Aku
merasa tidak pernah bisa mencapai titik dewasa dalam relationship apapun. Aku
masih merasa takut pada romantic relationship. Aku dibilang sebagai orang yang
dewasa, tapi sebetulnya pada waktu yang sama aku sangat tidak setuju dengan itu.
Aku tidak
pernah dewasa dalam perkara cinta, aku takut ketika seseorang memberikan energi
yang kuat aku tidak bisa menampungnya dan justru dibuat kewalahan yang pada
akhirnya merasa takut. Iya, ketakutan yang dirasakan semua orang: takut
kehilangan, takut tidak ideal. Kita selalu mencari takaran yang pas, namun
tidak pernah benar-benar menemukannya.
Kupikir
semua orang merasakan hal yang sama; tidak pernah dewasa dalam perkara cinta. Mungkin
karena untuk urusan ini kita tidak memiliki standar atau contoh yang nyata. Kita
selalu seperti seorang anak kecil yang haus kasih sayang, haus interaksi, haus
afeksi, haus apapun yang membuat ia nyaman. Romantic relationship somehow mendatangkan
rasa takut, namun perasaan takut itu tidak benar-benar tampak. Sialnya dia
sembunyi dengan cara yang cerdik. Hingga membuat kita terbuai. Lalai
Aku rapuh. Aku
selalu kehilangan seseorang dan sesuatu saat aku menginginkannya menjadi ideal.
At least aku merasa nyaman. Alih-alih membuat orang itu merasa aman dan nyaman,
ternyata aku terlalu berlebihan pada rasa takutku. Aku tidak benar-benar bisa
menjalaninya dengan baik. Aku hanya manusia penghamba pada teori. Orang-orang
yang datang dan memuntahkan semua isi kepalanya menganggap perkataanku benar
dan logis. Namun pada waktu yang sama aku selalu mengutuk diri sendiri, mengapa
itu semua hanya sebatas teori di kepala, yang bahkan tidak pernah berhasil
kupakai.
Aku mulai
berpikir, apakah sebenarnya tidak akan pernah ada yang ideal? Aku pernah
berkata pada seorang teman; jangan sampai pacaran membuat dunia seolah hanya
menjadi milik berdua. Aku mengatakan itu dengan penuh kesadaran. Karena ketika
seseorang merenggut duniamu sebelum ia datang, ia hanya akan jadi bom waktu
yang saat meledak ia bukan hanya membuatmu menyesal tapi juga merusak.
Aku
menemukan seseorang, yang membuatku berhati-hati mengambil langkah dan memilih
pilihan yang ada. Dan saat aku menggunakan insting kehati-hatian itu untuk
tidak terlalu buru-buru memenuhi keinginan di kepala, aku justru kehilangan
dirinya. Lagi dan lagi. Aku selalu mengarungi hubungan yang singkat bahkan
sebelum terikat. Selalu muncul pertanyaan bagaimana nanti akhirnya, bagaimana
itu akan berjalan dengan baik. Apakah itu worth it untuk dijalani. Atau apakah
itu yang benar-benar kita cari.
Aku percaya
relationship itu perkara probabilitas. Teorinya adalah jangan mengulang suatu
hubungan yang jenis dan karakternya sama dengan relationship yang kita jalani
sebelumnya. Karena akhirnya akan sama saja. Kalau kamu masih keras kepala
menjalani relationship dengan seorang yang tidak menghargai pergerakan
perempuan sama seperti seseorang pada relationship sebelumnya aku bahkan sudah
paham bagaimana endingnya. Atau let say kita bilang kamu adalah penghamba
pria-pria berseragam, dan tiga kali gagal menjalani hubungan, lalu yang keempat
kalinya kamu masih keras kepala menjalaninya lagi. Tidakkah kamu berpikir?
Mungkin caramu yang salah? Mungkin kamu terlalu keras kepala? Intinya aku
selalu percaya jika orang itu memang jodohmu semua akan dimudahkan, semua. Kamu
tidak akan dirumitkan.
Aku selalu
menyesali, mengapa banyak orang tidak pernah ingin belajar dari apa yang mereka
alami. Tidak ada yang esa dalam romantic relationship. Selalu ada dosa besar
yang tidak boleh dilakukan, bagiku selingkuh adalah salah satu dosa besar itu. Dan
kalau kamu memafkan dosa sebesar itu, artinya hubunganmu ada di lautan dengan
ombak besar, alih-alih kamu bisa mengalahkan ombak itu kamu justru mati karena
tidak ada tempat berlindung dan seorang pelindung.
Kamu tidak merasa aman, karena tidak pernah terbebas dari pikiran bahwa dosa
besar itu tidak akan dilakukan. Tidak ada yang esa. Kalau romantic relationship
diibaratkan sebuah perahu kayu. Kamu selalu punya pilihan ketika perahu itu
rusak dan tenggelam. Bukan justru terus mengendarainya dengan menambalnya terus
menerus. Perahu kayu tetap perahu kaya, yang rusak tetap akan rusak juga.
Karena dia sudah kehilangan bentuk aslinya.
Atau
barangkali pada titik ini kamu merasa hubunganmu hanya sebatas transaksional
saja, segalanya berhubungan dengan angka lalu kamu bilang itu relationship.
Kalau begitu dimana letak perasaan cinta di antara segala yang kamu sebut
realistis itu? Aku bisa bilang transaksional adalah sesuatu yang buruk. Tidak
baik. Tapi aku tidak bisa memaksakan value hidupku dan value hidupmu. Mungkin
dengan hubungan transaksional itu kamu merasa aman. Tapi mau sampai kapan?
Atau kamu
kembali pada seseorang yang melakukan dosa besar itu, karena kamu tidak tega,
atau karena kamu berpikir hubungan ini sudah lama dan kamu merasa akan
buang-buang waktu ketika akhirnya benar-benar putus di tengah jalan. Ketika aku
membayangkan ada di posisi itu, aku selalu berpikir mungkin aku butuh belajar
satu hal dari waktu yang lama itu. Bukan justru mengorbankannya lagi untuk
sesuatu yang sebetulnya sia-sia. Atau jangan-jangan tidak semua orang yang
pacaran benar-benar saling jatuh cinta, mungkin di antara mereka ada yang takut
kesepian atau sendirian. Atau hanya memenuhi gengsi belaka. Waktu tidak pernah
ramah, ia tidak menunggumu. Ia punya orbitnya sendiri, dan ia sama sekali tidak
ingin orbitmu yang tidak sempurna itu merusak orbitnya, orbit yang dipakai
jutaan orang.
Irma sedang
tidak baik-baik saja; dan aku memahami itu. Itu kenapa dengan segala ketakutan
yang tidak pernah sempat benar-benar kuceritakan, akhirnya aku harus menerima
risiko yang sebelumnya pernah aku alami. Cerita itu tidak akan pernah muncul,
dan segala ketakutan tetap menjadi ketakutan yang merusak. Irma sedang tidak baik-baik
saja; aku memahami itu sejak pertemuan kami pertama kalinya. Aku masih tertawa
saat mengingat itu, aku butuh satu tahun untuk berada di depannya, mendengarkan
ceritanya, menceritakan segala yang pernah menimpaku. Irma sedang tidak
baik-baik saja, jauh dilubuk hatinya. Jauh dilubuk hatiku, aku tidak ingin
membuatnya semakin tidak baik-baik saja. Mungkin itu takdirnya; cerita singkat
yang lain.
Akhirnya
aku harus menuliskan ini. Mungkin segalanya memang sudah tepat pada jalannya. Tapi
jangan menganggapku tidak ada. Aku bukan orang jahat seperti pria lain yang
sempat kamu ceritakan. Aku hanya seorang yang terlalu takut, dan membutuhkan
seseorang untuk membebaskanku dari perasaan itu. Aku benar-benar mendengarkan
kata hatiku sendiri untuk menulis ini, tidak dalam paksaan orang lain, tidak
dalam pengaruh orang lain yang kadang tidak benar-benar mengerti apa yang sedang
kita jalani.
Aku
belajar, bahwa dalam segala yang terjadi di antara kita, aku hanya mengingat
kebahagian dan senyum dari wajahmu. Aku akan selalu mengingat kenangan-kenangan
baik itu, dan terima kasih kamu hanya menyisipkan perasaan dan
kenangan-kenangan baik. Aku jatuh cinta pada caramu berdiri kuat dari segala
masalah yang pernah menimpamu. Aku belajar dari itu. Dan semoga kamu membaca
ini. Kita tidak ideal tapi bukan berarti kita tidak bisa saling mengenal.
Semarang,
10 Agustus 2020
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar