Tan. Hehe
Gimana ya,
tau gak sih kata orang musisi baru bisa disebut musisi kalo udah bisa sampe
album ketiga. Apa ya, kayak karya ketiga itu bisa dibilang “The Godfathernya.”
Ya contoh di buku ketigaku aku ngerasa ini bentuk ku sebenarnya. Ya meskipun
kalo ditanya novel mana yang paling bikin puas, jelas novel keempat, di mana
badai sembunyi. Aku berusaha untuk tidak lebay karena aku tahu kamu jijik sama
hal-hal yang lebay dan berlebihan, tapi People Series dibikin untuk
menagkomodir ego lebay ku, atau ego bucinku. Yaaa jadi gimana, ya bingung.
Nulis tentang kamu, memikirkan hal-hal tentang kamu, memori-memori dulu rasanya
masih canggung. Dan aku sengaja menulis ini di episode ketiga. Ya sejujurnya,
kamu Godfathernya.
Bisa
dibilang aku gak bener-bener siap nulisnya, canggung banget gilak. I don’t know
apa yang terjadi di antara kita waktu itu, kupikir udah bener-bener selesai,
tapi tiba-tiba waktu itu kamu ke kantorku, meskipun rame-rame. Sejujurnya itu
bangsat sih, spot on anjing gitu. Kaget, seneng dan aneh. Kesalahan kita
mungkin, kita sama-sama gak memberi ruang untuk membicarakan hal yang terjadi
waktu itu. Kita gak memberikan ruang setelah sekian lama memikirkan memori itu.
Kalo dibilang apakah aku merasa bersalah, jelas. Banget. I can’t control my
feeling, energy yang kamu kasih besar banget. Aku kaget, gak terbiasa
mengendalikan energy dari perasaan-perasaan semacam itu. Imbasnya? Aku
terobsesi. Obsesi memiliki, obsesi bahwa setiap fokus dalam harimu ya harus
tentang aku.
Ingatanku
masih segar, basah. Kamu lagi makan, dan aku menuntut untuk kamu merespon
sesuai keinginanku, aku masih inget kamu bales pesan itu dengan reaksi yang gak
menyenangkan dan kamu gak suka. Kataku, “fuck.” Anjing lah. Anak kecil ku kalo
lagi senewen bikin dunia jadi berasa di neraka, waktu itu mungkin aku belum
terlalu bisa mengendalikan sosok anak kecil dalam diri. Aku maunya sosok itu
muncul pas aku lagi bikin sesuatu, bukan pas aku lagi jatuh cinta. Fuck banget
lah pokoknya. Aku gak ngerti lagi, kehilangan kamu itu kehilangan paling
kjavuvifsavfasivgfiuauivfiuvfasvfu di hidupku. Padahal cerita kita cerita
paling singkat dibanding yang pernah aku lalui.
Aku gak
ngerti lagi. Ada orang sedingin kamu, satu yang aku inget adalah. Tatapanmu. Aku
masih selalu inget, kalo lagi pengen mengenang tinggal menutup mata, mikirin
kamu, yang muncul tatapanmu waktu pertama kali kita ketemu. Canggung gilak.
Hampir gak bisa apa-apa. Jaket bapakmu yang kamu pake waktu itu, malem-malem
dingin habis hujan. Katamu itu caramu untuk mengingat dan mengenang. Aku tahu
dan denger cerita itu aja ngerasa kayak, gimana ya, haru aja gitu. Atau memang
akunya yang gampang baper. Sensitif.
Gak banyak
yang mau aku sampein, Tan. Ingatan-ingatannya masih basah. Kalo di dua episode sebelumnya
aku merasa ya biasa aja waktu nulis. Aku gak merasa biasa-biasa aja waktu nulis
ini, ya kamu tahu lah, aku orangnya gembeng, lemah, wtf banget lah pokoknya.
Mungkin kamu akan bilang menjengkelkan. I know it. Tapi menangis adalah satu
cara dari mekanisme kopingku. I don’t know kamu gimana, tapi aku paham betul
ada kekuatan dari dalam dirimu yang bikin kamu terlihat baik-baik aja. Kuat.
Tegas. Tapi aku tahu kadang kamu pura-pura menjadi dingin karena kamu menyukai
hal-hal yang sifatnya kejutan. Kamu gak bisa kalo ekspektasimu gak terpenuhi
sesuai keinginanmu. Motherfucker untuk hal-hal yang detail.
Tapi, Tan.
Gak tau, mau bilang apalagi. Intinya makasi udah pernah ada. Jadi inspirasi
untuk di mana badai sembunyi. Novel itu adalah bayanganku ketika kita berdua
adalah sepasang suami istri. In romantic relationsip. Aku orang yang gak mau
balik lagi sama cerita lama, tapi kamu jadi pengecualian. Banget. Aku berani
bilang dan mengajukan statement ini. Dan memang seperti itu. Ya meskipun aku
gak pernah tahu sekarang gimana kamu, dan perkembanganmu. I don’t fucking know,
ya karena mungkin itu yang kamu mau. I respect that.
Ohiya, di
mana badai sembunyi itu soal gimana aku melihat cerita-cerita perselingkuhan.
Tapi dari kacamata seorang suami yang istrinya selingkuh, dan ternyata anaknya
bukan buah hatinya. Tapi buah hati istrinya bersama selingkuhan—yang di ending selingkuhannya hilang entah ke mana. Dan si suami melihat itu sebagai sikap ikhlas,
memaafkan segalanya. Itu ending yang paling menguras emosi dari yang pernah aku
tulis. Si suami memeluk anak laki-laki itu, dan menangis dalam pelukan—lalu melihat
kenyataan bahwa istrinya mengalami realita yang tidak menyenangkan. Aku
melupakan semuanya. Dan mungkin itu memang cara terbaik. Tapi kalo di usia
tuamu tidak ada satu pun lelaki yang mungkin akan bersanding, dan aku masih
juga tidak memiliki siapa-siapa. Aku selalu memikirkan kamu, sebagai pilihan
terakhir. Dan aku ingin itu menjadi sisa yang kamu ingat nanti. I don’t know.
Itu semacam perumpamaan orang-orang Colombia.
Tan, rasa
seneng, sedih, menyesal, kecewa, marah itu sebenernya natural aja. Itu semacam
roda yang berputar. Tanpa rasa sedih kita gak akan paham nilai dari perasaan
senang. Marah dan kecewa bikin kita sadar untuk gak melakukan ke orang lain
karena rasanya sangat menyakitkan. Dan dari kamu aku menyadari betul penyesalan
itu sesakit dan sejahat apa. Ada banyak hal yang tidak perlu dibicarakan, itu
yang aku pelajari dari dinginnya tatapanmu. Aku berusaha untuk hubungan itu
berjalan dengan baik dan worth it. But, memang jalannya lain. Mau gimana lagi.
I still
remember how you kiss me. Obrolan kita sore dan malam itu, atau saat kamu
tertidur di dalam bus dan terlewat dari tempat seharusnya kamu turun. Aku suka
obrolan menggemaskan yang waktu itu tercipta. Aku ingat kata-kata apa yang
muncul dari bibirmu, aku ingat tangamu melingkar di tubuh kurusku. Atau saat
aku pulang kerja dan memutuskan untuk menemuimu, dalam perjalanan aku selalu
menyusun apa yang harus kuceritakan. Aku mengingat momen-momen itu sebagai
caraku belajar menyadari bahawa kamu, Tan. Mungkin adalah hal terbaik yang
pernah ada di dalam cerita hidupku.
Kamu
mengerti aku utuh, kamu melihatku dari sudut yang tidak dilihat orang lain. Aku
ingat saat pertama kali kamu mengomentari kucing-kucingku yang manis dan lucu. Aku
ingat, kedewasaanmu saat merespon dan bereaksi pada banyak hal. Aku ingat setiap
pelukan hangatmu. Aku ingat ketidak-tahuanku akan sesuatu yang kamu dengan
mudah memahami dan mengerti itu. Aku selalu meningat kamu, Tan. Maaf untuk
segala sikap dan kata-kata yang seharusnya tidak diucapkan. Mengajakmu menonton
Flying Solo Tour waktu itu adalah usaha terakhirku. Ternyata kamu sudah
benar-benar melupakan apa yang sempat terjadi di antara kita. Yasudah. Memang
seharusnya begitu.
Kamu
membentukku, untuk memproses rasa sakit itu menjadi satu novel yang pada akhirnya
kuberi judul di mana badai sembunyi adalah era paling berat dibanding novelku
yang lain. Aku harus bilang, aku menerjemahkanmu sebagai badai—badai dalam
hidupku. Mungkin hanya sebentar tapi efek kehancurannya besar dan pemulihannya lama. Perlu kubilang. Aku belum sepenuhnya pulih. Aku masih bisa merasakan
kehebatan badai itu. Entah. Ini baru dua tahun, mungkin akan lebih banyak waktu
yang kubutuhkan, selain memang aku tidak ingin benar-benar melupakanmu.
Tan, jangan
pernah lagi berharap pada laki-laki seperti aku. Hanya akan ada rasa sakit dan
kesal. Rasanya aku ingin membunuh zahid paningrome dua tahun lalu. Ia
destruktif, merusak segalnya, menghancurkan yang baik-baik saja. Aku menyebut namamu di persembahan skripsiku,
menghadiahi ulang tahunmu tahun lalu dengan novel itu. Kupikir kamu akan
mengerti dan tertarik. Tapi ya tampaknya aku gak perlu kaget. Tiga novel
sebelumnya tidak pernah dibaca oleh orang yang memang kutulis di sana. Mungkin
itu kesamaannya. Seharusnya aku merasa baik-baik saja dengan kenyataan itu.
Aku pernah
bilang, aku tidak pernah dewasa dalam urusan cinta. Aku tidak tahu bagaimana
mempertahankan romantic relationship. Aku belajar supaya orang tidak terlalu
terikat padaku, aku belajar supaya orang tidak benar-benar merasa kehilangan
ketika aku benar-benar hilang. Karena memang seperti itu keinginanku.
Aku selalu
gagal untuk mencintai orang yang lebih dulu mencintaiku. Apalagi aku juga
selalu gagal untuk membuat orang yang sebelumnya tidak jatuh cinta menjadi
cinta. Lalu kupikir lagi. Memang apa yang aku bisa? Aku menemukan
jawabannya di novel kelimaku, Tan.
Aku paling
bisa menghancurkan diri sendiri.
Iya,
lama-lama kita tahu. Yang salah tetap aku. Terima kasih untuk semuanya, Tan.
Pokoknya aku selalu berdoa untuk segala hal yang membuatmu bahagia dan menjadi
dirimu sendiri, sesuatu yang membuatmu lebih bersinar.
I have
story and writing is always such a lonely process. Semoga kamu mengerti, dan
menyadari untuk orang bodoh sepertiku; memaklumi dan memaafkan adalah jalan
satu-satunya yang bisa dipilih. Entah kamu peduli, entah kamu baca. Tapi ini
tentang semuanya.
Terima
kasih, Tan. Hehe
Semarang, 5 Oktober 2020
#PeopleSeries adalah pengantar untuk novel kelimaku. Rilis
setiap senin. Bercerita tentang orang-orang yang memang pengen aku
ceritain. Bisa siapa aja.
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar