Ibuku
masih saja sibuk dengan urusan dapurnya. Memasak untuk keperluan pagi ini, ayah
& kak Dani masih belum bangun juga hingga sekarang. Dingin pagi ini masih
terjaga sejak hujan mengguyur tadi malam, Jangan Tanya “aku sedang apa”. Tentunya
aku sedang ada di depan komputer, mengotak-atik segalanya, maklum cita-cita
untuk jadi ahli komputer belum pernah hilang hingga sekarang, di keluargaku
tidak ada yang punya passion di dunia komputer, tentunya hanya aku.
Bunyi
“Klik” pada mouse, selalu jadi suara yang menemaniku hingga malam, kak Dani
selalu meremehkan cita-citaku, kata kak Dani “hanya orang-orang gila yang betah
terus-terusan di depan komputer”. Yang pasti aku bukan orang gila, aku hanya
seorang wanita berusia 19 tahun, cantik, berkarisma, yang punya bakat di bidang
komputer, tidak seperti kak Dani. Cita-citanya jadi seorang astronot, padahal
dia sekarang masih kuliah jurusan Hubungan Internasional. Memnagnya ada kaitan
antara HI dan Astronot?, hahaha.. sesungguhnya kak Dani lah yang lebih gila.
Guruku
disekolah juga selalu memujiku. Ya, walaupun hanya guru komputerku yang sering
memujiku karena nilai komputerku yang tidak pernah dibawah 9.
“Ya
tuhan, Rika! Dari subuh sampai sekarang kamu masih didepan komputermu itu?”
“Hehehe,
iya bu ini lagi asik otak-atik komputer”
“Ini
makannya sudah jadi, mau makan dimana?”
“Meja
makan saja bu, tunggu ayah dan Kak Dani bangun”
Seminggu
lagi pengumuman tes seleksi tempatku melamar pekerjaan. Tentunya sebagai ahli
komputer. Cita-citaku sebentar lagi tercapai, tidak seperti kak Dani si astonot
gila itu. Akhirnya kak Dani dan Ayah bangun, langsung menuju meja makan setelah
mencuci kaki, tangan dan membasuh muka.
“Asik,
Rika tambah jelek ya sekarang” kak Dani duduk tepat didepanku
“Asik,
kak Dani pasti mimpi terbang ke luar angkasa ya?’ hinaku gantian.
“Jam
berapa kamu tidur tadi malam rik?” Tanya ayah.
“Jam
12 yah,”
“Ya,
tuhan mau sampai kapan kamu begadang dengan komputermu itu?” Tanya ayah
memelas.
“Iya,
sejak kelas 1 SMP kamu selalu asik dengan komputermu” Tanya ibu setelah meberikan
nasi di piring ayah dan kak Dani.
“Kamu ingat? Baru
setahun yang lalu kamu hampir saja meninggal karena Angina Pectoris yang kamu idap?” kak Dani membalas.
“Kamu selalu kurang istirahat, olahraga jarang,tidur
juga tidak pernah lebih dari 5 jam.” Ayah menambahi nasehat dari kak Dani.
Sampai sarapan selesai aku, hanya mendengarkan
nasehat-nasehat itu. Katanya penyakit Angina Pectoris itu gejala jantung
koroner, juga bisa menyebabkan kematian, gejalanya seperti masuk angin biasa.
Tapi sampai sekarang pun aku masih baik-baik saja. Ayah, ibu, kak Dani terlalu menganggapnya
serius.
Hari ini, sejak 1 jam yang lalu aku masih menunggu pengumuman
seleksi tes , pihak perusahaan akan menghubungi lewat telepon siapa saja yang
dapat diterima. Aku ditemani ibu, cemas
menunggu hasilnya didepan komputer, suara klik dari mouse sedikit mengganggu
ibu.
Tiba-tiba Jantungku berdebar kencang, kata ibu
wajahku kebiruan, aku merasakan mual & pusing yang tidak seperti biasanya,
badanku dingin, dadaku sesak, 5 menit aku merasakannya. Ada telepon dari pihak
perusahaan itu. Belum sempat aku mengankat telepon, tubuhku jatuh terkulai di
lantai ketika aku akan berdiri dari tempat dudukku. Ibu berteriak risau, ibu
mengangkat telepon itu, ibu bilang aku diterima, aku tersenyum kabar baik
bagiku tapi mataku sudah tidak jelas melihat ibu.
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar