Temanku
diperkosa. Sungguh aku tidak bisa lagi menyusun kalimat pembuka selain itu.
Awal Februari temanku diperkosa, dan orang pertama yang ia ceritakan tentang
masalah ini adalah aku, ia baru menceritakannya sekitar seminggu yang lalu,
kira-kira hampir sebulan setelah kejadian itu. “Diperkosa” adalah kata yang
tepat untuk menggambarkan kejadian itu, meski temanku ini membuka cerita dengan
“aku dilecehin sama orang,” tentu aku tidak mencari detail dari peristiwa itu.
Untukmu belajar juga, jangan bertanya tentang detail pemerkosaan pada korban,
selain itu bukanlah hal bijak, sebenarnya juga tidak perlu ditanyakan.
Ini bukan
cerpen, semua hal yang aku ceritakan adalah realita sesungguhnya, ini
benar-benar terjadi, dan aku merasa perlu menceritakan ini. Malam itu, kami makan
sate taichan di konicipi daerah Bergota, kalau kamu tahu, lalu menikmati kopi di
Lika-Liku daerah Veteran. Waktu itu sudah jam sembilan, dan kami mencari tempat
ngobrol yang paling tidak, tutup jam sebelas malam, karena kebijakan pemerintah
tentang PPKM yang mewajibkan usaha untuk tutup lebih awal dari jam operasional
biasa.
Malam itu
adalah pertemuan kami secara langsung untuk kedua kalinya, kami saling mengenal
setahun lebih dan hampir tidak pernah bertemu. Entah kenapa, ada energy yang
menggerakkanku untuk bertemu perempuan ini. Pertemuan kami terjadi hari rabu di
canofee daerah tembalang, kalo kamu tahu. Lalu pertemuan kedua terjadi tiga
hari setelahnya, malam minggu. Temanku ini belum menceritakan masalah itu sampai
kami memutuskan untuk pulang tepat di jam sebelas malam, karena para pekerja
sudah mengingatkan kami bahwa coffeeshop itu akan tutup dalam lima belas menit
lagi.
Aku tidak
akan menceritakan latar belakang temanku ini, di mana dia tinggal, dan
sebagainya. Aku ingin siapapun yang membaca ini fokus pada inti yang ingin aku
sampaikan. Kira-kira sepuluh menit sebelum sampai di tempatnya, di atas montor
malam itu, ia mendekatkan diri, ucapnya pelan, tapi aku masih sanggup mendengar.
Aku masih ingat suaranya bergetar malam itu, ia nyaris tidak jadi
menceritakannya. Namun pada akhirnya ia cerita, dan kecepatan montor berkurang
saat ia memberitahuku, aku bahkan tidak sadar bahwa kecepatan laju montorku
berkurang. Aku shock. Ada amarah membuncah.
Seolah,
cerita dia adalah jawaban tentang suatu energy yang membawaku bertemu
dengannya. Aku seringkali mengalami hal-hal aneh seperti ini. Seolah ada
kekuatan dari alam lain yang ingin aku mendengarkan cerita orang, bukan hanya
sekali ini. Aku bahkan hampir tidak bisa menghitungnya.
Aku ingin
menggambarkan keadaanku saat ia menceritakannya, namun saat menulis ini pun aku
menahan tangis, karena tiap kali seorang perempuan menceritakan pengalamannya
dilecehkan oleh pria, aku selalu teringat kembaranku di rumah yang juga seorang
perempuan, rasanya menyakitkan. Kupikir ia baik-baik saja, tapi seperti
perempuan lain yang menceritakan kisahnya padaku, mereka menutup diri dan
terlihat baik-baik saja, padahal ada hal buruk yang membuatnya hancur, di
dalam.
Aku tidak
akan menyebutkan namanya, aku ingin kamu memahami apa yang akan aku sampaikan.
Perempuan ini masih menyimpan semua chat dari pria itu, yang pada awalnya aku
menyarankan untuk memblokir dan berusaha menjauh, karena aku tidak bisa
membayangkan bagaimana perasaannya jika pria itu masih tanpa malu
menghubunginya. Namun dia punya alasan kuat mengapa ia tidak melakukan itu, ia
menyimpan semua foto hasil kekerasan yang dilakukan pria itu, iya, pria itu
melakukan kekerasan, makin melihat fakta-fakta itu aku makin terdiam, ia terus
menceritakannya.
Di satu
titik, aku benar-benar makin terdiam, jantungku berdebar hebat, ia cerita
dengan menahan tangisnya, bahwa pria itu mengancam jika dirinya melawan atau
berteriak pria itu akan mengeluarkannya di dalam. Di titik cerita itu, aku
sadar, ia diperkosa. Aku tidak bisa berbuat banyak, aku menahan diri untuk
memeluknya, aku tidak bisa melakukan itu. Aku berusaha membuatnya tenang, mengelus
lengan dan punggungnya, ia masih menahan tangis meski pada akhirnya tangis itu
pecah juga. Berulang kali aku menghapus air mata itu. Dan aku hampir tidak
percaya bahwa air mataku akhirnya keluar juga.
Ada
penyesalan darinya bahwa ia menceritakan kejadian itu padaku, ia tidak ingin
terlihat menangis di depan orang lain. Aku tidak banyak mengeluarkan kata-kata,
selain meminta ia menunjukkan pria itu. Aku tahu namanya, aku tahu Instagram dan
twitternya. Tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa sampai tulisan ini ditulis,
dan aku membenci itu, aku membenci saat aku tidak bisa melakukan apa-apa, meski
sebetulnya aku sangat mungkin mengkonfrontasi pria itu. Tapi untuk apa?
Perempuan itu bahkan lebih kuat, ia tidak ingin membahasnya dan menganggapnya sebagai
angin lalu, meski aku percaya ia sedang menyiapkan sesuatu untuk menyerang
balik pria itu.
Sebelum aku
pulang, aku mengatakan padanya untuk tidak “menyebur ke kolam” karena akibat
dari kejadian itu, ia menganggap dirinya hina, ia lalu memahami dirinya sebagai
perempuan gampangan dan murahan. Aku marah mendengar itu, tapi kutahan. Aku
bilang bahwa kejadian ini bukan salahnya, dan seperti hal yang pernah kulakukan
pada setiap perempuan yang menceritakan hal serupa, aku mengatakan padanya, bahwa
ponselku 24 jam aktif jika ia memerlukanku. Saat itu jam 12 malam, dan aku
pulang dengan kenyataan pahit yang baru aku dengar, laju montorku tidak secepat
biasanya, aku memikirkan semuanya, aku memikirkan jika kejadian itu terjadi
pada kembaranku.
Kadang aku
berpikir mengapa aku sering mendengar cerita-cerita semacam ini, sudah terlalu
banyak, dan aku tidak sanggup menanggungnya, aku cerita kepada beberapa teman
dan rasanya kurang, aku hanya ingin menetralkan kepalaku, agar tak meledak dan
menyerang diriku sendiri, termasuk aku cerita pada ibuku, namun energy itu
masih membuatku kalut, berhari-hari aku memikirkannya, berhari-hari aku berusaha
menemaninya.
Tulisan ini
dibuat sebagai kopingku, sudah saatnya cerita-cerita itu keluar dari kepalaku,
sepanjang maret ini, aku akan menceritakan semuanya, supaya kita sama-sama mengerti
bahwa ada banyak pria bangsat dengan kedok-kedok serupa, supaya kamu para
perempuan yang membaca ini mengerti bagaimana tingkah laku pria sesaat sebelum
kemungkinan hal itu terjadi.
Awalnya
temanku ini mengalami musibah, montornya tidak bisa menyala, dan ia meminta
tolong pria itu. Pria itu sigap menolong, membawanya ke bengkel, karena
pengerjaan kerusakan montor tidak bisa ditunggu cepat, pria itu mengajak
temanku ke kosnya untuk menunggu. Dan di sana hal itu terjadi. Aku sama sekali
tidak memberikan judgement apa-apa sata kudengar kenyataan itu darinya, namun
dari cerita ini kita bisa sama-sama belajar; Jangan percaya pada seseorang yang
mengajakmu ke “save placenya,” terlebih jika seseorang itu mengajak ke tempat
yang tidak kamu ketahui. Ajak ke tempat netral; tempat yang ramai, tempat yang
di sana bukan hanya ada kamu dan orang itu.
Jangan
merasa gak enakan, tolak aja. Biasanya pria seperti itu masih akan berusaha sampai
hal yang diinginkan berhasil ia capai, saat itu terjadi jangan biarkan siapapun
berhasil menguasaimu, memanipulasimu. Biasanya jika ditolak para pria bangsat
ini akan bermain kasar entah fisik atau verbal, kamu harus siap itu. Dan jika
itu terjadi tinggalkan dia, atau lari dan teriak sekencang mungkin. Jangan
takut!
Aku paham
polanya, aku belajar dari banyak cerita serupa yang aku dengarkan. Tidak
berpikir negatif memang tidak salah, tapi menjaga diri dari segala kemungkinan
sungguh sangat diperlukan.
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar