Ini
adalah awal dari pertemuan mereka berdua. Andriana mengidap penyakit
mental—Neurosis, namun dr. Jusuf merahasiakannya. dr. Jusuf selalu punya cara
unik untuk menyembuhkan pasiennya. Dia menganggap seorang pasien tidak boleh
tahu penyakit yang mereka idap sebelum pasien itu sembuh dari penyakitnya. Bagi
dr. Jusuf ketika seorang pasien sudah lebih dulu mengetahui apa penyakit yang
diidap, itu akan memperlambat penyembuhan penyakit karena jatuhnya mental dan
pengaruh otak yang sudah dibayang-bayangi rasa sakit. dr. Jusuf menemukan cara
ini sudah lama. Cara dr. Jusuf ini hanya bisa dipakai untuk pasien yang
mengalami penyakit mental atau psikis. Bagi dr. Jusuf setiap cara bisa dipakai untuk
menyembuhkan seorang pasien, asalkan tidak menyakiti pasien. Karena yang bisa
menyembuhkan hanya tuhan, dokter adalah perantaranya.
Andriana
mengiyakan saran dari dr. Jusuf untuk mengambil cuti dari pekerjaannya. Hari ke
dua cuti, Andriana mengirim pesan untuk dr. Jusuf.
“Apakah
dokter bersedia menemani saya berlibur?” (10.23).
“Kenapa
harus saya, An?” (10.26).
“Karena
dokter yang menyarankan saya untuk cuti dan berlibur. Jadi dokter harus
bertanggung jawab untuk menemani saya” (10.27).
“Hmm,
oke. Memang mau berlibur kemana?” (10.32).
“Gili
Trawangan, dok” (10.33).
dr.
Jusuf belum membalas—menatap layar handphonenya. Sudah setangah jam sejak
Andriana mengirimkan pesan terkahirnya. Andriana masuk dalam skenario yang dia
buat. Tapi ini terlalu cepat. dr. Jusuf belum menyiapkan segala aspek untuk
terapi penyembuhan Neurosis yang diidap Andriana. dr. Jusuf masih mencaritahu
segala sesuatu tentang Andriana mulai dari keluarga sampai pekerjaan. Tapi ini
kesempatannya, biasanya dr. Jusuf yang mengajak pasienya untuk berlibur dan
menjalankan proses terapi secara pelan dan diam-diam. Sampai sembuh—hingga
terkadang pasien dr. Jusuf jatuh cinta
padanya.
“Oke,
saya terima tawaranmu. Mau berangkat kapan?” (11.05).
“Jam
10—besok pagi. Aku tunggu di Bandara” (11.07).
“Oke”.
(11.08).
BERSAMBUNG...
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar