Barangkali kita merasa orang lain
tidak pernah peka bahwa kita sedang tidak baik-baik saja. Tapi jangan jadi
alpa, kita juga sering lupa bahwa orang lain mungkin juga merasakan apa yang
sedang kita rasa; sedang tidak baik-baik saja. Justru dalam keadaan paling
terpuruk, kita seringkali tidak ingin mengerti dan memahami orang lain. Kita
bukan hanya tidak peduli pada sesama saat sedang baik-baik saja, bahkan juga
dalam keadaan sedang tidak baik.
Bayangkan seseorang mengirimkan
sebuah pesan di ponselmu dan mengaku akan mengakhiri hidupnya dalam dua tahun
jika ia masih tidak menemukan seseorang yang baik. Sosok yang akan menuntunnya
dan menjadi pengantar setiap hidup dan tidurnya. Dan tiba-tiba kamu merasa
seseorang itu menginginkan dirimu, karena orang itu menganggap kamu adalah
sosok ideal yang ia maksud.
Bagaimana tentang beban yang
tiba-tiba menimpamu jika kamu mengatakan hal jujur bahwa kamu sedang tidak
tertarik bahkan sama sekali tidak memikirkan relationship apapun. Ia
menginginkan kamu menjadi apa yang ingin dia mau. Sedang kamu sedang terus
berusaha untuk mencintai dirimu terlebih
dahulu sebelum kuat mencintai yang lain.
Orang seringkali lupa, bahwa kita akan
mendapatkan sesuatu jika kita memberikan sesuatu. Jadilah baik untuk
mendapatkan apa yang baik untukmu. Jangan menyebut orang lain jahat jika ia
dalam kalimatnya menyiratkan penolakan, karena mereka juga manusia, punya
segala jenis masalah yang sedang mereka usahakan untuk cepat berlalu dan
selesai. Di dunia ini kesedihan bukan hanya milikmu seorang. Kesedihan
menghancurkan semua orang.
Value hidupmu mengantarkan kamu ke
sebuah realitas, kadang memang tidak ideal menurutmu, yaa mungkin karena kamu
belum pantas mendapatkannya, karena kamu tidak menjadi ideal untuk diri
sendiri. Jika kamu menginginkan sosok yang baik, tangguh, dan mengerti
keadaanmu seutuhnya, barangkali kamu juga harus seperti itu lalu kamu baru bisa
mendapatkannya. Bukan menjadi arogan untuk mendapatkan semua tanpa melihat
value diri sendiri, tanpa memberi kebaikan. Jika tiap hari yang kau tebar
hanyalah kesedihan-kesedihan yang sama dan ketakutan-ketakutan yang sebenarnya tidak
nyata karena pasti bisa kamu lalui, aku harus bilang kamu hanya akan mendapatkan sosok yang setipe dengan
keadaan dirimu yang sekarang. Tuhan baik, tapi tidak bodoh.
Lalu aku berpikir, tidakkah seorang
manusia mampu berbuat baik tanpa berharap apapun? Ia hanya berbuat baik saja.
Ia tidak egois, karena aku masih sangat setuju bahwa segala kebaikan itu sifatnya
egois, kita selalu mengharapkan balasan, atau paling tidak kita merasa senang
melakukan itu. Tidak perlu ada yang dirugikan kalau semua bisa beriringan dan
saling melihat, mengingatkan jika salah satu dari kita keluar jalur dari apa
yang kita sendiri yakini.
Kita punya mekanisme koping
masing-masing, pernahkah kita berpikir bahwa cara kita menyembuhkan luka akan
makin cepat ketika kita sama-sama memperhatikan satu sama lain? Tentu tanpa
berniat menghakimi, yang perlu kita pahami pertama adalah mengapa seseorang
sampai perlu menyembuhkan dirinya, alasan apa yang membuatnya ada di titik itu.
Jika alasan mereka sama, mungkin kita bisa saling berbagi cara untuk sembuh
lebih cepat. Dan jika alasan yang membentuk kesakitan dan luka itu sama sekali
berbeda, paling tidak kita ada di sampingnya, sekadar untuk mendengar, atau
sampai memberi saran jika diminta.
Selain menyadari bahwa hidup ada
baiknya dijalani sekaligus dinikmati dan tentu tidak lupa disyukuri. Tapi ada
hal lain yang perlu kita sadari, bahwa setiap hari dalam hidup adalah arena
berjuang sekali lagi, tanpa henti, terus menerus. Ada yang hari ini melewati
rintangan lebih berat dua kali lipat dari hari kemarin. Ada yang berhasil
melaluinya dengan baik karena punya startegi dan kecerdasan karena ia selalu
belajar dari yang sebelumnya ia alami. Ada yang masih keras kepala tidak pernah
ingin belajar dan selalu mengeluh atas rintangan yang ada dan menyalahkan
ketidak-pekaan orang lain karena ia tidak dibantu dan ditolong.
Padahal kalau kita yakin dan percaya
pada kemampuan diri sendiri, kita tidak akan sampai menyalahkan orang lain,
menyebut orang lain jahat, bahkan mungkin tidak ada waktu untuk berkeluh pada
apa yang terjadi, karena kita sendiri yakin, segala rintangan hanyalah pion
dari permainan catur. Ringan tapi punya pengaruh jika kita mau memahami bahwa
pion-pion itu adalah pembuka dari segala yang besar, segala yang kuat.
Kesakitan yang kamu alami sekarang,
barangkali orang lain juga merasakannya. Jangan berulah apapun sebelum
sama-sama kita bisa menyembuhkannya. Kesedihan yang mendalam memang akan sulit
kita lewati, namun sulit bukan berarti tidak bisa. Kita bisa jadi bom waktu
atau jadi bunga yang mekar di taman-taman. Jika kesakitan, luka, dan kesedihan
itu menjadi bom waktu, saat ia meledak yang dirugikan bukan hanya kamu, tapi
orang-orang di sekitarmu, orang-orang terdekatmu. Jika kesedihan, luka, dan
kesedihan mampu kamu pahami sebagai bahan belajar dan merenung, bahwa memang
seperti itulah realita hidup; harus belajar terus menerus, mengenal diri
sendiri, apa yang diinginkan dan dibutuhkan. Apa yang baik, apa yang buruk, apa
yang tidak, apa yang iya.
Kita adalah pilot bagi tubuh, pikiran, dan jiwa kita sendiri. Kalau kamu pikir tidak ada penumpang dan kamu hanya satu-satunya, aku harus bilang kamu salah besar. Tubuhmu dibentuk oleh kedua orang tuamu, pikiranmu penuh orang-orang, yang membuatmu belajar menjadi seperti sekarang, jiwamu tentu terbentuk dari segala pengalaman baik dan buruk. Kita tidak berdiri sendiri, selalu ada orang lain, namun kendali penuh tetap menjadi keputusanmu.
Pilihannya ada dua mau terjerumus atau membuat rumus bagaimana seharusnya
hidup berjalan dengan baik. Dan merespon segala hal-hal yang baik tanpa perlu
reaktif atau emosi. Segala hal baik itu pasti, jahat itu selalu relaitf; karena
kejahatan bisa dihapuskan dengan kebaikan-kebaikan. Kejahatan tidak pernah bisa
menghapus hal-hal baik. Meski kita rentan dan rapuh, kita tetap tidak bodoh. Kita
selalu mengingat hal-hal baik, dan memaafkan segala yang jahat. Karena
memaafkan adalah hal baik yang paling mudah dilakukan jika kita mengerti
bagaimana mengendalikan diri.
Aku punya kebiasaan untuk membaca
ulang pesan-pesan, pesan-pesan baik, pesan-pesan buruk. Akan aku ingat dalam
memoriku, sebelum semuanya aku hapus, lalu hilang dari memori ponselku. Jangan
lupa bahwa otakmu adalah tempat penyimpanan paling baik, paling besar dan utuh.
Jangan hanya ponsel yang kamu penuhi dengan memori, ada baiknya pikiranmu juga.
Ingat, tiap hari adalah wahana
permainan baru, yang kita butuhkan sebetulnya sederhana, menjalaninya,
menikmatinya, bersyukur atas segala yang terjadi; baik dan buruk. Lalu belajar
dari apa yang telah terjadi, untuk menghadapi wahana-wahana baru lainnya. Hidup
hanya tentang bagaimana kita memahami, merespon, dan bertindak. Sisanya biarkan
alam semesta bekerja, biarkan Tuhan mengambil perannya. Semua tepat pada
waktunya, semua tepat pada tempatnya. Tidak kurang, tidak lebih. Tepat.
Semarang, 17 Agustus 2020
Merdekakan dirimu dari segala belenggu.
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar