Setelah
satu jam menunggu, Prof. Uru akhirnya datang, mengendarai mobil dengan atap
terbuka khas Balai Kota. Prof. Uru disambut hangat Ana yang menghampirinya
dengan girang lalu membawakan barang yang dibawa. Prof. Uru. Menyapa Arthur
yang masih bertahan duduk di sofa ruang tamu. Arthur bediri, memberi salam. Prof.
Uru menjawabnya lalu meminta Arthur untuk menunggu dia mengganti pakaian. Prof.
Uru tahu kenapa Arthur mendatangi rumahnya. Rasa penasaran yang mengeras di
otak Arthur membawanya datang kemari.
Rambut
Prof. Uru semakin memutih sejak Arthur terakhir bertemu, jenggot dan kumisnya
masih terjaga rapi dan bersih. Kacamata
dengan lensa berbentuk bundar dan frame berwarna hitam juga rantai pengikat
masih selalu dipakainya. Perjumpaan Arthur dan Prof. Uru kali ini adalah
misteri.
Belum
sepuluh menit Arthur menunggu, Prof. Uru sudah keluar dari balik pintu kamarnya
memakai kaus putih lengan pendek dan celana panjang
training warna biru dengan tiga garis berwarna putih di sisi kanan dan kiri.
Arthur basa-basi, menanyakan kabar dan hal klise yang bisanya di lontarkan oleh
orang yang sudah lama tidak bertemu. Prof Uru bercerita panjang lebar tentang
pengalaman bekerja di Balai Kota, Prof. Uru juga bercerita tentang semua buku pemberian
Witson yang dia baca. Betapa buku-buku itu menjadi inspirasi penyemangat
hidupnya juga membuka jalan berpikirnya. Prof. Uru juga berbagi cerita tentang
film-film eropa yang baru ditontonya. Tidak lupa Prof. Uru menanyakan kabar
Nyonya Witson, Ibu Arthur.
Basa-basi
yang lama ini, hampir membuat Arthur ingin pulang dan melupkan pertanyaan yang
selama ini menggantung di pikirannya. Sampai Prof. Uru tiba-tiba menjelaskan
sebab kematian Witson, Ayah Arthur.
“Ayahmu
di bunuh, Arthur. karena dia mengetahui permainan kotor para Anei, para Anei
mencoba menggulingkan ayahmu tapi tidak bisa, ayahmu terlalu kuat dan bersih
untuk digulingkan. Akhirnya para Anei menugaskan satu prajurit untuk
membunuhnya”
“Tunggu,
jadi Prof. sudah tahu maksud kedatanganku kesini?”
“Lalu
alasan apalagi yang bisa membawamu kesini selain ingin bertemu Ana? Kamu sudah
bertemu Ana, seharusnya kamu sudah pulang daritadi kan?, kamu mudah ditebak
Arthur”
“Permainan
kotor apa yang Prof. maksud?, lalu, siapa prajurit yang Prof. maksud?
“Tentang
proyek pengembangan kawasan terpadu untuk para anei. Bukan sekedar percobaan
Mark-Up dana, Arthur. Para Anei juga menjual Narkoba ke kota-kota lain,
hasilnya untuk dibagi sama rata dan pendanaan misil untuk perang, merebut
wilayah, menjajah, memborbadir wilayah yang bukan kekuasaannya.”
“Lalu,
siapa yang membunuh ayah?” Arthur memburu jawaban dari Prof. Uru, tanpa mempedulikan
masalah yang barusan di ceritakan Prof. Uru.
“Kode
Namanya, Askar Kecha, dia prajurit paling berbahaya yang dimiliki para Anei,
meskipun para Anei tidak bisa menguasai kota, tapi mereka bisa menguasai
prajurit-prajurit handal dan polisi kota. Dia hanya beraksi pada malam hari,
tidak terlihat, susah ditemukan dan berbahaya”
“Apa
yang berbahaya dari dia?” Tanya Arthur.
“Dia
pandai menyamar, kecantikannya bisa membuat orang-orang diam dan mentapnya
lama, pesonanya begitu memikat, Arthur. Dia selalu memakai topeng ketika
beraksi.”
“Hanya
itu saja? Tidak begitu bahaya bagiku, apalagi dia perempuan” Arthur tekekeh.
“Mungkin
kamu bisa memakai rompi anti peluru jika dia bersenjatakan pistol tapi dia
tidak menggunkan senjata macam itu. Dia ahli memanah. Ayahmu wafat terkena anak
panahnya yang tajam, aku yang mengurus jenzahnya, Anak panah itu menembus
jantung ayahmu, Arthur ”
Arthur
kaget, terdiam lama, matanya menatap lantai ruang tamu.
“Lalu,
kenapa Prof. diam dan tidak melaporkan masalah ini ke pengadilan kota?” Tanya
Arthur
“Percuma,
Arthur. Para Anei menguasai Aparatur yang ada di Kota ini, bahkan bisa dibilang
kekuasaan mereka melebihi Natalie, Walikota Nanoi. Tangan dan mata mereka ada
dimana-mana”
Lama
Prof. Uru dan Arthur berbincang, Ana datang membawakan minuman dan biskuit kelapa.
Lalu pergi dan menguping pembicaraan Arthur dan Prof. Uru dari balik tembok
yang membatasi ruang tamu dan ruang tengah.
“Lalu,
apa yang akan kamu lakukan setelah kamu mengetahui semuanya,Arthur? Tanya Prof.
Uru sambil mengambil Cangkir minuman yang ada di meja. Menatap Arthur sebelum
meminumnya.
“Aku
ingin membalas kematian ayahku, dan membongkar masalah ini ke seluruh penduduk
kota, menyeret mereka ke pengadilan negara jika pengadilan kota tidak bersedia
menerima tuntutanku” Mata Arthur memerah, kemarahanya memuncak, tanganya
memukul meja, menggetarkan cangkir dan membuat minuman yang ada dicangkirnya
meloncat tumpah membasahi meja. Ana yang menguping ketakutan, tanganya gemetar,
lalu pergi.
“Aku
bisa membantumu, tapi hanya untuk mengantarmu masuk ke Balai Kota, penjagaan
disana sangat ketat, tidak boleh sembarang orang masuk. Tapi kamu harus tenang
Arthur, Jangan gegabah. Jangan mudah menampakan diri. Harus kamu pikirkan dulu,
strategi apa yang ingin kamu pakai. Aku akan membawamu ke Balai Kota tiga hari
dari sekarang. Itu waktu yang cukup untukmu memikirkan semuanya. Aku tidak bisa
melarangmu, mungkin ini jalan terbaik menuju kebenaran”
Beberapa
jam setelah itu Arthur pamit pulang, membawa amarah yang siap mengendalikan
pikirannya. Siap menjadi bumerang atau senjata mematikan baginya..
(Bersambung)
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar