bertahan dalam angan
berselimut lara. Meski sekarang semua sudah terlanjur laki-laki itu meyakini
bahwa wanita di Keukenhof itu menghidupkan jiwanya. Menghidupkan semua perasaan
yang terlalu lama mengendap. Laki-laki itu menangis, membasuh lukanya dengan
air mengalir. Otak laki-laki itu beku dia baru saja menerima kenyataan yang tak
sejalan dengan semua aturannya. Laranya tak berbalas, kesendiriannya menjadi bumerang,
meski dia tak mengharap balasan dan pengakuan. Dia merasa nyaman karena sudah
mengungkapkan pengakuan yang terlalu lama dia tanam di hatinya yang paling
dalam. Laki-laki itu paham Penyesalan adalah Hak Sang Waktu. Wanita itu kini
mengetahui sangat jelas Keukenhof adalah tempat yang cocok untuk menjauh dari laki-laki
gila yang membawanya di situasi yang tak menentu. Wanita itu menunggunya di
Keukenhof, taman bunga terbesar di dunia. Menembus waktu yang tak lagi
bergerak. Laki-laki itu ingin terus memandangi matanya, senyumnya, auranya yang
mampu membuatnya berpikir dua kali untuk pergi dan mencintai wanita lain.
Laki-laki itu sekarang penuh luka, malang.
Yang bisa dia lakukan hanya menghidupkan Wanita itu di setiap tulisannya.
Laki-laki aneh yang menggilai perjuangan. Wanita aneh dengan sejuta kegilaannya
terhadap Eropa dan Keukenhof. Dapatkah tuhan menyatukan mereka? Sepasang manusia
yang tak saling mencari namun saling menemukan. Indah sekali bagai hamparan bunga
di Keukenhof.
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar