Pria itu baru saja pergi ke pernikahan seorang teman. Yang perlu kamu tahu, ia adalah
tipe manusia yang tidak biasa pergi ke pernikahan dan pemakaman. Aku tidak
benar-benar paham apa alasannya. Tapi barangkali aku bisa menerka-nerka;
mungkin ia tidak ingin terlihat menangis. Menangis sedih di pemakaman, dan
menangis bahagia di pernikahan. Tapi yang satu ini adalah pernikahan teman
baiknya. Ia tidak mungkin melewatkannya begitu saja. Apalagi manusia yang ia
anggap teman hanya beberapa. Ia tidak percaya pada konsep sahabat, ia tidak
suka pada keterikatan, karena sesuatu yang terikat baginya adalah awal dari
bencana. Bukannya hidup untuk saling memiliki jatuhnya justru saling
mengontrol.
Ada yang
aneh dari konsep ini, gak heran; memang selalu ada yang aneh di dunia ini. Pasti
kita pernah melihat teman kita berkeluh bahwa semakin dewasa lingkar pertemanan
kita makin sempit. Pertanyaannya kan satu, apakah orang ini dari dulu memang
punya lingkar pertemanan yang luas, atau memang gak punya temen aja, sehingga
kalimat-kalimat yang sering dijadikan keluh-kesah orang-orang putus asa ia
jadikan pembenaran. Ya namanya juga manusia, suka membela diri sebagai bentuk
naluri bertahan hidup. Tapi ya gak harus gitu terus, berlebihan jatuhnya aneh
dan jijik.
Oke sebelum
emosinya jauh gak terkontrol, aku akan menceritakan apa yang terjadi di
pernikahan itu dan kenapa cerita ini menarik untuk dibicarakan lagi. Pria itu
bertemu seorang perempuan, saat ia menceritakan padaku, pria itu tidak bisa
menyebut perempuan ini sebagai seorang teman. Dia hanya kenal, jadi anggap saja
pria itu bertemu seorang kenalan. Dulu pria itu bertemu perempuan b, katakanlah
begitu, di sebuah projek. Pria itu membantu perempuan b dalam sebuah acara.
Sayangnya pria itu tidak bercerita mendetail apa yang ia lakukan untuk
perempuan b. Katanya gak penting juga, gak perlu diinget. Baginya
ingatan-ingatan yang menetap hanya untuk sesuatu hal yang baik dan
membahagiakan.
Perempuan b
memuji pria itu karena penampilannya yang casual membuatnya terlihat charming
dan stunning. Pria itu ikut memuji perempuan b, meskipun outfit yang perempuan
itu pakai sama sekali tidak cocok membalut tubuh perempuan b. Tapi kita
sama-sama tahu, basa-basi itu perlu, bahkan pada sesuatu yang tidak perlu. Anyway.
Lanjut. Pria itu dan perempuan b terlibat dalam obrolan yang agak panjang, pria
itu mengaku terpaksa meladeni, karena sepanjang obrolan itu perempuan b
menguasai obrolan tanpa henti, ia menceritakan semua hal, mulai dari apa yang
dikerjakan di kampus sampai beberapa pria yang mendekatinya. Lucunya pria itu
tidak peduli. Ya kita tahu, kita ada di kultur yang lebih memilih diam daripada
mengatakan sesuatu yang buruk. Bagiku pria itu baik, masih mau mendengarkan.
Singkat
cerita saat pria itu punya celah, ia menceritakan ketertarikannya pada night
riding. Berkendara di malam hari, dan menikmati kuliner pinggiran. Bagi pria
itu, cara-cara ini adalah cara terbaik untuk mengenal suatu kota. Apakah kota
itu aman, nyaman, dan ramah. Yang terjadi di antara keduanya hampir sama dengan
apa yang terjadi di antara pria itu dan perempuan a yang sebelumnya sempat kita
baca ceritanya. Pria itu mengajak perempuan b untuk membuktikan perkataannya
tentang night riding. Perempuan b langsung mengiyakan tanpa terbata, tanpa
banyak alasan. Keduanya mengatur jadwal dan sama-sama setuju.
Yang
terjadi sama, kesamaannya dengan perempuan a adalah keduanya sama-sama tidak
punya basic manner, yaitu menepati janji dan menghargai waktu orang. Saran,
kalo kamu lagi deket sama orang yang tipikalnya persis, tinggalin. Gak akan
worth it, dia gak seserius itu menghargai kamu sebagai manusia. Waktu itu harta
paling berharga yang bisa kita kasih ke orang lain, karena menyediakan waktu
buat orang lain itu butuh niat baik yang gak semua orang mampu. Yang mampu pun
belum tentu mau. Itu mengapa disebut waktu adalah uang, karena tidak melakukan
apa-apa pada waktu yang seharusnya bisa kita gunakan untuk menghasilkan uang
adalah pemborosan dan kebodohan.
Janji temu
itu terjadi pada hari selasa pukul sembilan malam, waktu itu hujan turun pukul
tujuh, dan perempuan b mengkhawatirkan bahwa hujan akan deras dan reda untuk waktu
yang lama. Ia juga belum makan, hujan harus menundanya untuk mengisi perut
dengan penyetan yang ingin ia coba dengan temannya. Pria itu meyakinkan
perempuan b bahwa hujan akan cepat reda. Dan pria itu benar, ia memang selalu
benar. Bahkan aku pun tidak paham kenapa pria itu selalu mengatakan hal-hal
benar padahal belum terjadi. Hampir pukul sembilan, teman dari perempuan b juga
tidak membalas pesan ajakannya untuk makan bareng. Pria itu menawari untuk
menemani perempuan b makan. Tapi perempuan b menyuruh pria itu menunggu lima
menit, dan masih berharap temannya membalas pesannya.
Kamu pasti
udah mikir kalo pertemuan itu gak terjadi? Kamu gak salah. Seratus persen
bener. Pria itu menunggu lebih dari lima menit—setengah jam. Perempuan b takut
tidak bisa lagi bertemu dengan teman yang membuatnya menunggu. Dalam hati si
pria, perempuan b kenapa bisa loyal sama orang yang gak menghargai waktunya. Bikin
orang nunggu itu perlakuan paling sialan dari basic manner yang harusnya setiap
orang punya. Singkat cerita pria itu mengganti pakaiannya lagi, ia hanya
tinggal berangkat untuk menjemput perempuan b sebelum akhirnya pertemuan itu
gagal. Perempuan b lebih memilih bertemu dengan teman perempuan yang membuatnya
menunggu, dan parahnya membuatnya harus mengecewakan orang lain.
Pria itu
sempat berpikir harusnya ia tidak terlalu kaget, karena ia sering menerima
perlakuan semacam itu dari perempuan-perempuan yang tidak paham prioritas,
saran dari aku yang mendengar cerita pria itu. Kalo kamu sudah ada janji sama
orang lain, jangan pedulikan janji yang datang setelah itu, jangan buat janji
dengan orang lain lagi. Sekalipun itu teman baikmu, kekasihmu bahkan
keluargamu, kecuali untuk hal-hal yang sifatnya emergency.
Why? Karena
kalo kamu melakukan itu kamu berhasil memanusiakan manusia, karena waktu adalah
satu-satunya hal terpenting yang pasti menempel pada manusia. Sejak ia lahir
hingga mati. Jadi mengapa kita harus memainkan waktu orang lain tanpa merasa
bersalah dan perlu minta maaf. Padahal itu sangat menyakitkan. Apalagi pria itu
bukan sekali dua kali merasakan momen kampret itu. Bahkan aku sulit mencari
kata-kata untuk menerjemahkan situasi apa yang pas untuk menggambarkan kejadian
itu.
Lalu apa
yang terjadi setelah itu? Pertanyaan yang sangat menarik. Perempuan b
menjanjikan untuk bertemu keesokan harinya. Bahkan sudah memilih tempat-tempat
mana saja yang perlu dikunjungi. Tapi pria itu mengatakan untuk tidak perlu
memberikan janji, karena logikanya perempuan b baru saja tidak menepati
janjinya. Pria itu mengatakannya dalam situasi setengah kesal dan emosi. Bukan
murni dari perempuan itu, tapi karena ia sering menerima perlakuan itu. Ia
selalu bertanya-tanya kenapa dirinya selalu menerima perlakuan brengsek macam
itu. Di akhir percakapan, si pria mengiyakan, dan bilang untuk
melihat situasi besok. Karena pria itu tidak benar-benar yakin bahwa perempuan
b akan memegang janjinya. Yaa semacam traumatik yang menghantui, dan tidak juga
keluar dari tempurung kepalanya.
Tidak jauh
beda dari hari sebelumnya, malah justru lebih parah. Tepat pukul lima sore,
pria itu mengirimkan pesan setelah ia selesai olahraga yang biasa ia lakukan
setiap kali pulang kerja. Pria itu menanyai kabar dan di mana perempuan b. Tapi
si perempuan b tidak kunjung membalas pesan itu sampai satu jam kemudian,
tepat setelah pria itu selesai mandi—membersihkan tubuhnya. Kurang lebih aku
bisa menggambarkan bagaimana isi percakapan itu.
“Di mana?”
17.02
“Kak :
(((((((( “ 18.05
“I told
you.” 18.05
Bahkan pria
itu membalas dalam menit yang sama. Detik itu juga ia kehilangan respek.
Perempuan b benar-benar merusak mood, dan menghancurkan pikiran pria itu
tentang perempuan b. Bahkan perempuan b tidak lagi membalas pesan itu sampai
hampir tengah malam, itu pun ia baru membalas saat pria itu kembali mengirimkan
pesan. Sebuah pesan ujian untuk membuat perempuan b setidaknya tahu bahwa
dirinya salah.
“Aku masih
nunggu.” 22.17
“KAKAK
MARAH BANGETTT GAKKKKK,” perempuan itu mengirimkan foto potretnya yang sedang
berada di sebuah coffeeshop, ia mengerjakan sebuah deadline yang bahkan pria
itu tidak peduli. Melihat itu, ia tidak membalas pesan perempuan b. Pria itu
pergi tidur dengan sekali lagi memori buruk yang ia bawa dalam tidurnya. Ia
tidak pernah merasa nyaman pergi tidur dengan memori sialan yang terus ia
rasakan.
Pria itu
tidak membalas pesan perempuan b hingga satu minggu. Di sela-sela waktu
seminggu itu bahkan perempuan b masih membalas story dari pria itu, tanpa
merasa bersalah tanpa mengirimkan kata maaf. Pria itu tidak peduli. Masih tidak
membalas pesannya. Sampai suatu malam, perempuan b kembali megirimkan pesan.
Pria itu memperlihatkan isi pesannya
“KAKAK
MARAH GA SAMA AKU *emot sedih tiga biji* (alay emang) 18.38
Pria itu
membacanya tapi tidak langsung ia balas.
“parah bgt
gadibales.” 19.16
Dalam hati si
pria; "anjir lo aja gak dibales bisa bilang parah. Aku nahan-nahan marah biar
gak dikira jahat. Ni orang ada hatinya apa engga sebenernya." Tapi pada akhirnya
pria itu membalas, kalo ia tidak marah, secara to the point ia merasa kesal,
dan menjabarkan sepuluh hal yang membuatnya kesal. Perempuan b minta maaf. Pria
itu memaafkan, karena kata maaf adalah akhir dari pertengkaran, gak ada gunanya
kalo kita sampe gak memaafkan. Tapi pria itu dengan jujur mengatakan kalo untuk
saat ini ia kehilangan respek. Perempuan b memahami itu.
Dan sisa
malam dihabiskan dengan percakapan-percakapan biasa, Pria itu secara gamblang memberitahu
perempuan b bahwa ia akan begitu merindukannya. Karena ternyata perempuan b
sedang pulang ke tempat asalnya sampai kemungkinan akhir tahun. Kalau kamu
melihat percakapan di antara keduanya, kamu akan setuju denganku. Bahwa ada
percikan dari pria itu untuk perempuan b. Pria itu semacam menaruh perasaan.
Meski aku yakin perempuan b tidak peduli.
Ya kadang
hidup memang lucu. Meski perlakuan buruk berulang kali dilakukan, pria itu
tidak serta mengubur perasaannya. Percikan itu masih merah dan masih ada. Entah
sampai kapan. Pelajaran yang kudapat dari cerita pria itu adalah. Bahwa pria
itu menjadi pemenang, selalu menjadi pemenang karena ia yang terbaik. Memaafkan,
dan tidak mengubur perasaannya. Ia yakin perempuan b bisa memabalas tuntas
perlakuan buruk yang ia lakukan pada dirinya. Aku juga berdoa. Aku harap kamu
ikut mengamini.
Semarang, 22 Oktober 2020
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar