Sebelum
kamu membaca inti dari kisah ini, aku ingin memberi tahu; ini adalah sebuah
cerita pendek tentang cerita yang sangat pendek. Apa yang ada dibenakmu saat
aku bilang, aku sedang tertarik pada seorang perempuan yang akhir-akhir ini
sejak dua bulan lalu, menghantuiku. Iya, aku bahkan tak mampu meyakini bahwa
ini adalah bagian dari perasaan jatuh cinta. Kenapa? Karena aku percaya sebelum
kita berpijak pada satu konsep yang kita kenal dengan cinta, kita selalu harus
melewati tiga fase.
Fase
pertama; mengenal. Karena seperti seorang penulis yang melakukan riset sebelum
memulai menulis, aku, kamu, kita semua agaknya selalu perlu untuk mengenal
siapa dia yang membuat pikiran kita jauh tersita, membuat kita jatuh pada pandangan
pertama, tertarik di awal. Fase ini sudah aku lewati, dan tulisan yang sedang
kamu baca adalah pentup fase pertama. Aku tidak betul-betul mengenalnya, hanya
beberapa omongan dari teman sekelas atau sosial medianya, dan untuk itu aku
butuh fase kedua.
Fase
kedua: pekenalan, perkenalan adalah fase di mana obrolan di antara dua manusia
mulai terjalin. Pria percaya pada jatuh cinta pada pandangan pertama. Wanita? Kukira
tidak, mereka adalah nyawa yang spesifik perlu dirumuskan. Tapi, aku percaya,
pada obrolan pertama wanita bisa saja mulai tertarik atau bahkan jatuh cinta.
Aku belum memulai fase ini, dan mungkin kamu bisa menebak bahwa tulisan ini
adalah pembuka fase keduaku, sebelum aku berani untuk masuk pada fase
selanjutnya, fase ketiga.
Fase
ketiga; fase ketika kita sama-sama harus memutuskan, menerjemahkan arah relasi,
arah hubungan pada seorang yang membuat kita tertarik. Apakah hanya akn menjadi
sebatas teman, rekan kerja, atau mungkin bisa menjadi sepasang kekasih. Fase
ketiga memang sedikit rumit, karena keduanya harus sama-sama yakin untuk
merumuskan mau dibawa ke mana arah hubungan. Tidak akan sama-sama bertemu, jika
keduanya berbeda dalam menerjemahkan.
Lalu,
ada di mana kamu sekarang? Apakah kamu sudah berani memulai? Aku sendiri sudah
selalu hampir ingin memulai, ketika aku melihat wanita ini ada di sudut-sudut
kampus, aku bahkan pernah sekali menyapanya. Uniknya aku tak pernah melihat
langsung wajahnya. Di hari pertama aku melihatnya, aku hanya melihat dia duduk
merunduk menggunakan celana panjang putih dan baju berbunga merah muda.
Instingku saat itu berbicara, “That’s my love.” Aku mengejarnya, karena ketika
mengejar kita tahu kapan harus berhenti, dan kenapa harus tetap mengejar. Aku
tidak ingin dikejar, karena aku tak pernah tahu kapan harus berhenti.
Aku
perlu menunggu seminggu lamanya untuk bisa melihatnya lagi, kita seringkali
berpapasan, namun tetap saja, aku belum berani memulai obrolan, karena aku
belum mengenal betul wanita ini. Sampai suatu ketika, aku benar-benar
melihatnya duduk sendirian, aku hanya mampu melihatnya dari kejauhan, seolah
detik itu juga perasaan ragu membuat tubuhku beku. Aku selalu berpikir, apakah
orang sepertiku layak dicintai, atau layak mencintai?
Pernahkah
kau melihat seseorang dan berpikir seketika untuk bisa hidup dan menjaling
hubungan dengannya? Ini sedikit rumit untuk dijelaskan, namun tuhan menciptakan
manusia dengan pikiran juga insting. Aku memutuskan menulis ini, setelah sekian
lama berpikir matang-matang, semoga ia membacanya, semoga ia tergerak membalas
ini. Paling tidak aku telah melakukan sesuatu yang berarti buatku. Bukankah itu
makna cinta? Ketika kita bergerak untuk sesuatu.
Lalu
aku selalu yakin, pada seseorang yang membuatku jatuh hati, ketika orang itu
masuk ke dalam mimpiku. Aku percaya, mimpi adalah ruang yang netral. Di sana,
semua kemungkinan bisa terjadi, yang kita inginkan atau bahkan tidak kita
inginkan. Artinya, aku ingin mengunjungi mimpimu, Ev. Izinkan aku berada di
sana meski hanya sedetik. Biarlah aku menunjukkan perasaan yang entah tentang
apa ini. Aku pun bingung menerjemahkannya, maka bantu aku.
Kalau
kamu berpikir, lagi-lagi aku menulis sebuah cerita nyata, kali ini harus
kubilang kau 100% benar. Kalau kau bilang ini adalah pilihan yang berisiko, itu
juga benar. Karena bisa saja tulisan ini akan terabaikan, atau bahkan tidak
dibaca. Tapi, apa salahnya mengambil risiko?
Namanya
Eva, perempuan yang bahkan belum pernah kulihat wajahnya, belum pernah kudengar
suaranya, belum pernah kuselami cara berpikirnya, belum pernah bertanya tentang
apa makna hidup baginya. Dan segala ketidak-pernahan lainnya. Kali ini aku
sangat yakin dengan gejolak yang muncul dari dalam. Lalu ketika gejolak itu
muncul, adakah yang bisa menggantikan gejolak itu?
Aku
belum ingin memulai fase kedua, sebelum Eva mengenalku. Ada baiknya perkenalan
dimulai ketika keduanya paling tidak tahu sama tahu. Dan sama-sama percaya
bahwa semua kemungkinan itu pasti ada, kemungkinan yang membawa kita dari A
sampai ke Z. Kemungkinan yang meruntuhkan sekat-sekat yang menghalangi, bahwa
cinta selayaknya perlu dicaritahu, diterjemahkan, lalu diperjuangkan. Aku ingin
istirahat, Eva. Bangunkan aku ketika kamu menyadarinya.
-----
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar