Awan membayangimu tepat di atas kepala saat kamu baru
terbangun dari tidurmu. Pemandangan itu, saat kamu mengucek matamu, meregangkan otot-otot, dan bibirmu terbuka lebar,
lalu kamu bilang masih mengantuk. Dari semua hal yang pernah kita lakukan
mungkin memori itu yang akan selalu sengaja aku ingat.
Sedang aku sudah selesai dari kebiasaan pagiku, minum
susu, lari sejauh lima kilometer, mendengarkan lagu-lagu Daniel Caesar yang
beberapa kali tak sengaja membangunkanmu. Kamu mungkin tak pernah menyadari
bahwa setiap kali awan itu pergi dan selesai bertugas di atas kepalamu, kamu menjadi
manusia paling manis dan lembut.
Rambutmu yang terurai bebas dan berantakan adalah
wahana bermain terbaik yang pernah kumainkan, dengan sisir merah muda yang
selalu kamu siapkan di meja nakas samping ranjang, aku selalu menyisir rambut
itu—kembali menjadi rapi, dan kamu tak pernah sekalipun keberatan seorang pria
menyentuh mahkota itu.
Setiap kali aku selesai dan merasa rambutmu menjadi
lurus dan mulus, lebih lurus dan mulus dari jalan tol kita, aku selalu
menghirup aroma yang keluar dari rambutmu. Beberapa detik. Rasanya teduh dan
menenangkan. Mungkin rasanya nyaris seperti seorang bayi yang menyusu pada ibu,
atau saat aku menempelkan pipi pada payudaramu. Hahaha, mungkin yang itu bisa
kita lupakan. Kita tahu itu lebih dari teduh dan tenang.
Pernah suatu hari, kamu bilang “gak ada,” lalu aku
kebingungan, beberapa detik kita saling tatap, dan kamu masih tengkurap di bawah selimut putih
berkilau. Aku baru saja memakan satu roti dengan selai nanas.
“Kenapa?”
“Who hurt you,” ucapmu mencoba duduk dengan kantuk
yang masih menyerang kepala. Aku beberapa detik memroses kata-kata itu. Lalu tersadar saat kamu menunjuk pemutar musik.
“Gak ada yang boleh nyakitin kamu, harus tahu
berurusan sama siapa,” kamu tersenyum mendengar kata-kata klise yang keluar
dari mulut penuh selai nanas.
Sesaat setelahnya kamu bangkit, menuju pemutar musik dan
mengganti lagu yang baru setengahnya terputar pada lagu Daniel Caesar yang
lain, lagu kesukaanmu, streetcar.
“Nice!” aku menganggukan kepala saat intro lagu itu
terdengar, masih terus memakan roti selai nanasku. Lalu kamu memelukku yang sedang duduk melihat anjing-anjing kita yang masih tertidur di luar kamar. Mencium
pundakku, lalu memakan sedikit roti yang kubagi.
“Berapa kilo hari ini?” tanyamu lalu menuju kamar
mandi.
“Aku gak lari.”
“Ha? Why?” aku mendengar langkah kakimu yang terhenti.
“Entah, tiba-tiba bangun dengan perasaan yang gak
enak.”
“Honey, Are you okay?” mungkin ini yang tidak ada pada
perempuan lain, saat kamu memastikan keadaanku, menghampiriku, lalu memelukku.
Aku akan mengingat sifat-sifat itu. Mungkin kecil, tapi tak banyak orang melakukan itu seperti kamu.
“I’m okay..." ucapku tertahan. "...kita semua dealing sama trauma
masing-masing. Rasanya gak adil, kalo kamu harus terus dengerin ini,
padahal kita tahu kamu baru saja menghadapi hal berat.”
“Hey, it’s okey,” dalam pelukan itu kamu mengelus
lembut punggungku.
“I know kamu bakal bilang gitu, you’re the best,” lalu
kamu menatapku. Tidak pernah akan kulupa tatapan itu, yang menenangkan kegundahan hatiku.
Kamu kembali menuju kamar mandi, “kenapa ya backsoundnya selalu pas kalo kita lagi mellow,” lalu kita berdua tertawa.
Mungkin tak ada orang lain yang mampu memahamiku
sebaik kamu. Aku bersyukur, bahkan aku berani bertaruh untuk memberikan
tempatku di surga untukmu. Aku masih terus mengingat momen-momen yang tercipta
di antara kita. Bahkan saat dalam pertengkaran kita yang keras, kamu tetap
memahami bahwa pertengkaran ada untuk menyadarkan kita bahwa kita perlu
meninggalkan diri kita yang dulu, masih selalu kuingat kata-katamu “aku yang hari
ini bukan aku yang kemarin.”
Aku sama sekali tak bisa marah karena kamu menjadi
seseorang yang sangat mudah disukai karena kebaikanmu pada setiap orang, itu
juga yang jadi alasanku jatuh cinta padamu. Kupikir dulu saat kamu menerimaku
dalam keadaan gundah, kamu adalah orang yang tersesat, lalu kamu menyadarkanku
bahwa aku lah yang tersesat lama. Dan kamu menyelamatkanku, tak terpikirkan
bagaimana aku menghadapi semua yang pernah terjadi di hidupku tanpa berpegang
pada kebaikan dan kejujuranmu.
Aku bahkan masih sering mengalami trans dan tubuhku bergetar setiap kali mengingat kebiasaanmu
setelah mandi. Mendatangiku, berdiri beberapa langkah dan melepas handuk yang
menyelimuti tubuh cantikmu. Kamu punya cara elegan untuk menggodaku, dan apapun
yang kamu lakukan setelahnya, semestaku selalu merespon dengan keriangan yang
sesak, seperti ada aliran listrik, dan semuanya begitu menyesakkan, bukan hanya
pada semesta yang tiap pagi kau sentuh dalam tidurku, namun juga pada pikiran dan hatiku.
Aku ingat saat aku merebahkanmu sesaat kamu pulang
dari gym dan keringat masih menempel
di tubuhmu. Aku pernah bilang selain keadaan bangun tidurmu, aku menyukai
keseksian yang muncul dari keringat-keringat itu, keringat yang membangkitkan
auramu. Masih dengan setelan gym kita
menempelkan kedua bibir dan memejamkan mata. Aku selalu tersenyum saat kuingat
momen itu, kita tak menggerakan bibir selama beberapa menit, merasakan debar
jantung yang berantakkan. Aku berani bertaruh, bibirmu lebih lembut dari pantat
bayi yang baru saja dibubuhi bedak oleh ibu.
Iya, aku mengingat itu dalam-dalam. Bibir yang dulu
hanya bisa kutatap saat kita saling melempar topik obrolan, menghabiskan
berjam-jam waktu hanya untuk sekadar mengobrol. Dari sana makin lama aku
makin menyukai personamu, cara berpikirkmu, meski kita tak banyak setuju pada hal yang sama, namun aku merasa didengarkan. Yang paling penting, denganmu
aku selalu bisa jujur, tanpa takut kamu memberikan penilaian buruk, tanpa takut
kehilangan seseorang karena mengetahui fakta kelam yang membentukku.
Dalam dingin dan pedihnya malam di awal-awal tahun
kita bersama, kita selalu saling menguatkan. Kadang kita hanya terjaga hingga
pagi, mendengarkan album-album Daniel Caesar, atau yang juga kusuka adalah momen saat kita
saling bertukar ide-ide gila.
“Aku punya penemuan,” ucapmu suatu kali—memecah keheningan.
“Apa?” tanyaku menatap langit-langit kamar.
“Kenapa ya gak ada celana dalem khusus cowo yang ada
lubang di tengahnya?”
“Ha? Maksudnya?” aku ingat aku menatapmu dan
memikirkan apa maksudmu.
“Iya, maksudnya di bagian itu…” aku juga ingat kamu
membentuk gestur-gestur asing dengan tanganmu yang membuatku sedikit tertawa.
“…ada lubangnya biar gak perlu lepas kan kalo lagi having seks.”
“Orang gila,” dan kita menghabiskan malam dengan
tawa-tawa yang pecah juga menggema di udara. Menghabiskan sloki demi sloki alkohol
hingga kepala rasanya pening dan kita justru semakin intim. Lalu terbangun telanjang
di pagi yang dingin.
Namun rasanya memang hidup terus berjalan dan siap
atau tidaknya kita, aku harus terus berjalan, meski hal terbaik dalam hidupku
lalu diambil. Terima kasih untuk selalu memelihara persaanmu untukku, terima
kasih untuk selalu percaya pada kemampuanku. Kamu lebih besar dari yang
orang-orang kira. Kesederhanaanmu, kebaikan hatimu, rasa canggungmu untuk
memulai duluan dan memastikan segalanya berjalan dengan baik.
Akan kutagih ide kita untuk merencanakan pencurian
paling hebat dalam sejarah manusia, saat kamu pada akhirnya sudah bisa
menyusulku di taman eden yang bersih dan harum. Hahaha lalu tiba-tiba aku
terpikir untuk menulis; namun pencurian paling hebat adalah saat kamu mencuri
hatiku. Hahaha! tertawalah, bergembiralah. Tak ada yang perlu disesali, tak ada yang perlu ditangisi, terlebih saat kamu berhasil menyelamatkan hidup seseorang. Menyelamatkanku.
Saat kamu membaca ini, izinkan jenazahku dikremasi, salah
satu dari keinginanku yang selalu menentang ideologimu. Bawa aku dalam setiap
tidurmu. Putar lagu-lagu Daniel Caesar untukku. Jangan menangis, aku selalu ada
di setiap tidurmu. Mendengarkan requiem dari malaikat-malaikat yang siap
mengikat.
Ini surat terakhirku, dari kebiasaan kita saling
mengirim surat dan mengirimkan foto-foto menggoda, kita oldschool sekali. Orang mana yang masih mengirim surat dan menaruh
foto menggoda berwarna di bawah kata-kata. Aneh juga ya, namum demi tuhan aku suka
keanehan-keanehan semacam itu yang masih tetap terpelihara bahkan saat sesak-sesak
terakhir napasku. Yang masih terpelihara di antara kita berdua tanpa perlu orang lain tahu.
Jika nanti kamu menemukan pria lain yang membuatmu
jatuh cinta, biarkan ia membuktikan dirinya, jangan tutup kemungkinan itu.
Kalau kamu butuh waktu untuk sendiri, take
ur time. Tapi ketahuilah, bahwa untuk kembali menjadi pulih, mau tak mau harus
dimulai dari niatmu di dalam diri. Aku mencintaimu sayang, selalu, selalu ada
hal baru tiap hari yang membuatku makin mencintaimu. Aku menyayangimu lebih dari
yang aku ketahui. Terima kasih untuk segalanya.
Note: surat yang ini jangan lupa dipigura ya! aku nulisnya sampe nangis, memang cengeng. Hihi
Semarang, 9 Juli 2021
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar