Malam
ini Arthur merenung, duduk di bangku kayu berwarna cokelat yang mengkilap
karena pantulan cahaya lampu. Ibunya sudah tidur satu jam lalu sejak perdebatan
masalah upah yang diterima. Tiba-tiba terdengar rintik hujan yang jatuh di atap
rumah Arthur. Suaranya makin keras menyentuh genting rumah yang umurnya sudah
tidak tua.
Arthur
menatap langit-langit rumah, jarinya beradu sapuan hujan membuatnya mengingat
kenangan masa kecilnya bersama ayahnya.. Witson. Dulu Arthur sering diajak
ayahnya memanjat pohon kelapa di pantai dekat rumah Ana. Ayahnya mengenalkannya
pada Ana, perempuan yang menjadi satu-satunya tempat mengadu bagi Arthur selain
ibunya.
Bagi
Arthur ayahnya bagaikan kaktus di gurun yang luas, yang mampu menyerap air di
tubuhnya. Ayahnya mampu bertahan hidup di suasana yang serba tidak jelas.
Ayahnya mampu menganalisa setiap masalah yang dihadapinya, mampu membaca
gerak-gerik lawan bicaranya, tenang dan pemikir. Ayahnya sangat pintar
menerapkan teori gauche, tidak heran banyak orang yang dengan mudah terpikat
dengan ucapannya. Bahwa tanpa disadari orang-orang ada dibawah pengaruhnya.
Ayah
Arthur seorang kidal. Ayahnya sangat menyayangkan adanya diskriminasi yang
ditujukan kepada mereka yang kidal. Di kota Nanoi kidal dianggap tidak baik.
Padahal sebagian kegiatan yang dilakukan manusia berorientasi dari kiri ke
kanan, seperti : menulis, membaca, turun dari angkot, bahkan seorang ibu yang
menyusui anaknya lebih sering menggunakan payudara sebelah kiri untuk menyusui
anaknya.
Witson
selalu mengajarkan Athur tentang kedisiplinan, kejujuran, dan keberanian
baginya dengan tiga hal itu manusia dapat hidup sebagai manusia seutuhnya yang
dicintai tuhannya.. Kota Nanoi sudah sejak lama membutuhkan orang dengan tiga
sifat itu. Bagi Witson masalah yang paling bahaya di kota Nanoi adalah korupsi.
Terutama oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan. Berkembangnya budaya korupsi
di kota Nanoi dikarenakan minimnya kejujuran. Bagi Witson, tanpa kejujuran
segala peraturan hanya akan menjadi hiasan tanpa mampu memberi kontribusi bagi
perbaikan nasib rakyat di Kota Nanoi. Kejujuran seakan menjadi barang langka
bagi para Birokrat dan Anei. Sebaliknya tindakan culas dan tipu-tipu menjadi
trend baru yang wajib dilakukan…
Arthur
merebahkan dirinya dikursi panjang yang tidak jauh dari kursi kayu yang
didudukinya tadi. Matanya masih memandangi langit-langit rumah. Dia melihat
sosok ayahnya yang tergambarkan pada atap rumah yang berwarna putih. Nampak
nyata, Arthur menyapanya, tapi bayangan itu tidak menjawab. Arthur tersadar itu
hanya imajinasinya.
Hujan
makin deras, angin makin kencang, sapuan hujan membuat pemandangan diluar rumah
tertutup kabut putih halus. Arthur ingat lagi, dia mengingat percakapan bersama
ayahnya di suatu sore di taman kota. Dibawah langit tanpa noda ayahnya
bercerita tentang para anei yang menyalahgunakan kekusaannya. Sebelum menjadi
Wali Kota, Witson adalah salah satu anei yang mengurusi sistem birokrasi dan
aspirasi rakyat. Juga sesekali menjadi pengawas kebijakan dan proyek-proyek
yang ada di kota Nanoi.
Witson
bercerita tentang proyek pengembangan kawasan terpadu untuk para anei. Ada
percobaan Mark-Up dana yang tercium oleh Witson. Witson mempertanyakan
kebenaran informasi itu kepada anei lainnya. Anei menertawakan Witson yang
hidup terlalu jujur. Mereka mencemooh Witson mengatakan bahwa: berbohong itu
menyenangkan dan jujur itu menyakitkan . Witson membalas nyinyiran para anei
“Kejujuran memang menyakitkan tapi tidak mematikan, Kebohongan memang
menyenangkan tapi tidak menyembuhkan.”
Arthur
tersentak. Prinsip ayahnya mengajarkan dia untuk berani jujur dan berani
mengungkap kebenaran. Arthur ingat nasehat ayahnya di taman kota sore itu.
“Arthur,
kamu tahu kenapa kejujuran jadi barang langka bagi orang-orang?”
“Karena
kejujuran bukan barang yang murah, ayah”
“Benar,
maka dari itu kamu harus menghargai kejujuran setiap orang meskipun kecil dan
sederhana. Kejujuran itu menyangkut masalah hati, hanya manusia yang hatinya
bersih yang mampu berkata jujur. Kejujuran adalah perhiasan jiwa yang lebih
bercahaya daripada berlian. Kamu harus ingat itu, Arthur”
Arthur
terbangun, tiba-tiba tubuhnya mengajaknya untuk duduk. Matahari mulai muncul.
Sinar matahari perlahan menerpa menembus jendela-jendela kaca. Lukisan besar
didepan Arthur mendadak mendapatkan pencahayaan yang kuat dan menjadikannya
lebih hidup. Itu adalah Lukisan Ayahnya. Arthur berdiri menghampiri lukisan
itu. Menghelai nafas panjang. Mengajak lukisan berbicara.
“Ayah,
kejujuran memang membutuhkan pengorbanan dan pengorbanan membutuhkan kesabaran.
Izinkan aku untuk meneruskan perjuanganmu, Akan kubuktikan bahwa kejujuran
tidak akan menjadi barang langka lagi”
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar