Aku selalu penasaran pada banyak hal.
Termasuk apa yang dipikirkan orang-orang di kepalanya, dan setiap kali aku
menaruh fokus pada seseorang, aku hampir selalu bisa menebak apa yang ada di
pikirannya dan bagaimana itu akan berjalan dan memengaruhi orang itu. Entah,
ini semacam gift, yang aku juga tidak memahami kapan itu menempel di tubuhku. Ini
semacam kemampuan yang otomatis keluar tapi tidak bisa sengaja kukendalikan
untuk keluar, selalu harus ada objek dan subjek lain yang memancing itu. Saat
semua objek berada pada tempatnya, ini seperti mesin otomatis yang akan
berjalan sendiri ketika tombol on dinyalakan. Dan tiap kali itu berlaku untuk
satu orang aku selalu takut pada apa yang aku pikirkan untuk menjadi kenyataan,
terlebih jika yang muncul adalah pikiran-pikiran dan kejadian-kejadian buruk.
Oktober tahun lalu, aku tertarik pada
seseorang yang pertama kali kulihat di Instagram. Dan ini bagian yang paling
kusuka; menunggu. Untuk berinteraksi dengan orang itu aku perlu menunggu
sekitar tujuh bulan, untuk akhirnya berani dan bergerak mengirimkan teks
padanya. Itu pun karena aku membalas sebuah story, dan lucunya itu adalah
postingan tiktok. Iya, beberapa hal datang dengan cara yang tidak terduga.
Tujuh bulan sebelumnya aku tertarik karena ketika aku melihat potret dirinya
bersama teman-temannya, aku melihat ada cerita yang ia tanggung sendirian, dan
coba ia tutupi dari orang lain, bahkan dari teman-teman terdekatnya.
Aku perlu dua hari untuk mendapatkan
nomor whatsappnya, sudah kubilang; menunggu adalah skill yang tidak semua orang
mampu melakukannya. Kebanyakan laki-laki akan buru-buru meminta nomor whatsapp
pada setiap perempuan yang mereka temui di internet, kalo kamu perempuan dan
sedang membaca ini, dan pernah digoda seorang pria di internet, kamu pasti
setuju. Seolah para pria itu tidak memiliki sense of conversation yang baik. Mereka
tidak pernah mampu dengan tepat dan benar menganalisis apa yang sedang terjadi,
dan merespon apa yang baru saja terjadi. Dan untuk itu mungkin aku bukan salah
satu dari stereotip pria yang baru saja kusebutkan.
Singkat cerita, perempuan itu
memberikan nomornya, dan kami berpindah interaksi melalui whatsapp. Ini terjadi
bulan mei tahun ini, saat puasa dan pandemi sudah terjadi lebih dari dua bulan.
Dan dalam tujuh bulan itu aku benar-benar masih tertarik apa cerita yang ia
simpan di kepalanya. Beberapa pria tidak mampu memberikan rasa aman pada
seorang perempuan untuk memuntahkan semua yang ada di kepalanya. Dari banyak
hal yang tidak bisa kulakukan memberikan rasa aman yang tidak banyak diberikan
para pria di luar sana adalah sesuatu yang secara gratis bisa kutebar cuma-cuma.
Singkat cerita kami bertemu di malam lebaran. Aku menemaninya yang tidak bisa
balik ke Kalimantan karena pandemi sialan.
Ia berterima kasih, karena aku
menemaninya di malam yang seharusnya menjadi malam keluarga berkumpul. Kami
baru bertemu pertama kali, dan ia menceritakan segala yang membuatku tertarik
dan penasaran. Dalam satu malam saja, dan aku harus menunggu selama tujuh
bulan. Perempuan itu empat tahun lebih muda, dan namanya sempat kujadikan judul
di beberapa postingan sebelum ini. Apa yang terjadi setelahnya adalah cerita
lain, cerita sedih akibat dari rasa penasaran dan tertarikku pada perempuan
ini. Iya, tetap selalu ada risiko. Dan aku menyesali itu, sudah kubilang selain
menunggu, penyesalan agaknya menjadi sesuatu yang sering menempel di benakku.
Jauh sebelum itu, tahun 2018 aku
bertemu seorang perempuan di sebuah coffeshop yang namanya diambil dari nama bentuk-bentuk. Sebelumnya kami saling mengikuti di twitter, dan ketertarikanku
padanya dimulai dari hal-hal yang ia bagikan di twitter dan instagramnya. Aku
perlu mencari banyak alasan untuk bisa bertemu dan membuka percakapan dengan
perempuan ini. Aku benar-benar tertarik sekaligus penasaran apa yang ada di
kepalanya, aku seperti merasakan ada objek yang hilang dan tidak berada di
tempatnya, aku melihat itu dari beberapa postingan yang ia bagikan.
Singkat cerita, kami bertemu, aku
beralasan menjadikannya responden tugas kuliah, sesungguhnya aku tidak peduli
dengan tugas-tugas itu. Aku hanya peduli apa cerita yang akan ia bagikan, yang
kemudian aku benar-benar terlena pada teduh matanya. Dan lebih dari itu, satu
jam pertama ia tidak mau menceritkan apa yang sedang terjadi di hidupnya, tentu
dengan cara-cara yang biasa aku pakai, tidak dengan paksaan, namun memberikan
ilusi rasa aman, supaya cerita berhasil dibagikan tanpa perlu takut rahasia itu
tersebar kemana-mana. Menunggu, menyesal, dan menjaga rahasia adalah keahlian
yang bisa kamu percayakan padaku. Bahkan pada setiap cerita yang mampir di
whatsappku, aku selalu menghapusnya setiap kali orang itu selesai dan
mengucapkan terima kasih karena aku ada dan mendengar ceritanya. Aku menghapus
untuk menjaga privasinya, dan aku menyimpan cerita-cerita itu di memori jangka
pendekku. Aku tidak akan mengulik lagi.
Apa yang perempuan itu ceritakan
adalah persoalan lain, aku tidak akan menceritakannya di sini. Tapi pada
pertemuan itu aku hanya mendapatkan 50% dari rasa penasaranku. Sisanya aku mendapatkannya
dua tahun kemudian. Dan kupikir jika aku tidak sabar menunggu aku akan
kehilangan cerita itu, dan rasa penasaranku akan menghancurkanku pelan-pelan. Padahal
perempuan ini sudah beberapa kali membuatku kecewa. Tapi untuk apa terus
menyimpan dendam, kalo memaafkan bisa bikin kamu tenang. Perempuan ini beberapa
kali bertanya apakah tulisanku di sini adalah tulisan yang ditunjukkan
untuknya. Sialnya aku harus menjawab tidak, meski yang ia tanyakan sebetulnya
tidak salah juga. Aku hanya tidak ingin membuatnya kentara sebelum tulisan ini
dibuat. Iya aku butuh dua tahun, untuk memasang pecahan puzzle yang tidak pada
tempatnya, dan untuk menyadari bahwa beberapa objek tidak berada pada
tempatnya.
Ketertarikan, rasa penasaran,
menunggu, menanggung penyesalan, dan menjaga rahasia adalah objek-objek yang
aku bangun untuk mengerti dan memahami orang lain. Aku sangat terganggu jika
objek-objek itu tidak berada di tempatnya. Dua perempuan tadi hanyalah contoh,
yang bisa aku ambil adalah, cerita-cerita mereka justru menguatkanku, aku
menemukan bahwa mekanisme koping dari setiap masalahku adalah dengan
mendengarkan orang lain. Sehingga aku bisa bertukar cerita dan mensyukuri apa
yang terjadi di hidupku, sekaligus menyadari bahwa ada banyak orang yang
masalah hidupnya lebih kompleks dan sebetulnya mencari tempat aman untuk
bercerita. Dan selagi aku bisa memberikan tempat aman itu, aku akan terus
melakukannya, meskipun harus sesekali menanggung penyesalan bahwa aku harus
memendam perasaanku. Supaya apa yang telah dibangun dengan rasa aman tetap
menjadi aman. Karena jelas kita sama-sama tahu bahwa membangun kepercayaan
bukan perkara mudah.
Ini harus aku tulis, selain karena sudah tepat pada waktunya. Tulisan ini juga menjadi salah satu objek atau pion dalam permainan catur sebelum novel kelima, novel terakhirku rilis. Aku juga akan menulis “people series,” aku akan secara terang-terangan menulis untuk nama-nama yang selama ini ada di hidupku. Dengan judul yang diambil dari nama orang itu, dan sebuah pertanyaan atau pernyataan untuk orang itu juga. Setidaknya ketika aku merasa tidak dicintai siapa-siapa aku bisa memberikan sesuatu untuk membuat orang merasa aman. Atau minimal aku bisa mengungkapkan perasaanku entah diketahui atau tidak.
Semarang, 14 September 2020
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar