Kala
menjadi ketertatikan bisu
Menyekat
dalam rongga yang sempit
Kamu
menemuiku di suatu bangku
Di bawah
rembulan kuning
Di
antara bintang yang tak sebanyak perasaanku
Padamu
Kamu
bilang sendiri bukanlah teman
Aku bilang
menunggu itu temanku
Kamu
bilang apa gunanya menunggu
Aku
bilang menunggu itu seni mencintai
Ketidakpastian
yang menyekat
Kerelaan
yang membisu
Air mata
yang mengeras
Doa
yang membanjiri
Seni agung
dengan pertanyaan yang tak terjawab
Bibirmu
menjadi candu
Matamu
menjadi rindu
Kenangan
ini menjadi obatnya
Bahkan
ketika gunung-gunung runtuh
Lautan
surut
Langit
tak mampu lagi berawan
Aku
akan tetap menunggumu
Hingga
pagi datang lagi
Di bangku
ini
Hingga
rembulan tak menguning lagi
Hingga
bintang menjadi lebih banyak
Dari perasaanku
Aku
tidak bodoh
Aku
hanya takut
Mengalami
masa tersulit
Melihatmu
mencintai orang lain
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar