Setelah
mengurusi beberapa berkas penting, Ananta memutuskan untuk pulang ke rumahnya.
Berpamitan dengan Maria, memohonnya untuk tidak mampir, karena Ananta ingin
istirahat sehari penuh. Berulang kali kepalanya dilewati sosok Amanda dan
Inneke. Dua wanita yang sudah tak lagi bisa tersentuh namun meminta untuk di
rengkuh. Ananta tak memikirkan hal lain, ketika mereka berdua meminta untuk
bertemu, hanya satu yang ada di kepala Ananta.
Inneke dan
Amanda telah masuk pada perangkapnya, meski sebagai orang yang telah dewasa,
Ananta menganggap seks ada kebutuhan biologis seorang manusia, hal itu tak lagi
tabu. Atau mungkin, Inneke dan Amanda lah yang telah melemparkan perangkap pada
Ananta. Saat Inneke menghubungi Ananta tepat dalam satu pesawat yang sama, saat
Amanda menghubungi Ananta saat berada di Belanda. Semuanya seperti punya pola.
Tidak ada yang kebetulan.
Sekalipun
Geraldine yang akhirnya memutuskan untuk pulang ke Indonesia, Ananta yakin
kepulangannya itu bukan untuk menemui Niko. Tapi, untuk menemui dirinya dan
membayar tuntas semua janji untuk menikmati tubuh masing-masing. Ananta perlu
berhati-hati, empat wanita yang pernah bersetubuh dengannya tidak akan jauh
dari dirinya. Liburannya ke Jogja akan mengasyikan ketika Maria, Inneke dan
Amanda juga ikut serta. Terbesit hal liar dalam kepala Ananta.
Ananta
memutuskan untuk mengajak Inneke dan Amanda untuk berlibur ke Jogja, tak lupa
juga Maria. Ananta meminta izin pada Niko. Tak ada kalimat lain yang keluar
dari mulut Niko selain mengiyakan permintaannya, itu akan menjadi liburan yang
ramai sekaligus menyenangkan. Amanda dan Inneke menerima tawaran Ananta tanpa
basa-basi. Mereka berjanji untuk bertemu di Jogja. Hanya Maria yang sedikit
susah di bujuk untuk ikut.
Rindu yang
menguasai kepalanya tak bisa terbendung, Ananta terlalu liar dalam pikiran Maria.
Sulit untuk sedetik saja tak membayangkan saat-saat berdua, menelanjangi
masing-masing. Maria ingin menghabiskan waktu berdua. Ananta terus membujuknya.
Diantara seks text mereka, hal yang biasa dilakukan Maria dan Ananta.
Bersetubuh lewat kata, merasakan orgasm jarak jauh. Untuk memuaskan nafsu yang
datang liar tanpa permisi. Pada akhirnya, Maria luluh, menyerah. Ikut Ananta.
Pria memang
sulit dijabarkan, mereka sulit untuk dibaca pikirannya. Tak seperti wanita yang
sangat mudah untuk ditebak jalan pikirannya. Siapapun pria yang berani
meruntuhkan semua sekat yang dibangun para wanita. Pria itu akan menjadi yang
paling beruntung. Wanita hanya perlu disentuh pada satu titik jiwanya, lalu
membiarkannya kesakitan menahan rindu, yang pada akhirnya merengek meminta
prianya untuk tidak pergi menjauh. Disaat itulah wanita menjadi makhluk paling
lemah yang bisa dikontrol dan dimainkan sesuka hati. Hanya perlu mengajaknya
bermain-main dalam ruang lingkup yang sama. Memaksanya untuk tetap bertahan dan
tak keluar dari permainan.
Memang tak
sedikit wanita yang memunafikkan dirinya sendiri, berkata tidak padahal ingin.
Berkata semua baik-baik saja padahal tak semuanya baik-baik dan berjalan
normal. Ada bagian dari diri seorang wanita yang mudah untuk ditembus dan
diruntuhkan. Cukup dalam satu senyuman, mereka akan mengejar tanpa pernah
berpikir untuk berhenti. Memang seperti itu konstelasi hati diciptakan. Untuk
melemahkan kaum wanita yang dianggap selalu benar padahal tidak. Mereka terlihat
begitu karena masih terlalu banyak pria yang tak sadar bahwa ada satu sisi dari
seorang wanita yang mudah untuk ditaklukkan.
Hari-hari
berlalu, Geraldine telah sampai di Indonesia dua hari lalu. Ananta bersiap
untuk penerbangannya ke Jogja bersama Maria. Niko dan Geraldine sudah lebih
dulu sampai sehari sebelumnya. Dalam satu ponsel yang sama, Ananta
mengendalikan tiga wanitanya, tanpa adapun dari salah satunya yang merasa
keberatan. Inneke, Amanda, dan Geraldine telah mengetahui satu sama lain.
Ananta bukan tipe pria yang sembunyi-sembunyi. Dia saling memberitahu
ketiganya. Hanya Maria yang masih merasa semua berjalan normal, seperti
biasanya. Untuk yang satu ini, Ananta hanya perlu bersabar sedikit untuk
meluluhkannya.
Mereka
bertemu di satu hotel bintang lima di pusat Kota Jogja. Tak ada satupun yang
merasa canggung melihat Maria bersanding bersama Ananta. Amanda dan Inneke
tidak mempersoalkannya, apalagi Geraldine. Ananta sudah terlanjur menyentuh
inti jantungnya. Bukankah begitu makna perselingkuhan diciptakan. Untuk
dinikmati bukan dihindari. Mereka hanya perlu berdamai, menunggu permainan
dimulai. Menikmatinya seperti biasa tanpa pikir dua kali. Karena dunia diatas
ranjang adalah dunia paling liar.
Niko dan
Geraldine dalam satu kamar yang sama, Ananta dan Maria, Inneke bersama Amanda.
Mereka akan menghabiskan tiga hari kedepan untuk menyusuri Jogja. Tak ada yang
ditunggu Ananta di liburan kali ini selain bagian terpenting dalam nafsu
manusia. Seks. Meski sebenarnya dia selalu bisa menahannya, hanya saja Ananta tak
yakin, Inneke, Amanda, dan Geraldine bisa menahannya lebih lama lagi. Terlihat
ketika Ananta menatap mata mereka bertiga. Ada perasaan yang minta ditebus
tuntas, minta dipenuhi. Ananta hanya tertawa dalam hati, menantang seberapa
kuat mereka bisa diam menahan semuanya. Ananta yakin, pikiran mereka telah
dipenuhi dirinya.
Hari
pertama berlalu, malam di Jogja tidak sedingin ini. Sebelum pergi tidur Ananta
memutuskan untuk mandi, membasahi tubuhnya dengan air hangat, di bawah guyuran
shower. Maria melihat lekuk tubuh Ananta yang blur tertutup embun yang menutupi
kaca-kaca ruangan itu. Senyum tercipta dibibirnya. Ananta melihat Maria yang
mulai melepas bajunya, berjalan pelan menghampirinya. Sampai di depan pintu
Maria telah sepenuhnya telanjang, Ananta membuka pintu, Maria menggoyangkan
tubuhnya seperti penari diatas panggung—menggoda Ananta.
Hangatnya air menyentuh tubuh mereka, Maria
terpojok, satu telapak tangan Ananta menyentuh tembok. Tubuh mereka
bersentuhan. Ananta mencium bibir Maria yang hangat dan basah, tanganya masih
menyusuri tubuh Ananta. Payudaranya menyentuh dada Ananta yang bidang. Air
masih terus mengucur deras. Maria mulai memainkan penis Ananta yang juga
hangat. Tanpa pikir dua kali, Ananta menjadi liar, membalikkan tubuh Maria—menatap
tembok. Menanam cinta di lubang vaginanya.
Pagi tiba, dari balik selimut, Ananta mendengar
notifikasi di ponselnya. Matahari belum terlihat. Maria masih telanjang dibalik
selimut, memeluk Ananta. Tertidur dengan kepuasan yang terlihat pada senyum dan
raut mukanya. Satu pesan masuk, Ananta membukanya. Pesan dari Geraldine. Ananta
tersenyum, Niko sedang keluar untuk lari pagi, kata Geraldine dalam pesannya.
Pelan-pelan Ananta turun dari ranjangnya, membiarkan Maria tetap tertidur,
memakai baju lalu keluar. Kamar Geraldine tepat di depan kamarnya. Pintu
sedikit terbuka, Ananta membuka lalu menutupnya rapat. Menyusuri ruangan itu,
Ananta tidak melihat Geraldine diatas ranjang.
Ananta tersenyum, merasa terperangkap dalam
permainan ciptaan Geraldine. Tidak sulit menemukan Geraldine yang telah
telanjang di dalam bathtub. Geraldine membuka kran air tepat ketika Ananta
melihatnya. Geraldine memegang snifter berisi champagne, meminumnya sedikit,
meletakkannya tepat disamping. Mengambil satu butir Anggur, menggoda Ananta
yang sudah telanjang dada dan bersiap membuka celananya. Geraldine menutup kran
air. Bathtub telah terisi air hingga menutupi pusarnya. Ananta mendekat, masih
memakai celana dalam, berdiri tepat disamping Geraldine, menatapnya, seperti
seorang yang menantang.
Kedua tangan Geraldine mengelus lembut paha
Ananta, melihat celana dalam itu mulai sesak. Geraldine membuka celana Ananta,
menurunkannya setengah, apa yang ada dibaliknya membuat senyum tercipta di
bibirnya, Geraldine melirik Ananta yang menurunkan celananya hingga menyentuh
lantai dengan kedua kakinya. Ananta memegang kepala Geraldine, menyibak
rambutnya yang menutup wajah. Lidah Geraldine memainkan penis Ananta seperti
seorang anak yang menikamti es krim. Membuatnya basah, kedua tangannya ikut
menyentuh. Hingga Ananta mendorong kepala Geraldine. Menanam cinta di mulutnya.
Hari kedua, pantai menjadi destinasi mereka
berikutnya. Ananta melihat raut muka Amanda dan Inneke yang terlihat tak
seperti biasanya. Sesekali Ananta melirik Geraldine yang bermesraan dengan
Niko, sembari kembali memikirkan suasana bathtub tadi pagi. Saat Geraldine dan
Ananta mengakhiri permainnanya di dinding bathtub dengan Ananta memangku
Geraldine. Keringat membasahi tubuh mereka, Geraldine menghadap Ananta,
merangkul lehernya. Memainkan ritme sesuka hatinya, naik turun, menggoyangkan
pinggulnya. Ananta tersenyum memikirkan itu. Sesekali Geraldine melirik Ananta,
tersenyum membalasnya.
Malam mulai membakar habis hari itu, mereka
kembali dengan rasa lelah akibat perjalanan jauh. Maria langsung tertidur,
begitu juga Geraldine dan Niko. Ananta masih memainkan ponselnya, tiba-tiba
dikagetkan suara ketukkan pintu kamarnya. Ananta langsung membukanya,
bertanya-tanya melihat Amanda berdiri
dibalik pintu. Amanda menarik tangan Ananta, mengajaknya masuk kamarnya yang
berada tepat disamping kamar Geraldine.
Di ujung ranjang, Inneke telah duduk menunggu,
membuka lebar-lebar pahanya, masih dalam balutan pakaian. Amanda memeluk Ananta
dari belakang, membuka baju Ananta. Mendorong Ananta mendekati Inneke. Mereka
bertiga duduk sejajar di ujung ranjang. Ananta telah telanjang dada. Amanda
mulai mecium bibir Ananta. Inneke menciumi leher Ananta. Inneke dan Amanda
bersamaan membuka bajunya, Ananta berganti mencium bibir Inneke, Amanda
menciumi leher Ananta. Inneke dan Ananta saling menggigit bibir dan lidah,
Ananta meremas payudara Inneke, melepas branya. Amanda menciumi tubuh Ananta,
menyusurinya hingga perut. Membuka celana Ananta sepenuhnya, lalu melumat
penisnya. Ananta menciumi payudara Inneke.
Suara rintihan mereka mulai terdengar hingga
telinga Geraldine. Mendengarnya, Geraldine mulai penasaran, membuka mata,
sekali lagi memastikannya. Geraldine tahu betul suara rintihan itu, memutuskan
untuk turun dari ranjangnya, keluar menguping di pintu kamar Ananta, Geraldine
tak mendengar apa-apa. Suara itu sesekali terdengar keras. Geraldine menemukan
suara itu tepat disamping kamarnya, menguping di pintu lalu membukanya.
Geraldine melihat Ananta menciumi vagina Amanda dan Inneke yang melumat penis
Ananta. Mereka terdiam, melihat Geraldine yang terpaku. Ananta memangil
Geraldine pelan. Tampak raut muka bingung di wajahnya. Beberapa detik terdiam,
Geraldine menutup pintu, cepat membuka pakaiannya, bergabung naik keatas
ranjang.
Permainan mereka makin liar, Geraldine dan
Inneke bergantian melumat penis Ananta. Amanda masih memainkan payudaranya di
depan wajah Ananta. Ananta memainkan puting Amanda yang memerah. Inneke
bangkit, mengatur posisi duduknya diatas penis Ananta. Pelan-pelan vaginanya
memakan habis penis Ananta. Ananta merintih menahan kenikmatan. Geraldine
mengikuti Amanda, memainkan payudaranya tepat di wajah Ananta. Kedua tangan
Ananta meremas payudara Amanda dan Geraldine, lidahnya bergantian mejilat
puting Geraldine dan Amanda. Mereka bertiga bergantian memasukkan penisa Ananta
ke vaginanya.
Hingga lewat tengah malam, mereka masih bermain,
keringat membasahi tubuh hingga sprai ranjang. Maria terbangun, melihat Ananta
tak ada disampingnya. Memanggil Ananta berulang kali, tak ada jawaban. Maria
turun dari ranjangnya, memastikan keberadaan Ananta. Keluar dari kamar, menoleh
kanan dan kiri, lorong hotel itu kosong, saat Maria hendak masuk, dia mendengar
suara yang dikenalnya, Maria terpaku, memasang telinganya. Fokus mendengar.
Suara itu makin dikenali Maria, matanya menyipit, dahinya beradu, suara itu
makin keras terdengar.
Maria menempelkan telinganya pada pintu kamar
Amanda. Sangat yakin dengan suara yang dia dengar. Dengan cepat Maria membuka
pintu, mengagetkan Ananta, Geraldine, Inneka dan Amanda. Mereka terdiam. Mata
maria melotot, menggeleng pelan, tanganya menutup bibir, menahan tangis, lalu
keluar membanting pintu keras. Ananta bangkit, tapi dicegah. Inneke, Amanda dan
Geraldine makin liar menyetubuhi Ananta. Ananta pasrah, tidak bisa memberontak,
kenikmatan itu memengaruhi pikirannya, menggetarkan tubuhnya, membuat semua
buluk kuduk berdiri. Ananta terus memikirkan respon Maria.
Kali ini Ananta terdiam, membiarkan tubuhnya
dinikmati tiga wanita. Ini ketiga kalinya Ananta bersetubuh kurang dari tiga
hari, menjadi raja dalam tiga ronde. Amanda melumat penis Ananta. Geraldine
menciumi tubuh Ananta yang berkeringat. Inneke menciumi leher Ananta. Tiga
wanita itu bergantian dan makin liar, Ananta memejamkan mata masih terdiam
merintih nikmat. Beberapa menit berlalu, Ananta membuka matanya seorang membuka
pintu kamar, mengagetkannya dan yang lain. Mereka melihat Maria yang tersenyum,
menggoda. Maria menutup pintu dengan kaki, membuka kancing blusnya,
melemparkannya ke lantai bersama pakaian lainnya. Bergabung naik ke atas
ranjang.
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar