Tigapuluh
sembilan hari tanpamu, aku mulai terbiasa merasakan ketidakmungkinan yang
membentang diantara kita, aku menikmatinya sekaligus tersakiti oleh sekat yang
terlalu tinggi kau bangun. Rasa sakit itu sedikit membuatku takut. Tapi, jauh
lebih menyakitkan jika aku tak tersakiti olehmu. Ada satu perempuan yang masih
terngiang di otakku hingga kini, entah sampai kapan akan hilang, Dia yang
menjadi budak rutinitas dan agaknya mengaku bosan dengan apa yang dia lakukan
setiap hari.
Sore
itu dia seperti pencuri bagiku, berbicara dengan nada yang semangat namun
lembut lalu pergi, meninggalkan bekas yang teramat dalam, tak bisa ku tinggal
barang sedetik. Aku yakin pertemua di kafé itu bisa terjadi karena kami saling
menghargai, karena jika tidak pertemuan itu akan terasa hambar dan aku akan menyesal karena telah menghabiskan enam jam hanya untuk berbicara dan menikmati
kopi sembari menahan rasa pahitnya. Semua orang pasti sangat paham cara
mencintai, karena rahmat itu menyertai setiap manusia dari mereka lahir ke
dunia. Sama dengan perempuan itu, aku menemukan cahaya yang tidak ku temukan
pada perempuan lain. Aku terlahir lagi secara emosional setelah pertemuan itu,
dan aku masih menunggu pertemuan itu datang lagi.
Aku
ingin membalas apa yang telah dia berikan padaku, aku berpikir bahwa
kedatanganku di kafe itu bukanlah sebuah kebetulan, pertemuan itu pasti sudah
terencana oleh kami jauh sebelum raga kami benar-benar bertemu. Namun, aku tak
yakin dia akan kembali seperti pertemuan kami sore itu. Meskipun aku tak
mempersoalkannya lagi, bagiku cukuplah rasa cintaku padanya menggema dalam
anganku. Aku tak berharap apapun dari rasa cintaku, sama sekali. Kubiarkan
hatiku hanyut dalam arus kehidupan yang terasa terbalik, aku ingin mengulangi
sore itu. Aku bingung.
Dia
perempuan, seorang Independent, mestinya dia paham bahwa tujuan utama hidup
adalah memahami makna cinta yang utuh, Untuk membangkitkan cinta kita butuh
kehadiran orang lain sebagai objek atau bahkan subjek nyata. Dia bilang bahwa
dia sudah bosan berada disini, anehnya aku sama sekali tak memahami maksud
perkataannya.
Aku
hanya ingin percaya bahwa aku memang benar-benar sedang jatuh cinta, rasanya
sulit mengakui hal itu, selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun menyangkal
cinta, hasilnya justru sangat berlawanan dan malah menyakitiku. Aku telah membiarkan
diriku terpesona oleh perempuan yang
menanggapiku sedikit berbeda, melihatku dari sisi yang tak pernah dilihat orang
lain. Aku bisa kehilangan dia tanpa perlu menyalahkan diri sendiri karena
terlalu jujur mengungkapkan perasaan yang bahkan dia ketahui sendiri. Dan kalau
benar aku kehilangan dia. Setidaknya aku telah memperoleh satu hari yang sangat
bahagia dan terasa ambigu dalam hidupku.
Dalam
cinta, harusnya kita bertanggung jawab atas perasaan kita sendiri, dan tidak
bisa menyalahkan orang lain bahkan orang yang kita cintai atas apa yang kita
rasakan.
Aku
bukanlah tubuh tanpa cinta, cintaku tak kasat mata, belakangan ini aku
menyadari bahwa cinta adalah super power. Sudah sangat lama aku tidak jatuh
cinta, sudah sangat lama aku berpura-pura jatuh cinta, sudah sangat lama aku
tidak berpikir soal cinta, aku merasa cinta telah melarikan diri dari tubuh dan
jiwaku, aku merasa tak pernah disambut hangat oleh si super power yang
menggetarkan jiwa banyak orang. Tapi, kalau aku tidak berpikir soal cinta, selamanya
aku akan hidup tanpa cinta, kosong. Tanpa akar, tanpa pangkal.
Percayalah
akulah yang pertama dan terakhir, yang mencintaimu dalam diam, mencintaimu
tanpa mengharapkan apapun balasan. Aku mencintaimu tanpa jatuh cinta,
merinduimu tanpa pertemuan, mengharapkanmu tanpa belas kasihan, aku memilikimu
tanpa kau miliki.. Sudah lama sekali aku tak menatapmu atau bahkan kau yang
sudah lama tak menatapku. Aku masih bisa menatapmu dari kejauhan, mendengar
suaramu dari bilik handphone, mengenang pertemuan kita di kafe itu dengan
mendatanginya dan duduk ditempat yang kau dudukki sore itu.
Untukmu yang tak
memikirkanku..
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar