Ed
dan Talia melakukannya seharian, hingga bintang bertaburan di langit. Malam tak
lagi menyisakan arti bagi orang-orang yang saling menyetubuhi, baginya tak ada waktu
saat sentuhan-sentuhan bertemu, saat mereka merasakan keringat yang sama. Di
atas ranjang yang sama Talia masih terus menatap Ed yang tertidur setelah permainan
mereka yang cukup keras. Pria selalu kalah soal ketahanan seks, dalam Novel
Eleven Minutes karya Paulo Coelho disebutkan bahwa pria hanya butuh tujuh menit
untuk mencapai orgasmus, atau mampu bertahan hanya sebelas menit saja dalam
berhubungan seks.
Lewat
satu jam setelah pertama kali Ed menutup matanya, Talia masih terus menatap,
sesekali mengecup kening Ed. Talia membangunkan Ed setelah ia mengecup singkat
bibir Ed. Ed mulai terbangun, berulang kali mengedipkan mata untuk memfokuskan penglihatan,
tersenyum saat melihat Talia dalam balutan selimut putihnya, mereka masih
telanjang bulat di dalam selimut. Ed mengucek kedua matanya, lalu mengecup
bibir Talia.
“Kamu
mimpi apa?” Tanya Talia.
“Mimpiin
kamu,” goda Ed, tengkurap memeluk bantal.
“Ah,
dasar gombal,” Talia menampar lembut pipi Ed.
“Ini
jam berapa, sih?”
“Jam
sepuluh.”
Ed
mengubah posisinya, menahan kepala dengan tangan kanannya—menatap Talia,
berulang kali mengelus pipi dan menyingkap rambut Talia yang jatuh. Romantisme
terlihat dari kedua mata mereka, tak ada
yang mampu mencegah hubungan itu, seks telah membawa manusia jauh sebelum adam
dan hawa tahu. Karena seks adalah suatu komitmen, saat kamu merasakannya, kamu
tak akan bisa berpegangan tangan, kamu akan sepenuhnya menyerahkan dirimu pada
orang lain, dan saat itu semua terjadi, kamu sepenuhnya rentan—mental atau pun fisik.
Judy Blume menjelaskan pada bukunya berjudul Forever di tahun 1975.
“Eh,
Ed. Cerita di blogmu tentang kita nggak dilanjutin lagi?”
“Mau
dilanjutin?” Tanya Ed.
“Iyalah,
naggung kalo ceritanya cuma sampe segitu doang,” ujar Talia, memanyunkan bibir.
“Ntar
ya, dilanjutin, aku mau fokus sama kamu dulu,” tangan kiri Ed merangkul Talia,
mereka semakin berdekatan.
“Kamu
yaa, jago bikin penasaran orang.”
“Iyadong,
di sini jago juga, nggak?” Ed menggoda Talia.
Sekali
lagi Ed mencium Talia, kakinya berulang kali menyentuh kaki Talia di dalam
selimut. Tangannya meraba di balik selimut, Talia memejamkan mata, merasakan
getaran dan koneksi yang kuat. Ed menciumi leher Talia. Momen itu terhenti saat
ponsel Talia berdering. Buru-buru Talia mengambil ponselnya di atas nakas.
Singkat melihat, lalu Talia mengangkat panggilan itu, keluar dari selimut—masih
telanjang. Ed tersenyum melihat kulit Talia yang mulus langsat.
Ed
tak suka melihat Talia tersenyum mendengar ucapan seseorang dari balik bilik
ponsel, ada dunia yang diambil darinya. Ed bangkit, menghampiri Talia,
memeluknya dari belakang—mencium leher belakang Talia. Napasnya menyentuh kulit
Talia. Talia menghindar, merasa terganggu. Ed tak suka melihat perubahan mood
dari Talia. Buru-buru Ed merebut ponsel dari tangan Talia.
“Siapa,
nih?” Kata Ed sedikit kesal.
“Jangan
Ed!” Talia memohon, Ed menahan Talia. Ed mengernyitkan dahi, merasa familiar
dengan suara di balik panggilan itu. Ed melihat nama yang terdaftar dalam
panggilan, menatap Talia lalu memutus panggilan itu.
“Dia
siapamu?” Tanya Ed. Talia tediam.
“Dia
siapa, Talia!” Teriak Ed. Talia masih terdiam.
Ed
membuka ponsel Talia, mencari tahu apa hubungan Talia dan pria itu. Ed mengenal
pria yang menelpon Talia, dia pria yang telah menulis satu buku yang sempat
menggemparkan dunia literasi di Indonesia karena mengankat genre futurisme dalam
bukunya. Ed sering membaca tulisan-tulisan di blog pria itu. Ed sedikit iri
karena tulisan yang dihasilkan pria itu lebih bagus daripada
tulisan-tulisannya. Ed sempat membeli dan membaca buku pertama pria itu, dan
sumpah demi apapun, Ed menyukainya. Premis soal kehidupan setelah perang dunia
ketiga membuatnya jatuh cinta.
“Ini,
kenapa romantis banget chatnya?” Tanya Ed, Talia terdiam—mengenakan pakaiannya.
“Kenapa
diem aja, Talia?” Tanya Ed sekali lagi, melihat percakapan di ponsel Talia.
Mengetahui
kenyatan itu, Ed melempar ponsel Talia ke atas kasur, lalu mengenakan
pakaiannya. Talia mengambil ponsel itu, mengabari si penulis yang menelponnya—menjelaskan
semuanya. Talia tak pernah sulit menjelaskan sesuatu yang rumit kepada pria
itu. Si Penulis selalu menerima penjelasannya. Talia melihat foto yang
dikirimkan Ed—foto dirinya telanjang.
“Jadi,
aku selingkuhamu atau dia selingkuhanmu?” Tanya Ed, masih sibuk mengenakan
pakaiannya.
“Itu
semua tergantung dari caramu melihat.”
“Ini
apaan sih, yang jelas, deh. Jangan berbelit,” suara Ed meninggi.
“Ya,
menurut kamu gimana?” Tanya Talia, menantang.
“Kita
udah sejauh ini loh, Talia…” Ed memelas, gestur tangannya menunjuk ranjang di
depannya.
“Kita
belum sejauh itu, Ed. Hubungan kita belum kemana-mana,” Talia menggeleng pelan—menatap
Ed singkat.
“Gila
yaa…” Ed duduk di ujung ranjang.
Tak
ada yang paham bagaimana cinta terbentuk. Dari semua kesalah-pahaman tentang
cinta, yang paling nyata dan meyakinkan adalah keyakinan bahwa jatuh cinta
adalah cinta. Persis kata M. Scott Peck, dalam bukunya The Road Less Traveled,
di tahun 1978. Banyak orang terlalu hebat menafsirkan cinta, sampai lupa dari
mana cinta harus dimulai, banyak orang alpa bagaimana cinta itu ada. Mereka
hanya merasakan perasaan-perasaan semu. Tak ada yang nyata, bahkan seks
sekalipun.
“Sekarang
kamu pilih… Aku atau penulis itu?” Ed menantang.
“Sorry
Ed, aku tokoh utama di novelnya… Aku gak mungkin pilih kamu—mustahil,” Talia
mengemasi barangnya lalu pergi.
Susan
Lydon pernah menulis, bahwa; Sesksualitas wanita didefiniskan oleh laki-laki,
untuk keuntungan laki-laki, telah diturunkan dan diputarbalikkan, ditindas dan
disalurkan. Kalimat itu menjadi bagian dalam bukunya berjudul The Politics Of
Orgasm, di tahun 1970. Banyak pria merasa telah menguasi wanita, saat mereka
telah menerima seks atau kenikmatan lainnya. Padahal bisa jadi itu hanya sebuah
pelampiasan. Banyak orang tak paham bahwa yang paling menyakitkan dalam
berhubungan adalah saat seks dilakukan tanpa cinta. Kau tak sadar bahwa itu
adalah kekosongan semata.
-----
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar