Friday, April 3, 2015

ARTHUR (Episode 3)


Ibu Ana meninggal sejak Ana lahir. Entah tidak begitu jelas apa penyebabnya. Prof. Uru sangat pintar menutupi penyebab kematian Istrinya. Sejak kecil Ana tidak mendapakan ASI seperti bayi lainnya, dia disusui oleh bibinya yang hingga kini masih sering mengunjungi rumah Ana untuk sekedar mengurus rumah ataupun menemani Ana. Bibinya adalah Koki balai Kota, dia juga merahasiakan penyebab kematian Ibu Ana. Hingga kini Ana masih mempercayai bahwa ibunya meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil ketika Ana berumur 6 bulan.

Arthur kaget mendengar cerita singkat dari ibunya. Arthur tidak percaya dengan apa yang dikatakan ibunya. Ibunya memohon pada Arthur untuk tidak menceritakannya pada Ana.

Arthur dan ibunya mulai mengantri utnuk meninmbang hasil panen yang mereka bawa.
Dua orang didepan mereka juga ikut mengantri. Seorang kakek tua Nampak berdebat masalah upah yang diberikan Anei. Upah yang diterima kakek itu tidak sesuai dengan hasil yang dia dapatkan. Anei mengusir kakek tua itu dengan memanggil petugas penjaga yang berdiri tidak jauh dari tempat kejadian. Si kakek menggerutu, dahinya mengkerut, alisnya beradu, matanya memerah memandangi Anei dalam-dalam ketika penjaga menarik kakek tua itu. Arthur bertindak tapi ibunya mencegah. “Tidak usah ikut campur urusan orang lain, apalagi dalam keadaan seperti ini” bisik ibu Arthur pelan. Arthur hanya menunduk memandangi tanah cokelat yang basah diguyur air.
Seorang perempuan yang berada di depan Arthur, langsung pergi setelah melihat upah yang diberikan Anei.

“Hallo Nyonya Witson, sepertinya makin hari makin banyak hasil yang kau bawa”
“Ini berkat bantuan, Arthur. Dia juga ikut membantuku”. Nyonya Witson menyerahkan hasil panennya untuk ditimbang. Arthur nampak tidak suka dengan sikap Anei yang menggoda ibunya, matanya mengikuti pergerakan Anei. Dia akan marah jika Anei memberi upah yang tidak sesuai seperti nasib kakek tua tadi. Nyonya Witson merangkul pundak Arthur untuk mecegahnya berbuat sesuatu seperti kakek tua tadi. “Ini upah untukmu, sesuai dengan hasil yang kau dapatkan, anak itu bisa menjadi jimat keberuntungan untukmu, Nyonya Witson” Arthur tidak mengetahui jumlah persis upah yang didapatkannya dari Anei. “Terimakasih, saya pulang dulu”.

Arthur dan ibunya bergegas meninggalkan tempat penimbangan tanpa memberikan jabat tangan yang sudah biasa dilakukannya setiap pergi menimbang hasil panen. Arthur bertanya tentang upah yang diberikan Anei. Ibunya lama terdiam. Menjawab pertanyaan Arthur ketika mereka sudah sampai rumah yang jaraknya tidak begitu jauh dari tempat penimbangan tadi. Ibu Arthur menaruh upah di meja kayu yang sudah reot.

“Apa?, hanya segini upah yang kita terima,bu?” Arthur medobrak meja, meja kayu itu terlihat makin reot. “Tenanglah Arthur, ini lebih dari cukup untuk kebutuhan kita” jawab ibunya halus. “Kenapa ibu tidak protes?, kenapa ibu menahanku untuk menolong kakek tua tadi?”

“Kamu harus berfikir jernih sebelum bertindak Arthur. Pekerjaan kita bisa hilang jika kita gegabah. Belajarlah dari seekor burung hantu yang duduk di sebatang pohon, semakin banyak dia melihat, semakin sedikit dia berbicara, semakin sedikit dia berbicara, semakin banyak dia mendengar”
“Mengapa ibu mengijinkan orang yang ibu baiki tidak berlaku baik pada ibu?”

“Karena ibu tahu ini pasti untuk kebaikan ibu”

Arthur terdiam, dagunya mengeras, tanganya membersihkan keringat di keningnya, menunduk menatap meja dalam-dalam. Hari ini dia diajarkan arti Bijaksana. Arthur merasa beruntung memiliki ibu yang tidak pernah memaksanya untuk mengerti arti kehidupan.




Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

2 comments:

Ayo Beri Komentar