NOTE: Puisi ini diikut-sertakan dalam Lomba Sastra & Seni UGM 2017
Kota telah berhenti bernyanyi,
-----
Kota telah berhenti bernyanyi,
dicurinya
tawa dari saku kanan ke saku kiri.
Tak ada lagi keriangan anak-anak kecil di taman-taman kota.
Tak ada lagi keriangan anak-anak kecil di taman-taman kota.
Taman sejuta kata, tempat orang-orang
merenungi
hari-hari akhir sebelum kematiannya,
meninggalkan
nasib pada lampu dan bangku-bangkunya.
Si bapak
sibuk dengan cara lama,
mencari
suara untuk naik takhta,
lupa
membangun kota dan perdaban.
Kota kita telah kehilangan nyawa,
ditariknya
bibir-bibir itu ke dalam
kubangan
penuh intrik dan tawa sinis.
Hilangnya kuasa rakyat pada penguasa
yang
mengaku tak mampu membeli sebatang rokok
tapi saku
celana terus saja sobek.
Kota telah berubah,
dan
sajak-sajak pelipur lara
telah
bersemayam pada dinding warna-warni penuh luka.
Membangun
kota atau bahkan negara,
bukan
berarti membangun fisiknya.
Tapi
membangun pikiran manusia yang ada di dalamnya.
Aku tidak mencintai apa-apa dari kota ini,
aku hanya
sibuk menyayangi kata-kata.
Meninggalkan
kenangan di tiap lampu jalan.
Lalu kota telah berhenti bernyanyi,
hanya ada
tukang becak, pedagang asongan,
dan
manusia-manusia gila penghuni balai kota.
Selamat malam, kota yang asing di pikiranku,
tempat
pengasingan paling sedih.
Tempat
dimana aku kehilangan diriku sendiri.
Semarang,
29 Juli 2017
No comments:
Post a Comment
Ayo Beri Komentar