Friday, May 8, 2015

ARTHUR (Episode 8)


Setelah satu jam menunggu, Prof. Uru akhirnya datang, mengendarai mobil dengan atap terbuka khas Balai Kota. Prof. Uru disambut hangat Ana yang menghampirinya dengan girang lalu membawakan barang yang dibawa. Prof. Uru. Menyapa Arthur yang masih bertahan duduk di sofa ruang tamu. Arthur bediri, memberi salam. Prof. Uru menjawabnya lalu meminta Arthur untuk menunggu dia mengganti pakaian. Prof. Uru tahu kenapa Arthur mendatangi rumahnya. Rasa penasaran yang mengeras di otak Arthur  membawanya datang kemari.

Rambut Prof. Uru semakin memutih sejak Arthur terakhir bertemu, jenggot dan kumisnya masih terjaga rapi  dan bersih. Kacamata dengan lensa berbentuk bundar dan frame berwarna hitam juga rantai pengikat masih selalu dipakainya. Perjumpaan Arthur dan Prof. Uru kali ini adalah misteri.
Belum sepuluh menit Arthur menunggu, Prof. Uru sudah keluar dari balik pintu kamarnya memakai kaus putih lengan pendek dan celana panjang training warna biru dengan tiga garis berwarna putih di sisi kanan dan kiri. Arthur basa-basi, menanyakan kabar dan hal klise yang bisanya di lontarkan oleh orang yang sudah lama tidak bertemu. Prof Uru bercerita panjang lebar tentang pengalaman bekerja di Balai Kota, Prof. Uru juga bercerita tentang semua buku pemberian Witson yang dia baca. Betapa buku-buku itu menjadi inspirasi penyemangat hidupnya juga membuka jalan berpikirnya. Prof. Uru juga berbagi cerita tentang film-film eropa yang baru ditontonya. Tidak lupa Prof. Uru menanyakan kabar Nyonya Witson, Ibu Arthur.

Basa-basi yang lama ini, hampir membuat Arthur ingin pulang dan melupkan pertanyaan yang selama ini menggantung di pikirannya. Sampai Prof. Uru tiba-tiba menjelaskan sebab kematian Witson, Ayah Arthur.

“Ayahmu di bunuh, Arthur. karena dia mengetahui permainan kotor para Anei, para Anei mencoba menggulingkan ayahmu tapi tidak bisa, ayahmu terlalu kuat dan bersih untuk digulingkan. Akhirnya para Anei menugaskan satu prajurit untuk membunuhnya”

“Tunggu, jadi Prof. sudah tahu maksud kedatanganku kesini?”

“Lalu alasan apalagi yang bisa membawamu kesini selain ingin bertemu Ana? Kamu sudah bertemu Ana, seharusnya kamu sudah pulang daritadi kan?, kamu mudah ditebak Arthur”

“Permainan kotor apa yang Prof. maksud?, lalu, siapa prajurit yang Prof. maksud?

“Tentang proyek pengembangan kawasan terpadu untuk para anei. Bukan sekedar percobaan Mark-Up dana, Arthur. Para Anei juga menjual Narkoba ke kota-kota lain, hasilnya untuk dibagi sama rata dan pendanaan misil untuk perang, merebut wilayah, menjajah, memborbadir wilayah yang bukan kekuasaannya.”

“Lalu, siapa yang membunuh ayah?” Arthur memburu jawaban dari Prof. Uru, tanpa mempedulikan masalah yang barusan di ceritakan Prof. Uru.

“Kode Namanya, Askar Kecha, dia prajurit paling berbahaya yang dimiliki para Anei, meskipun para Anei tidak bisa menguasai kota, tapi mereka bisa menguasai prajurit-prajurit handal dan polisi kota. Dia hanya beraksi pada malam hari, tidak terlihat, susah ditemukan dan berbahaya”

“Apa yang berbahaya dari dia?” Tanya Arthur.

“Dia pandai menyamar, kecantikannya bisa membuat orang-orang diam dan mentapnya lama, pesonanya begitu memikat, Arthur. Dia selalu memakai topeng ketika beraksi.”

“Hanya itu saja? Tidak begitu bahaya bagiku, apalagi dia perempuan” Arthur tekekeh.

“Mungkin kamu bisa memakai rompi anti peluru jika dia bersenjatakan pistol tapi dia tidak menggunkan senjata macam itu. Dia ahli memanah. Ayahmu wafat terkena anak panahnya yang tajam, aku yang mengurus jenzahnya, Anak panah itu menembus jantung ayahmu, Arthur ”
Arthur kaget, terdiam lama, matanya menatap lantai ruang tamu.

“Lalu, kenapa Prof. diam dan tidak melaporkan masalah ini ke pengadilan kota?” Tanya Arthur

“Percuma, Arthur. Para Anei menguasai Aparatur yang ada di Kota ini, bahkan bisa dibilang kekuasaan mereka melebihi Natalie, Walikota Nanoi. Tangan dan mata mereka ada dimana-mana”
Lama Prof. Uru dan Arthur berbincang, Ana datang membawakan minuman dan biskuit kelapa. Lalu pergi dan menguping pembicaraan Arthur dan Prof. Uru dari balik tembok yang membatasi ruang tamu dan ruang tengah.

“Lalu, apa yang akan kamu lakukan setelah kamu mengetahui semuanya,Arthur? Tanya Prof. Uru sambil mengambil Cangkir minuman yang ada di meja. Menatap Arthur sebelum meminumnya.

“Aku ingin membalas kematian ayahku, dan membongkar masalah ini ke seluruh penduduk kota, menyeret mereka ke pengadilan negara jika pengadilan kota tidak bersedia menerima tuntutanku” Mata Arthur memerah, kemarahanya memuncak, tanganya memukul meja, menggetarkan cangkir dan membuat minuman yang ada dicangkirnya meloncat tumpah membasahi meja. Ana yang menguping ketakutan, tanganya gemetar, lalu pergi.

“Aku bisa membantumu, tapi hanya untuk mengantarmu masuk ke Balai Kota, penjagaan disana sangat ketat, tidak boleh sembarang orang masuk. Tapi kamu harus tenang Arthur, Jangan gegabah. Jangan mudah menampakan diri. Harus kamu pikirkan dulu, strategi apa yang ingin kamu pakai. Aku akan membawamu ke Balai Kota tiga hari dari sekarang. Itu waktu yang cukup untukmu memikirkan semuanya. Aku tidak bisa melarangmu, mungkin ini jalan terbaik menuju kebenaran”

Beberapa jam setelah itu Arthur pamit pulang, membawa amarah yang siap mengendalikan pikirannya. Siap menjadi bumerang atau senjata mematikan baginya..

(Bersambung)


Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

No comments:

Post a Comment

Ayo Beri Komentar