Pagi baru
saja singgah malu-malu di jendela rumah Dini, persis seperti kura-kura yang
menghindari mangsanya. Dini bangun dan membuka tirai setelah tidur malam yang
panjang, ia menyipitkan matanya saat sinar matahari lembut menyentuh wajahnya.
Hari biasa lainnya, gumam Dini dalam hati. Tidak ada yang menarik, selain suara
lagu dangdut yang diputar keras-keras oleh tetangga samping rumah. 24 Jam
seolah dangdut adalah tiket VIP menuju surga. Dini kehabisan kata untuk
mengumpat atau sekadar menegur bahwa suara lagu itu sudah melebihi terompet
akhir zaman, terlebih Pak Samsul yang giginya hampir habis itu selalu memutar satu
album dangdut yang sama.
Dini menuju
kamar mandi, mengambil handuk merah muda yang dibelinya dari toko peralatan
rumah tangga tidak jauh dari rumahnya, toko itu dibangun di atas lahan sengketa
yang diperebutkan oleh mantan kepala desa dan sebuah perusahaan IT dari
Jakarta. Baru dua bulan toko itu berdiri setelah Pak Bowo, mantan kepala desa
memenangkan kasus sengketa itu di pengadilan. Warga menduga lahan itu bagian
dari korupsi aparat desa saat Pak Bowo menjabat.
Handuk itu
terbuat dari katun premium yang langsung diimport dari India, negara penghasil
katun nomor satu di dunia. India juga salah satu tempat yang ingin Dini
kunjungi, bukan karena keindahan Taj Mahal, atau metropolitannya New Delhi.
Dini kegilaan dengan India setelah ia menonton Slumdog Millionaire. Film itu
banyak mengubahnya, Dini sempat mendaftar untuk mengikuti kuis Who Wants To Be
a Millionaire namun selalu gagal, meski ia sudah mencobanya 42 kali.
Dini
memiliki selusin handuk katun dari India di lemarinya, secara berkala ia
mengganti handuk itu dua hari sekali, warna merah muda dipakai Dini setiap
weekend, ia percaya merah muda adalah mood yang baik, apalagi hari ini ia akan
pergi bersama seorang pria yang ia temui dari aplikasi pencarian jodoh. Sudah
seminggu Dini saling bertukar pesan, saling menanyai kabar, saling mengirimkan
foto dan pesan-pesan menggoda. Dilihat dari fotonya, pria itu punya jenggot
rapi yang baru saja dicukur, alis tebal, juga rambut hitam lebat dan mata hitam
bercahaya mirip Dev Patel, aktor yang memerankan Jamal Malik di film Slumdog
Millionaire. Saat itu Dini tidak berpikir dua kali, ia langsung menyukainya di
detik pertama.
Tidak
seperti biasanya, hari ini Dini melakukan hal-hal yang tidak biasa ia lakukan
saat mandi. Ia menggunakan dua jenis sabun, pertama sabun batang aroma lavender
kedua sabun cair aroma Lily, ia juga menggunakan dua jenis pasta gigi yang
berbeda, pasta gigi berbahan kimia dan organik yang juga ia beli di toko milik
Pak Bowo. Tidak hanya itu, Dini bershampoo juga dengan dua jenis shampoo yang
berbeda, pertama ia menggunakannya di pembukaan ritual mandinya sebelum sabun
batang menempel di tubuhnya, yang kedua ia gunakan sebagai hidangan penutup
mandi paginya. Ia menghabiskan dua jam di dalam kamar mandi, dan keluar dengan
senyum lebar, meski moodnya sedikit berantakan sebab lagu dangdut dari Pak
Samsul masih terdengar kencang.
Tiga tahun
lalu Dini menolak menggunakan aplikasi pencarian jodoh, karena baginya itu
seperti menyerah dan mengakui bahwa dirinya tidak laku dan tidak ahli dalam
menggaet hati para Pria. Di tongkrongan ia selalu meledek teman-temannya yang
ia tahu memakai aplikasi itu, atau yang pergi kencan dan menemukan pasangan
dari aplikasi hina itu. Ia bahkan menjauh dari orang-orang yang menggunakan
aplikasi serupa yang kini ia pakai. Namun tiga tahun rasanya cukup cepat untuk
mengubah laku manusia.
Dini
menjadi adiktif, setelah seorang teman perempuan yang menurutnya tidak lebih
cantik dari dirinya dinikahi seorang pria tampan kaya yang ditemui dari
aplikasi itu. Dini bahkan tidak ingin menyebut nama aplikasi itu, ia menolak
bahwa tinder telah banyak mewujudkan mimpi banyak perempuan untuk memiliki
pasangan yang mereka idam-idamkan.
Dini
membubuhkan segala jenis make up untuk mempercantik dirinya setelah ia selesai
memilih baju apa yang akan ia pakai. Setengah jam berada di depan cermin untuk
mencocokan pakaian mana yang paling pas ia pakai untuk kencan pertama, ia
memilih dress merah gelap tanpa lengan yang menonjolkan kedua lengannya yang
mulus tanpa cacat. Ia membubuhi bibirnya dengan gincu berwarna serupa lalu beberapa
kali mencecap untuk merapikan gincu di bibirnya. Hampir tiga jam waktu yang
diperlukan Dini untuk merias diri. Ia kini tampak seperti Anne Hathaway dalam
film The Intern.
Pukul
sembilan lebih tiga puluh menit, Dini menunggu dengan sabar pria yang akan
menjemputnya. Keduanya masih saling bertukar emotikon cium dan peluk, seolah
tidak ada waktu jeda bagi mereka untuk saling menggoda. Tentu masih dengan satu
album dangdut populer yang diputar keras-keras seperti menjadi alarm untuk
membangungkan seluruh warga kampung.
Dini sama
sekali tidak gugup, ia tahu bagaimana menaklukan pria, bahkan ia selalu
membagikan cara itu kepada semua teman perempuannya yang masih tidak memiliki
pasangan, meski Dini juga belum memiliki kekasih karena ekspektasinya selalu
tidak terpenuhi oleh setiap pria yang ia temui di tinder. Dini menulis pada
sebuah caption di second account instagramnya tentang bagaimana mendapatkan
hati seorang pria idaman. Ia menulis itu di second accountnya bukan hanya
karena lebih privat, tapi juga ia menjaga image, ia pikir itu kenapa banyak
perempuan punya second account, untuk lebih bebas memosting apa yang ia ingin
tanpa filter, karena di negara ini menjadi perempuan bukan hanya pekerjaan yang
sulit, namun juga membutuhkan mental kuat yang seringkali harus siap menerima
komentar-komentar tidak mengenakan.
Lima menit
scrolling Instagram, Dini dikagetkan oleh Honda Civic hitam yang pelan-pelan
terparkir di depan rumahnya, beberapa tetangga termasuk Pak Samsul bahkan
sampai penasaran siapa yang mengendarai mobil itu. Beberapa detik kemudian nama
Rizal Syarif muncul di notifikasi ponselnya, “aku di depan,” Dini lalu bergegas
keluar rumah, menutup pintu, dan merapikan dressnya, seperti seorang yang
mengusir debu yang menempel.
“Hey,”
Rizal Syarif menyapa. Dini membalas sapaan itu dengan memeluk Rizal Syarif yang
membuatnya sedikit gagap karena tidak menduga pelukan itu.
“Hallo,”
Dini melemparkan senyum, seluruh jiwa dan pikirannya pelan-pelan ia berikan
pada pria dengan jam rolex keluaran terbaru yang tampak berkilau. Rizal Syarif
berpakaian rapi dengan kemeja hitam dan celana chinos cokelat, juga Adidas
Yeezy warna hitam. Hanya rambutnya saja yang tampak tidak rapi, ia benar-benar
mirip Dev Patel dalam series Modern Love keluaran Amazon Prime.
Keduanya
lalu meninggalkan jalanan rumah Dini, menyisakan Pak Samsul yang masih terpana
dengan Honda Civic kinclong yang baru saja ia lihat. Sesaat lagu dangdut
favoritnya tidak lagi terdengar di telinganya.
Persis
seperti situasi canggung pada umumnya, Dini dan Rizal Syarif masih terdiam
setelah sepuluh menit keduanya meninggalkan rumah Dini. Masing-masing menunggu
dan berharap bukan dirinya yang membuka obrolan. Hanya terdengar suara-suara
Rizal Syarif menelan ludah, atau Dini yang pura-pura batuk seolah
kerongkongannya gatal.
Lagu
Ordinary People milik John Legend terdengar di radio, dan secara bersama
keduanya menyanyikan lirik pertama setelah intro selesai,
“Suka lagu
ini juga?” tanya Dini, meruntuhkan dinding gengsinya untuk bertanya.
“Lumayan,
sering dengerin juga. Kamu?” Rizal Syarif tampak tenang, ia benar-benar idaman yang
perempuan suka, tipikal misterius dari pria.
“Suka juga,”
Dini sengaja tidak melanjutkan kalimatnya, ia tahu ini bagian dari cara
menaklukan hati pria yang ia yakini, rules nomer satu adalah menjadi misterius
ketika seorang pria terlihat misterius. Karena banyak pria yang pura-pura
menjadi misterius hanya karena ingin memberikan kesan pertama yang mengenang.
Obrolan itu
lalu berlanjut saat Rizal Syarif menanyakan lagu dangdut yang ia dengar tadi,
Dini menjelaskan dengan sukacita, tubuhnya menghadap Rizal Syarif, menunjukkan
ketertarikan yang lebih. Rules nomer dua adalah berikan tanda atau kode supaya
para pria dapat dengan mudah mengenali situasi dan perasaan apa yang seorang
perempuan inginkan. Tentu bukan karena Pak Samsul ia menjadi girang
menjelaskan, namun karena Rizal Syarif yang sedari tadi duduk di kursi kemudi membuat
hatinya bergetar kencang.
Dini
menyentuh lembut lengan Rizal Syarif, entah karena alasan apa, Dini melakukan
itu sebagai bentuk aktifitas pada rules nomer ketiga yang ia percayai, yaitu
afeksi. Setiap pria menyukai sentuhan, Dini meyakini itu, dan tiga cara itu
selalu berhasil membuat pria-pria yang pernah ia temui takluk. Cara ketiga
bahkan bisa langsung memperlihatkan bagaimana sifat pria.
Rizal
Syarif tiba-tiba berbelok masuk ke tol dalam kota, Dini bertanya dan Rizal
Syarif tidak benar-benar menjawab pertanyaannya. Dini penasaran kejutan apa
yang akan dibuat Rizal Syarif, ini adalah bagian yang Dini sukai, menjadi
penasaran karena Dini bermain-main pada ekspektasi, ia menyukai para pria yang
berhasil mematahkan tebakan atau ekspektasinya.
Lima belas
menit berada di jalan tol dalam kota, Rizal Syarif keluar menuju ke pinggiran
kota, Dini mulai familiar dengan jalanan yang dilalui, jalanan menuju sebuah
resort terkenal yang menyuguhkan pemandangan indah. Dini tidak menduga Rizal
Syarif akan membawanya ke tempat itu, ia memakirkan mobilnya di depan sebuah
villa megah dengan kolam renang besar yang terlihat dari dalam mobil. Dini
melihat Rizal Syarif yang tampak tenang melepas sabuk pengamannya.
“Yuk,” ucap
Rizal Syarif menatap Dini.
“Ha? Mau
ngapain?” tanya Dini, raut mukanya berubah, ia bingung.
“Nginep,
sama aku,” Rizal Syarif mencoba memegang paha Dini, namun Dini menghindar. Dini
menyandarkan tubuhnya pada kursi, mengambil nafas panjang, membuangnya
pelan-pelan, ada banyak sumpah serapah yang tertanam di kepalanya dan siap
keluar membabi buta. Kini, raut muka Rizal Syarif berubah, tidak lagi
misterius, tidak lagi menyenangkan, bagi Dini lebih seperti pria-pria sange
yang sebelumnya selalu ia temui di tinder.
“Anjing,
gila lo ya,” Dini berusaha membuka pintu, ia ingin keluar, namun pintu masih
terkunci, Rizal Syarif mendekat, berusaha meraih tubuh dan rambut dini.
“Ayolah,
gak usah munafik,” Rizal Syarif meraih tangan Dini cepat mengarahkannya pada
penis yang mulai tegang, Dini berusaha menarik, semakin Dini menolak Rizal
Syarif makin membabi buta. Dini melempar pandangan keluar, ia teriak sekuat
tenaga, Rizal Syarif membenturkan kepala Dini pada kaca mobil, membuat Dini
terdiam menahan sakit.
“Oke, kalo
gak mau nginep,” Dini menoleh melihat Rizal Syarif sudah menurunkan celananya,
dan penis yang tegang itu berdiri, Dini menatap Rizal Syarif, melotot, ada
tangis yang hampir pecah. Rizal Syarif menyeringai, berusaha kembali meraih
tangan Dini. Dengan kekuatan tiga kali lipat, Rizal Syarif berhasil mendaratkan
tangan Dini pada penisnya, tangan Dini tidak bergerak, Rizal Syarif mencengkeram
kuat tangan Dini berusaha menggerakkannya naik turun, Dini terus menolak dan
berusaha manarik tangannya.
Dini mulai
menangis, tubuhnya seolah kehilangan kekuatan, ia melemah, Rizal Syarif masih
berusaha memenuhi nafsu birahinya dengan tangan Dini yang masih ia cengkeram.
Tangis Dini pecah, ia berusaha dengan sisa tenanga menarik tangannya. Melihat
Dini melempar muka ke arah luar, dan mendengar tangis yang mulai menganggunya,
Rizal Syarif melepaskan cengkeramannya, ia berusaha menenangkan Dini, namun
Dini terus menghindar.
Rizal
Syarif menunggu Dini untuk berhenti menangis, ia masih berusaha mendapatkan
yang ia mau, namun tangis Dini tak kunjung berhenti, gairahnya hilang berubah
jadi emosi yang membuncah di kepala. Rizal Syarif menjambak rambut Dini dan
membenturkannya sekali lagi ke kaca mobil. Ia menyalakan mobilnya, mengambil
arah jalan pulang.
Dini
buru-buru turun saat mobil Rizal Syarif terparkir di depan rumahnya, Pak Samsul
yang masih menyetel musik dangdut keras-keras melihat Dini yang tertunduk
menuju rumahnya. Rizal Syarif lalu bergegas memacu mobilnya dengan kecepatan kencang
membuat Pak Samsul berteriak menyuruhnya pelan-pelan.
Dini
langsung menuju kamarnya, menutup pintu, satu hari lagi ia habiskan dengan
patah hati. Hal-hal yang semakin membuatnya mengerti, rules nomer empat adalah
segalanya meski ia selalu berusaha positif thinking. Rules untuk selalu curiga
pada setiap pria, ia terlalu naif untuk percaya bahwa setiap pria itu berbeda,
ia tidak ingin mengecilkan para pria baik yang keberadaanya tertutup oleh
kumpulan pria brengsek yang seringkali eksis dan lebih mudah ia temukan. Jika
ada satu keahlian yang ingin ia pelajari, Dini ingin memiliki kemampuan membedakan
mana pria baik dan brengsek hanya dari sekali tatap.
Para pria
brengsek itu tidak pernah memahami satu hal yang selalu dirasakan setiap
perempuan di dunia, bahwa para perempuan merasakan patah hati seribu kali lebih
dahsyat daripada yang dialami oleh para pria.
Semarang, 22 April 2021
*cerita ini didasari pada kejadian nyata
kunjungi https://bullyid.org/revenge-porn-help-centre/ jika ada orang yang mengancam akan menyebarkan foto/video pribadimu.
kunjungi https://safenet.or.id jika kamu pernah mengalami tindakan kekerasan seksual
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar