Cerita
ini diadaptasi dari #30HariBercerita yang pernah ada di Instagram @Zahidpaningrome
----
Minggu
pagi, car free day di pusat kota digemparkan oleh teriakan ibu-ibu yang melihat
seorang wanita mati dengan leher tergorok di dalam sebuah taksi. Taksi
ditinggalkan pengemudinya. Tak ada yang mengetahui sebab kejadian itu. Sepuluh
menit kemudian polisi kota menyisir lokasi dan memasang garis polisi
disekitarnya.
"Ini
kasus besar, kita butuh Detektif Tora," kata seorang polisi pada rekannya.
"Dia
sedang di luar kota."
"Beritahu
dia, Detektif Tora pasti tertarik mendengar kasus ini."
----
"Namanya
Milana Larasati, umur 25. Pendatang dari Bandung," kata seorang polisi.
"Apa
yang menarik, sehingga saya harus mengambil kasus ini," tanya Detektif
Tora.
"Dia
punya bukti yang selama ini anda cari, soal kematian Wali Kota... Kasus anda
yang belum selesai," polisi itu memberikan setumpuk berkas.
"Apa
ini?" tanya Detektif Tora, memegang selembar kertas.
"Transkrip
percakapan antara pembunuh dan seorang pejabat daerah."
"Oke...
Siapkan tim. Temui saya di TKP. Bawakan saya rekaman aslinya," perintah
Detektif Tora setelah membaca berkas cukup lama.
----
Detektif
Tora mengamati taksi yang masih dikelilingi garis polisi. Lalu, matanya tertuju
pada beberapa CCTV yang terpasang di kantor-kantor di sekitar TKP. "Bawakan
saya semua rekaman CCTV yang mengarah ke jalanan," perintah Detektif Tora
pada seorang agent.
Satu
notifikasi masuk di ponsel Detektif Tora, sebuah rekaman suara. Buru-buru
Detektif Tora mengambil earphone dari saku celananya, memasang pada ponselnya
lalu mendengar rekaman itu.
Matanya
terpejam, Detektif Tora mengernyitkan dahi, merasa familiar dengan suara yang
didengarnya. Suara itu mengingatkan pada satu sosok yang dia kenal.
----
Detektif
Tora masuk ke dalam taksi itu. Mencoba menganalisa gambaran yang terjadi.
Beberapa menit setelahnya, Detektif Tora melihat identitas sopir di atas
dashboard, lalu mengambilnya.
"Antarkan
saya ke alamat ini," kata Detektif Tora pada seorang agent setelah keluar
dari taksi.
Earphone
masih terpasang di telinganya. Rekaman itu terus diulang, semakin lama
mendengar, Detektif Tora semakin mantap bahwa dirinya mengenal orang dibalik
rekaman itu. Dari empat rekaman CCTV, terlihat seorang pria yang wajahnya
tertutup topi hitam membunuh Milana dengan pisau lipat. Pria itu memakai bomber
hitam dengan sebuah logo di lengan kanan.
----
CCTV
juga melihatkan seorang Ibu penyapu jalan yang berada tak jauh dari tempat
taksi berhenti. Penyapu jalan yang bekerja dua kali lebih keras namun gaji tak
cukup karena kebijakan Wali Kota yang menurunkan pendapatan mereka. Detektif
Tora tak mendapatkan apa-apa saat berkunjung ke rumah sopir taksi. Sopir itu
sudah sejak satu bulan tak bekerja di perusahaan taksi biru. Detektif Tora
tetap mencatat nama sopir di daftar kemungkinan pembunuh.
Hampir
seharian Detektif Tora berada di jalanan. Saat malam tiba, dia memutuskan untuk
berkunjung ke rumah seorang terduga yang berada dibalik rekaman pembunuhan
mantan Wali Kota. Rumah itu dijaga ketat. Sebuah rumah bergaya arsitektur
Belanda.
"Bapak
ada? Saya mau bertemu beliau," tanya Detekif Tora pada seorang penjaga. Detektif
Tora menunggu prosedur pertemuan di rumah itu. Lalu penjaga menyilakannya masuk
setelah beberapa menit. Pintu ruangan menjulang tinggi, Detektif Tora berjalan
menghampiri seseorang yang sedang duduk di kursi kerja.
Orang
itu masih memakai setelan jas rapi dengan dasi berwarna merah dan sebuah pin
bergambar Logo Kota di dada sebelah kiri.
----
Detektif
Tora hanya sedikit berbasa-basi. Menanyai kabar dan kesibukkan. Lagipula,
Detektif Tora telah menyadari bahwa Wali Kota telah mengetahui maksud
kedatangannya di Balai Kota. "Sejak kapan seorang walikota terlibat kasus
kriminalitas, membunuh wakil sendiri untuk naik jabatan. Serius? Hanya segitu
harga dirimu?" tanya Detektif Tora.
"Why
not? Uang bisa membeli apapun, bahkan kekuasaan. Rekaman itu tak punya pengaruh
apa-apa, Detektif. Kau bisa menguasai polisi dan media dengan satu
tangan," ujar wali kota, membalas penuh ketenangan.
"Mari
kita buktikan siapa yang akan menghabiskan hidup di penjara," Detektif
Tora memperlihatkan alat perekam dari saku bajunya, tersenyum menantang, lalu
pergi. Wali Kota itu menggigit keras bibirnya, mengetahui bahwa percakapan
telah direkam, tangannya mengepal, memukul meja.
"Kau
punya tamu. Atasi detektif itu. Jangan tinggalkan jejak," perintah Wali
Kota pada seseorang di ujung telepon.
----
Suara
ambulans terdengar nyaring melintasi jalanan kota. Di dalamnya Detektif Tora
tak sadarkan diri. Kepalanya dipukul menggunakan benda tumpul setelah kaca
mobilnya dipecahkan. Rekaman itu hilang dari saku bajunya. Orang yang sama,
yang membunuh Milana menjadi aktor dibalik kejadian itu. Seorang pria
mendampingi Detektif Tora saat sampai di rumah sakit, duduk di samping ranjang,
cemas memegang tangannya.
"Sudah
kubilang jangan main-main dengan pejabat kota. Kita ini korban dari Wali Kota
yang sibuk pencitraan. Hal-hal indah di kota ini hanya sebatas luarnya
saja."
"Kamu
masih terlihat manis meskipun sedang marah," Detektif Tora masih
terbaring.
"Aku
tidak sedang bercanda."
"Masih
ada satu hal indah, dari luar ataupun dalam...Hal indah itu kamu," ujar
Detektif Tora, tersenyum. Pria itu memegang tangan Detektif Tora, mencium
keningnya lalu memeluk penuh kehangatan.
----
Detektif
Tora memaksa meninggalkan rumah sakit dalam keadaan belum pulih. Dia hendak
menemui seorang kenalan di pinggiran kota. Seorang anak muda yang punya dendam
pada wali kota. Dia sempat membeberkan korupsi yang melibatkan hampir seluruh
pejabat di kota ini. Dari tangan anak muda ini dinasti kota hampir runtuh,
hancur lebur. Sampai akhirnya, ancaman mulai datang dan mengganggu hidupnya,
yang membuat anak ini membungkam diri hingga kini.
"Kamu
harus membantuku," Detektif Tora memohon.
"Untuk
apa? Percuma! Aku pernah merasakan dampak yang tak mengenakan."
"Itu
karena kamu nekat melawan sendiri," Detektif Tora mencoba meyakinkan.
"Oke...
Tapi dengan satu syarat," kata anak itu setelah terdiam cukup lama.
"Apa?"
"Bunuh
aku setelah semuanya terbongkar. Aku ingin menyusul mereka yang mati karena
perbuatan wali kota itu."
----
Detektif
Tora kembali mendatangi TKP bersama pemuda itu. Mereka melakukan olah TKP.
Skenario Pembunuhan Milana sama persis dengan skenario yang dipakai untuk
membunuh mantan Wali Kota. Pelakunya menggunakan taksi sebagai tempat
pembunuhan, lalu meninggalkannya di depan kantor pemerintahan. Pelaku juga
menggorok leher mantan Wali Kota dengan pisau yang sama.
"Dulu
taksi terparkir di depan Balai Kota, sekarang di depan Kantor Gubernur. Pasti
ada hubungannya," ujar Detektif Tora.
"Mungkin
saja pelakunya ingin mengirimkan pesan siapa korban berikutnya."
"Untuk
apa? Seharusnya dia bermain bersih."
"Tidak
semua penjahat benar-benar jahat. Ada penjahat yang terpaksa melakukan
kejahatan demi sesuatu yang lain. Pembunuh ini sedang mengirimkan pesan pada
orang-orang sepertimu," jelas pemuda itu pada Detekif Tora.
"Aku
setuju... Tapi pesan macam apa?"
"Mungkin
dia sekaligus ingin membongkar siapa yang menyewanya untuk membunuh."
Mendengar
itu intuisi Detektif Tora menguat. Dia menyadari ada satu orang yang perlu ia
temui setelah ini.
----
Langit
masih pekat. Sama seperti kemarin, hari ini hujan turun. Malam ini tak seorang
pun memedulikannya. Detektif Tora mengendarai skutik membelah hujan di jalanan
kota. Ada bintang berkelip di langit timur, suaranya berdenting bening.
Detektif
Tora melihat awan tebal yang menggulung di langit kota. Titik di kaki langit
itu pelan-pelan mendekat dan menjelma menjadi sebuah kapal. Makin lama makin besar.
Seperti seekor paus, badan kapal itu sepenuhnya hitam. Lalu berkilat dan
terhempas angin.
Bulan
yang kuning gelap itu sedikit pudar dengan bopeng kehitaman, menjadikannya
tampak kurang cantik. Tak ada bulan malam ini, Detektif Tora hanya membayangkan.
Gubernur menantinya, Detektif Tora sudah membuat janji untuk bertemu.
----
"Jadi,
apa yang bisa saya bantu, Detektif?" Pak Gubernur duduk santai menjamu
Detektif Tora.
"Anda
perlu menjaga jarak, pembunuh Milana mengincar anda sebagai korban
berikutnya."
"Ohiya?
Seyakin apa, Detektif?"
"Saya
dibantu oleh seorang anak yang pernah mengguncang dinasti kota. Dia sangat
membantu, meyakinkan saya untuk menyelesaikan kasus ini."
"Oh
anak itu... Dia memang hebat tapi juga kasihan. Terus merasa bersalah, saya
takut rasa bersalah itu membawanya sampai tua."
"Dia
membantu saya dengan satu syarat, jika kasus ini selesai dia ingin dibunuh...
Itu membuat saya bingung."
"Tak
perlu bingung, Detektif. Kelahiran, jodoh dan kematian adalah hal terindah yang
bisa Tuhan beri. Kita tak perlu takut. Aku bangga atas apa yang kalian
kerjakan."
"Kenapa
anda bisa sesantai ini menghadapinya?"
"Untuk
melihat perubahan harus ada yang berkorban atau dikorbankan. Perubahan ke arah
yang lebih baik hanya bisa dilakukan ketika ada orang yang berani
memulainya."
----
Sudah
sebulan tak ada kemajuan yang berarti dalam kasus pembunuh Milana. Antara
pasrah dan kecewa, Detektif Tora berada dalam titik terendah hidupnya. Semua
aparatur kota sudah dikuasai, Detektif Tora menolak untuk bekerja sama dengan
kubu lain. Dia tak ingin berkompromi dengan idealismenya. Sekali lagi, Wali
Kota ikut bersaing dalam Pilkada bersama seorang wanita yang menjadi wakilnya.
Seluruh lembaga survey menempatkan mereka pada posisi pertama pemilihan.
Sampai
seluruh kota digemparkan tepat sehari sebelum pemilihan. Sebuah rekaman yang
dikenali Detektif Tora bocor pada salah satu stasiun televisi. Rekaman itu
terus diputar, membuat elektabilitas wali kota terjun bebas dalam semalam.
Detektif
Tora kebingungan atas rekaman yang sempat hilang dan membuatnya masuk rumah
sakit. Ada yang mengganggu pikirannya. Tentang Pembunuh Milana yang sempat
tertangkap CCTV membuat Detektif Tora berbalik arah, bertanya-tanya siapa dia
dan siapa yang menyewanya.
Detektif
Tora mulai membuat pola pembunuhan, menghubungkan semua orang yang pernah dia
temui. Pengalamannya selama dua puluh tahun selalu menunjukkan kedekatan pelaku
pada salah satu orang yang didatanginya.
Malam
itu, saat Wali Kota ditangkap, Detektif Tora fokus melihat pola yang dia
gambar, mencari pembunuh Milana. Seketika tubuhnya melemah, tak percaya, saat
Intuisinya tertuju pada satu orang yang dia kenal dekat. Detektif Tora
buru-buru pergi mengendarai skutiknya menuju ke Dermaga Selatan, melewati keramaian
orang-orang yang turun ke jalan mendemo wali kota.
----
Detektif
Tora menjemput pemuda itu, lalu pergi ke Kantor Gubernur yang terbuka lebar
untuk mereka. Pak Gubernur menyambutnya suka cita. Detektif Tora langsung
membuka obrolan.
"Pemuda
ini akan membunuh anda. Dia dalang di balik pembunuh Milana," ujar Detektif
Tora dengan nada tinggi.
"Ohiya?
Seberapa yakin?" tanya Pak Gubernur.
"Seratus
persen. Jaket yang dia pakai sekarang sama persis dengan tangkapan CCTV di
TKP."
"Kalau
kamu memang begitu yakin... Lantas siapa yang menyewanya?"
Detektif
Tora hanya diam, hal yang belum bisa dia pecahkan, bahasa tubuhnya menyesali
kebodohannya sendiri. Detektif tua yang sudah tak setajam dulu.
"Sedikit
lagi Detektif, sedikit lagi. Kamu cuma perlu melihat hal-hal yang kamu anggap
tak mungkin," kata pemuda itu dengan penuh ketenangan.
Detektif
Tora terdiam, melihat pemuda itu tampak sangat tenang di hadapan Pak Gubernur,
hal yang tak biasanya. Detektif Tora sangat tegang, jantungnya berdebar lebih
kencang.
"Kau
harus menuruti apa katanya, Detektif. Rekaman ini ada di tangan yang tepat,
balas dendammu terpenuhi. Kini, tugasmu untuk memenuhi keinginan anak ini, lalu
pergilah ke luar kota, hilangkan jejak kalau tak ingin tertangkap," Pak
Gubernur memegang sebuah flashdisk berisi rekaman yang menggemparkan Kota.
Detektif
Tora terdiam, ada gejolak yang muncul di dalam dada, dahinya beradu, matanya
memerah marah. Berulang kali menatap Pak Gubernur dan pemuda itu. Tubuhnya
seketika melemah, tak percaya dengan apa yang baru saja dilihat. Beberapa detik
setelahnya, Detektif Tora pergi meninggalkan Kantor Gubernur tanpa sepatah
kata.
----
Minggu
pagi, car free day di pusat kota digemparkan oleh teriakan ibu-ibu yang melihat
seorang pria muda tewas di dalam sebuah taksi dengan busa yang keluar dari
mulutnya. Taksi ditinggalkan pengemudinya. Tak ada yang mengetahui sebab
kejadian itu. Sepuluh menit kemudian polisi kota menyisir lokasi dan memasang
garis polisi.
Diketahui
bahwa pemuda itu adalah seseorang yang pernah menggegerkan media-media kota
karena mampu mengguncang dinasti kota yang korup.
"Kita
butuh Detektif Tora untuk kasus ini," kata seorang polisi pada rekannya.
"Dia
sedang di luar kota."
"Kabari
dia, Detektif Tora pasti tertarik melihat kasus ini."
[END]
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar